Elena menggeliat dalam tidurnya. Badanya terasa sakit seperti ditimpa beban yang berat. Bahkan menggerakan badanya saja terasa sangat sulit.
Membuka mata yabg masih terasa lengket. Akhirnya dia bisa membuka matanya dan menyesuaikan cahaya di kamarnya. Melirik ke arah perut, Elena menahan nafas ketika tau tangan kokoh Dipta lah yang berada di sana. Suaminya ini pagi-pagi sudah buat spot jantung saja.Pelan-pelan Elena memindahkan tangan Dipta dari perutnya. Tapi setiap dia berusaha memindahkan tangan Dipta, pria itu selalu menggeliat tidak nyaman. Karna posisi tidurnya yang telungkup dan wajahnya menghadap Elena sedikit sulit memindahkan tangan besar Dipta.
Tangan berotot itu sangat berat dan kaku seperti expresi wajahnya. Sambil mengangkat tangan Dipta, Elena menggeser tubuh langsingnya ke samping. Cuman itu satu-satunya cara agar Dipta tidak terusik sama sekali.
Elena baru bisa bernafas lega ketika dia bisa menyingkir dari pelukan ah-ralat dekapan tangan besar Dipta. Melirik jam di atas meja nakas, mata Elena melotot begitu tau jam menunjuk kan pukul 9 pagi.
Sial. Gue telat lagi.
Pelan-pelan Elena melangkah ke kamar mandi, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara. Takut-takut Dipta akan terbangun jika dia menimbulkan kehebohan.
Selesai mandi, Elena bersiap-siap akan ke caffe. Untung semlam dia sempat membawa ganti untuk berjaga-jaga kalau mereka harus menginap. Jadi tidak perlu repot untuk masalah ganti, karna dia itu tipe perempuan yang tidak mau ribet soal pakaian. Misalnya saja sekarang dengan kemeja satin panjang berwarna biru dongker dengan kerah v dan sedikit hiasan ditengah kemeja tidak lupa juga blejer hitam senada dengan celana bahan panjang sudah membuat Elena nampak rapi dan cantik.
Melirik Dipta yang masih asik bergulung dibalik selimut tebalnya. Sedikit mengusik perasaan Elena.
Gue bangunin jangan ya? Pikir Elena.
Semalam.
Dipta terus menekan belakang kepala Elena, memperdalam ciuman mereka. Sedang Elena hanya diam pasrah karna badanya terasa seperti jelly tak bertulang.
Mungkin jika Dipta tidak menahan berat tubuhnya, sudah dipastikan jika dia akan jatuh luruh ke lantai. Ini adalah ciuman kali pertama untuk Elena, tidak ada ciuman panas seperti di tv-tv hanya ciuman biasa tapi terasa memabukan untuk Elena.
Menarik kepalanya menjauh, nafas memburu Dipta menerpa wajah Elena. Istrinya itu bahkan hampir kehabisan nafas karna begitu lama mereka berciuman.
Masih dengan memeluk Elena. "Kita perlu bicara." Bisik Dipta disela-sela nafas memburunya.
"Y--A." .
Melepaskan Elena dari pelukanya. "Bisa lepaskan tangan kamu dari pinggang ku? Aku ingin berganti baju."
"Oh--O Ma---af. Maaf.." Ucap Elena gugup sambil melepaskan tangannya dari pinggang Dipta.
Dasar tangan gak punya akhlak...
Selesai berganti baju Dipta melirik Elena yang berbaring di atas ranjang. Terlihat tidak nyaman karna sedari tadi terus bergerak.
Elena merasa diperhatikan menoleh ke arah Dipta yang berjalan ke arah sisi ranjang. Dengan kaos abu-abu panjang dan celana trening hitam panjang.
Naik ke atas ranjang." Bisa kita bicara sekarang?" Tanyanya sambil duduk bersandar di kepala ranjang.
Epana ikut duduk dan bersandar di kepala ranjang seperti Dipta. "Mau bicara apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Nikah! (SELESAI)
RomanceElena tidak punya rencana apa pun dengan masa depannya. Termasuk menikah dalam waktu dekat. Tapi apa jadinya jika dia harus menikah dadakan lantaran keadaan. Terpaksa? Jelas dia terpaksa. Senang? Sedikit. No, no, no. Jangan hujat Elena lantaran dia...