12. Primadona

14.8K 1.3K 7
                                    

Elena melangkah dengan semangat ke dalam rumahnya. Sedang Dipta hanya mengekor di belakang. Membuntuti ke mana pun istrinya.

"YUU ... HU. Mama ... Elena datang...." Teriak Elena masuk ke dalam rumah.

"Astagfirulloh Lena. Kamu itu bisa gak sih, masuk ke rumah kayak orang normal, pakek salam. Bukannya malah teriak-teriak kayak di hutan." Omel Laras sambil berkacak pinggang di depan pintu masuk utama. Menatap putranya dengan tatapan mata kesal.

Elena yang mendapat omelan dari mamanya, hanya cengengesan menunjukan deretan giginya saat mendapat. Tadi karna terlalu semangat, sampai membaut dia lupa mengucap salam.

"Iya ma. Iya maaf." Cicitnya pelan. "Mama hobi banget sih ngomel." Sambungnya sambil melirik-lirik takut ke arah Laras. Yang kian membuat Laras menatapnya garang.

"Mangkannya kalau gak mau diomelin itu, kelakuannya dirubah, Lena. Lebih waras."

Elena mendelik. Menatap mamanya tak percaya. "Emang mama kira Lena gila? Gak waras?" Tanyanya mengerucutkan bibir sebal.

"Ngejawab mulu kalau dibilangin. Lama-lama mama yang bisa gila liat kelakuan kamu, Lena." Ucap Laras melotot.

Tadi ceritanya, Laras baru selesai membuang sampah, begitu mau masuk. Laras langsung dikejutkan dengan teriakan heboh putrinya. Iya kalau suaranya merdu, lah ini udah cempreng, ngalahin toak menjid lagi. Ckk,

Membuat kepala Laras terasa nyeri seketika. Lama-lama Laras bisa gila kalau melihat kelakuan anak gadisnya. Laras kira, setelah menikah, putrinya akan berubah menjadi lebih baik. Tapi nyatanya perubahannya bukan membaik, tapi malah makin stress dan gak waras.

Mendengar ucapan mamanya Elena hanya diam menunduk dengan bibir melengkung kebawah.

"Assalamu'allaikum ma." Sapa Dipta yang ada di belakang istrinya. Mengulurkan tangan untuk mencium punggung tangan Laras.

Elena bergeser tubuhnya, memberi jalan pada Dipta untuk mendekat ke arah Laras.

Mendengar suara menantunya, wajah Laras yang tadinya kusut penuh emosi, langsung berubah cerah. Bahkan saat Dipta mencium tanganya sopan, Laras langsung manarik tangan Dipta untuk diajak masuk. Mengabaikan tatapan kesal putrinya di belakangnya.

Iiiiis pilih kasih banget sih mama. Giliran sama mantunya aja senyum, ramah. Giliran sama anaknya aja, udah kayak emak tiri yang gak dikasih jatah bulanan. Apes banget hidup gue punya emak model begitu.

Dengan perasaan dongkol dia pun menghentak-hentakan kakinya menyusul Laras dan Dipta yang sudah masuk ke dalam rumah.

***

Elena mengerang frustasi. Menatap jengkel dua orang yang sedang asik mengobrol.

Kampret gue dikacangin.

Setelah masuk ke dalam rumah, mamanya dan Dipta malah asik mengobrol sambil makan siang tanpa mengikut sertakan Elena di dalamnya. Dan, dengan tidak tau malunya, dia malah bergabung ikut makan.

Bodo ah gue dikacangin yang penting pokoknya gue mau makan. Laper gue, karna pura-pura bahagia itu butuh tenaga. Eak

"Nak Dipta mau nambah, mama ambilin ya?" Tanya Laras.

Laras terlihat senang karna menantunya yang satu ini tidak pemilih soal makanan, malahan Dipta terlihat lahap dengan semua masakan Laras. Padahalkan ini hanya masakan biasa, bukan makanan ala-ala restoran mewah. Tapi, membuat menantunya itu terlihat biasa-biasa saja. Malah terlihat luwes dan bernafsu.

Elena memutar bola matanya malas, mendengar nada manis mamanya. Mamanya ini sangat berlebihan.

"Ma. Papa ke mana sih?" Tanya Elena yang sedari tadi hanya menjadi anti nyamuk antara mamanya dan suaminya.

Bukan Salah Nikah! (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang