Elena sedang sibuk memasak di dapur apartementnya. Untung isi kulkas di apartement Dipta sangat lengkap hingga dia tidak perlu pusing untuk masalah memasak menu makan malam mereka malam ini.
Sambil memutar lagu lewat ponselnya, Elena tampak asik sambil sesekali bersenandung ketika tau lirik lagu yang didengar. Sedang Dipta jangan tanya suami papan seluncur Elena itu.
Dipta masuk ke dalam sebuah ruangan saat mereka pertama kali masuk apartement tadi, dan belum keluar sampai sekarang. Dipta juga tidak masalah, selain dia masih malu juga Elena butuh waktu untuk mempersiapkan diri jika nanti bertemu Dipta.
Daaasar kau keong racunnnn
Baru kenal eh ngajak tidur
Ngomong gak sopan santun
Kau anggap aku ayam kampung..
Kau rayu diri ku
Kau goda diriku
Kau colek diriku
Hei kau tak tau malu
Tanpa basa basi kau aajak hapy hapyyy
Yuuhuuuuuuuiuu tarik manggggg
Lagu itulah yang keluar dari mukut Elena. Dia terus bernyanyi sambil teriak-teriak heboh. Kalau di rumah gue pasti diomelin sama mama ini. Nyanyi kayak begini, untung gue diapartement elite jadi mau teriak kayak gimana pun pasti gak ada yang denger. Kedap suara ini pasti ruanganya. Kiren terkikik geli membayangkan asumsi yang ada di dalam pemikiranya sendiri.
Gak nyesel deh gue nikah sama papan seluncur model begitu. Kalau bisa buat gue bebas dari omelan mama.
"Apa kamu tidak ada kerjaan lain selain teriak-teriak tidak jelas, Elena?" Suara dingin Dipta mengagetkannya, yang sedang menyusun ayam goreng dipiring. Untung reflek Elena sangat cepat hingga bisa menahan piring yang hampir jatuh.
Astaga. Apa orang satu ini gak bisa liat hidup gue tenang sebentar aja. Kenapa sih selalu bikin gue kaget. Untung jantung gue udah mulai terbiasa sekarang, coba kalau gak bisa copot mendadak kan.
"Apa sih. Ganggu aja." Ketus Elena masih dalam mode ngambek.
Berjalan ke maja bar, dan meletakan sepiring ayam goreng di sana. Bergabung dengan masakan yang lain. Tersenyum cerah, Elena memandang bahagia hasil masakanya. Ada ayam goreng, tumis brokoli dengan hati juga ada sambal tempe favoritnya.
Dipta mendengus keras mendengar jawaban istrinya. Istrinya itu benar-benar hebat dalam menguji kesabarannya, belum genap seminggu mereka menikah tapi lihat sudah berapa kali Istrinya ini bertingkah nyeleneh dan menyebalkan. Membuat dia harus sering-sering menarik nafas untuk bersabar.
"Ayo kita makan." Ajak Elena dengan suara ringan ketara sekali dia sedang bahagia. Seolah melupakan kekesalannya.
Dipta menurut menarik kursi di samping istrinya dan duduk dengan nyaman. Dia terus memperhatikan Elena yang terlihat luwes menyiapkan makanan dipiringnya. Tidak sadar karna perbuatan sederhana istrinya itu, sudut bibir Dipta terangkat tipis, sangat tipis malah.
Elena makan dengan tenang sesekali matanya melirik suaminya, Dipta. Menerka-nerka apakah kira-kira dia menyukai masakanya atau tidak. Tapi nyatanya expresi wajah Dipta tidak berubah sedikit pun. Masih tetap sama datar, hanya saja bedanya makanya terlihat lebih santai dibandingkan di rumah mama Isa kemarin, terlihat kaku yang kesanya dipaksakan.
"Gimana? Enak gak?" Tanya Elena setelah menggeser piringnya yang sudah tandas habis, alias kosong.
"Hm." Gumam Dipta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Nikah! (SELESAI)
RomanceElena tidak punya rencana apa pun dengan masa depannya. Termasuk menikah dalam waktu dekat. Tapi apa jadinya jika dia harus menikah dadakan lantaran keadaan. Terpaksa? Jelas dia terpaksa. Senang? Sedikit. No, no, no. Jangan hujat Elena lantaran dia...