"Mbak Hanum. Ini maksudnya apa sih?" Tanya Elena Kesal.
Setelah kejadian di ruangan tadi. Yang membuat spot jantung Elena naik turun gara-gara diajak nikah dadakan. Elena langsung menarik Hanum keluar dari ruang rawat Isa. Setelah Isa dirasa sudah akan istirahat.
Lah dikira nikah itu masalah sepele kali ya? Kalau pacaran sih masih mending, lah ini nikah? Walau dia jomblo, tapi gak gini-gini amat kali. Mau-mau aja gitu diajak nikah dadakan.
Se'enggaknya dia juga punya kriteria calon suami. Yah, walau gak jauh-jauh dari Dipta. Tapi tetep dong ini menyangkut masa depan Elena, plus harkat dan martabatnya.
Lalu di sinilah Elena, duduk di kantin rumah sakit dengan Hanum yang cengar-cengir merasa tidak bersalah. Bosnya ini, minta ditampol memang.
"Kan lo Len, yang ngasih ide gue buat cari pengganti." Jawab Hanum beralasan. Tidak mau di salahkan begitu saja. Cari aman bos.
"Ya, tapi gak gue juga kali mbak yang jadi penggantinya." Ketus Elena kelewat kesal. Di kepalanya sekarang, berasa ada yang menyembul. Entah itu asap ataupun api emosi.
"Len, lo kan tau, cuman lo yang gue percaya saat ini. Dan gue yakin lo gak bakal ngecewain gue. Ok deh anggep aja gue egois karna nyodorin lo sebagai kandidat. Tapi waktu gue gak banyak Mbambang." Ucap Hanum frustasi.
"Enam Hari, Len. Enam hari. Sedangkan Dipta, dia udah kayak mayat hidup. Mikirin jalan keluar buat masalah ini. Bahkan nyokap gue gak mau ngobrol sama dia kalau masalah ini belum selesai!" Sambungnya kian frustasi.
" Gini aja deh, lo gak perlu jawab sekarang. Lo bisa pikirin matang-matang buat tawaran gue. Nah, setelah lo rasa udah punya jawabannya. Lo bisa hubungi gue. Gimana?" Ucap Hanum panjang lebar.
"Mbak, ini itu nikah mbak! Nikah! Bukan cuman masalah dua orang yang bakal tinggal satu rumah. Tapi masalah masa depan. Mau jadi apa masa depan gue, kalau nikah aja sama orang yang bahkan gak gue kenal? Apa lagi gak tau gimana sifatnya. Bisa-bisa entar gue jadi janda muda lagi. Dih amit-amit pokoknya." Jawab Elena tak mau kalah.
Dia masih normal ya, yah walaupun calonnya buihhh, sempurna. Sekali lihat saja udah langsung buat sreg. Tapi tetap aja dia masih cukup waras. Tunangannya yang cantiknya kayak putri solo aja bisa kabur. Melarikan diri dari dia. Gimana dia yang tampang pas-pasan?
Dan semua itu pasti ada sesuatu yang terselubung di dalamnya. Kalau adik bosnya tidak ada iya-iya nya, tunangannya gak akan kabur kan?
"Lo tenang aja deh Len. Dipta itu orangnya gak aneh-aneh kok. Dia tipe cowok setia, pekerja keras. Gue jamin lo gak bakal nyesel kalau nikah sama adek gue."
"Tau ah mbak, pusing pala gue!" Omel Elena.
"Tapi jujur deh Len. Kriteria cowok lo yang gimana sih?" Tanya Hanum penasaran.
"Ya. Yang jelas cinta sama gue lah mbak." Sahutnya enteng.
"Salah satunya ganteng gak?" Pancing Hanum.
"Iya dong biar enak dipandang. Biar bisa merubah keturunan juga."
"Suka yang pendek atau tinggi?"
"Tinggi lah."
"Pekerja keras atau pengangguran?"
Elena mendelik mendengar pertanyaan abstrak Hanum."Ya pekerja keras dong mbak, masa pengangguran. Mau dikasih makan apa gue entar?"
"NAHHH." Teriak Hanum heboh.
Sampai membuat Elena tersentak kaget.
"Apa sih mbak. Ngagetin aja lo?""Yang lo sebutin itu semua masuk kriteria adik gue. Apa lagi yang kurang coba dari dia?"
Elena memutar bola mata malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Nikah! (SELESAI)
RomanceElena tidak punya rencana apa pun dengan masa depannya. Termasuk menikah dalam waktu dekat. Tapi apa jadinya jika dia harus menikah dadakan lantaran keadaan. Terpaksa? Jelas dia terpaksa. Senang? Sedikit. No, no, no. Jangan hujat Elena lantaran dia...