7. Itu sih maunya mama.

14.5K 1.4K 8
                                    

Setelah acara makan malam kemarin. Elena belum juga menghubungi Hanum. Dan pagi ini, dia akan bersikap masa bodoh dengan tawaran gila bosnya itu. Toh kemarin Dipta juga tidak membahas apa-apa dengan dia. Jadi, anggap saja kemarin Elena sedang bermimpi buruk. Karna berkenalan dengan cowok model papan seluncur seperti Dipta.

"Lena, anak mama yang paling cantik. Sini sayang." Seru Laras dari meja makan.

Elena mengernyit. Menatap mamanya tak mengerti. "Apa sih ma?" Tanyanya malas.

Mulai deh mamanya ini. Dari semalam mamanya bersikap aneh. Bahkan Elena diperlakukan berbeda oleh mamanya. Layaknya dia seorang putri solo.

"Kamu mau sarapan apa sayang?" Tanya Laras masih dengan panggilan sayangnya pada Elena.

Membuat Elena kian menatap mamanya horor. Jika sudah baik begini pasti ada sesuatu di balik bakwan. Dia dia harus hati-hati.

"Mama sakit ya?" Tanyanya. Tak lagi bisa membendung rasa herannya.

Sampai Herman yang duduk di tengah antara istri dan putrinya pun tertawa geli melihat interaksi istri dan anaknya. Merasa lucu dan gemas sendiri dibuatnya.

"Kamu itu dibaikin salah, di omelin ngeluh. Maunya apa sih kamu, Elena?" Delik Laras kesal.

"Ya mama itu aneh banget tau gak?"

"Gak"

"Mama ihh. Serius tau." Rengek Elena. "Pa?" Sambung memanggil Herman.

Yang hanya dibalas gumaman oleh papanya itu.

"Papa tau gak, kenapa mama aneh?"

Laras mendelik tidak suka. "Aneh-aneh gundul mu."Sahutnya kesal.

Elena langsung cemberut mendengar sahutan mamanya. Mamanya ini kalau sudah kumat pasti omongannya se'enak jidat. Sama persis seperti dirinya.

Tapi hanya butuh waktu sepersekian detik, tiba-tiba wajah Laras berubah penuh binar.

"Elena, nanti nak Dipta diajak mampir makan malam ke sini lagi ya?" Serunya terdengar begitu senang.

Nah. Nah kan bener. Pasti ada maunya ini. Mangkanya gue dari semalam dibaik-baiki terus. Batin Elena.

"Gak ah ma. Orang Lena kemarin gak sengaja ketemu dia." Jawabnya. "Lagian mama jangan aneh-aneh deh. Ngaku-ngaku Dipta calon Lena. Nanti kalau didenger malaikat gimana?" Sambungnya kesal

Laras mengangkat sebelah alisnya tinggi. "Ya bagus." Celetuknya asal.

"Kok bagus sih?"

"Ya bagus! Biar kamu cepet nikah. Lagian Dipta itu, bibit unggul yang gak boleh di sia-sia'in Len. Kapan lagi kamu bisa dapat bibit begitu?"

"Dikira Jagung kali bibit unggul."

Laras melotot. Dengan kesal dia pun memukul lengan putrinya yang masih bisa dia jangkau. "Kamu itu, kalau dikasih tau orang tua ngejawab mulu." Omelnya kesal.

"Iya-iya ma. Maaf."

"Lagian mama sama papa setuju kok kalau kamu nikah sama Dipta. Pakai banget malah." Tutur Laras lagi. Seolah-olah Elena tengah meminta ijin padanya untuk segera menikah.

Elena mendesah. "Kasian Lena dong ma, kalau harus nikah sama papan seluncur."

"Papan seluncur gimana?" Tanya Herman yang sedari tadi hanya diam mendengarkan obrolan ngarol-ngidul istri dan putrinya.

"Iya. Dipta kan kayak papan seluncur. Mukanya datar gitu. Gak ada senyum-senyumnya." Jawab Elena
menjelaskan.

Herma tergelak. Menggeleng kan kepalanya geli. Ada-ada saja bahasa putrinya ini.

Bukan Salah Nikah! (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang