Dipta hanya merenggut kesal, dengan bibir melengkung ke bawah. Melihat Elena yang bersikap cuek padanya. Dan mendiaminya sedari tadi.
Setelah Dipta mengatakan keinginannya, Elena langsung mengomelinya dan mendiaminya, sampai sekarang.
Bagaimana tidak, ini sudah pukul sebelas malam, tapi Dipta dengan se'enak jidat meminta Elena untuk menemaninya mencari es cendol dawet.
Dikira ini pukul sebelas siang kali ya, meminta es cendol dawet? Gerutu Elena dalam hati.
Apa Dipta tidak bisa melihat. Jika yang berada di atas langit itu sekarang bulan, bukan matahari? Kenapa dengan se'enak jidatnya ia meminta yang aneh-aneh. Hampir tengah malam lagi.
"Yang." Panggil Dipta memelas.
Rasa ingin memakan es cendol dawet itu tiba-tiba datang tanpa bisa dicegah, saat Dipta yang sedang enak-enaknya tidur. Tiba-tiba terbangun, karna mengingunkan es cendol dawet. Apa lagi membayangkan rasa segar yang akan Dipta dapatkan dari es itu. Membuat ia hampir ingin menjatuhkan air liurnya karna terlalu menginginkannya.
"Ini itu tengah malam, mas. Mau cari kemana es itu?! Besok pagi aja deh kita nyarinya. Lagian diluar itu mendung nanti kalau hujan gimana?!" Tolak Elena untuk kesekian kalinya. Rasa kantuk yang tadi ia rasakan bahkan sudah menguar entah kemana karna rengekan suaminya yang tidak jelas.
Membuat Elena berulang kali mendengus kesal tidak habis pikir dengan keinginan ajaib suaminya. Yang hamil siapa, yang ngidam siapa? Pikirnya kesal.
"Aku maunya sekarang, sayang." Ucap Dipta keukeh.
"Iya tapi mau cari kemana?!!" Gemas Elena kian kesal.
"Coba aja kita muter-muter dulu. Kali aja nemu." Ucap Dipta tak kehabisan akal.
"Kamu kira, ada yang bakal jual es cendol tengah malam begini?!" Tanya Elena memandang ngeri kearah suaminya. "Jangan gila deh, mas. Orang gila mana yang mau jual es malam-malam gini? Mana mendung lagi.",
"Kan belum kita coba." Bujuk Dipta belum menyerah. Ia sangat menginginkan es cendol itu saat ini
"Aku pengen banget makan es cendol dawet. Apa lagi yang ada di komplek perumahan mama Laras. Kayaknya seger kalau makan itu sekarang." Ucapnya semangat. "Serius, mas pengen banget, sayang." Sambung Dipta lagi.
"Ditahan dulu deh pengennya. Besok pagi-pagi banget kita ke sana. Sekarang mending kita tidur dulu, yuk?!" Ucap Elena begitu enteng, bersiap kembali berbaring, tapi lengannya langsung ditahan Dipta.
"Tapi mas pengenya sekarang, sayang. Bukan besok." Ucapnya memelas dengan ekspresi wajah yang seakan mengatakan. "Ya allah keburu mati gue kalau nunggu besok pagi."
"Iya. Tapi ini tengah malam, nggak mungkin ada yang jual disana. Lagian, orang pinter mana sih yang bakal jual es cendol tengah malam begini?" Omel Elena semakin kesal.
"Ayo, sayang. Kita lihat dulu." Bujuk Dipta lagi.
Akhirnya, dengan wajah ditekuk kesal. Elena beranjak berdiri dari atas kasur empuknya. Dan menyambar jaket yang digantung di dalam lemari. Yang langsung membuat senyum Dipta terbit seketika.
Tidak menyia-nyiakan waktu. Ia langsung meraih kunci diatas meja nakas, dan menerima uluran jaketnya dari sang istri. Memakainya dengan semangat. Dipta terlihat sangat senang kali ini, dia sudah terlihat seperti seorang anak kecil yang dibelikan mainan baru oleh ibunya.
****
Belum lama keluar dari rumahnya. Hujan langsung turun dengan deras, membuat Elena semakin kesal.
Sedang Dipta tidak peduli dengan hujan deras di luar, matanya terus mengedar pinggir jalan. Berharap ada keajaiban dari tuhan, yang menjual es cendol ditengah malam begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Nikah! (SELESAI)
RomanceElena tidak punya rencana apa pun dengan masa depannya. Termasuk menikah dalam waktu dekat. Tapi apa jadinya jika dia harus menikah dadakan lantaran keadaan. Terpaksa? Jelas dia terpaksa. Senang? Sedikit. No, no, no. Jangan hujat Elena lantaran dia...