Memperhatikan bangunan megah di depan matanya. Elena berulang kali berdecak kagum dibuatnya.
Sekarang dia sedang berada di depan perusahaan Dipta. Berjalan masuk untuk menunggu Dipta di lobi. Tadi memang Dipta ingin mengajaknya ke rentorant yang menyediakan tempat-tempat privasi. Tapi, karna tiba-tiba Dipta mendapat telpon penting dari sekertarisnya yang akhirnya membuat Dipta harus membatalkan niat mereka.
Akhirnya pria itu pun mengajaknya keperusahaan tempatnya bekerja. Untuk membicarakan hal penting yang dia maksud.
Karna Dipta harus berbicara dengan beberapa orang berjas di caffe depan kantornya. Akhirnya Dipta menyuruhnya untuk menunggu di lobi, nanti akan ada orang yang menjemputnya, dan Elena bisa menunggu di dalam ruangan Dipta. Agar dia tidak merasa bosan dan jenuh menunggu Dipta.
Melangkah masuk lebih dalam kelobi. Mata Elena melotot horor saat menemukan Siska, sepupunya juga sedang duduk di sofa lobi. Sepertinya juga sedang menunggu seseorang.
"Elena?" Panggil Siska. "Ngapain lo di sini?" Ucap Siska yang juga menyadari kehadiran Elena. Dia nampak terkejut menemukan sepupunya itu bisa berada di perusahaan besar seperti ini. Padahal setahunya, sepupunya itu tidak pernah mengenal orang-orang besar. Lalu apa yang dia lakukan di sini?
"Oh, gue lagi nunggu temen." Jawab Elena sekenanya.
Bingung sih mau jawab gimana. Lagian, ngapain sih ini sepupu Elena di sini. Malas banget dia jika harus meladeni sepupunya ini.
Dia memang tidak pernah akur dengan sepupunya. Karna sepupunya ini sangat menyebalkan menurut Elena.
"Lo sendiri? Lo kerja di sini?" Tanya Elena gantian.
"Gak. Gue lagi nunggu Bram, cowok gue. Bram manager marketing di perusahaan ini." Jelas Siska tanpa ditanya.
Gue gak nanya apa kerjaan cowok lo. Batin Elena.
"Lo nunggu temen apa calon lo yang kemarin?" Tanya Siska mulai melancarkan aksi keponya.
Kepo banget sih ni nenek lampir. Gak emak, gak anak kok sama aj. Batik Elena.
"Sayang udah lama?"
Elena bernafas lega begitu orang yang di tunggu Siska muncul.
Syukur deh biar cepet cabut ni nenek lampir. Malas banget gue ngeladenin pertanya'annya.
"Siang buk Elena," Merasa namanya dipanggil, Elena pun langsung menoleh ke arah samping. Dilihatnya, wanita kisaran berumur tiga puluh tahun tersenyum sopan padanya.
Ini siapa lagi?
"Siang." Jawab Elena canggung. Merasa aneh dipanggil ibu. Maklum dia kan belum setua itu.
Memperhatikan wanita di depannya dengan seksama. Elena yakin jika dia tidak mengenal wanita ini. "Mbak kenal saya?"
Kayaknya Elena yakin gak merasa punya kenalan yang kerja di sini deh.
" Saya Frida. Sekretaris pak Revan. Saya diperintahkan pak Revan untuk mengantar bu Elena keruangan beliau. Sementara beliau, sedang ada meeting dengan klien." Jelas Frida lembut dan sopan. Khas seorang bawahan yang begitu sopan.
Elena melirik Siska, sepupunya ini terlihat syok saat melihat Elena dijemput sekertaris Dipta. Boda amat lah paling sebentar lagi dia akan jadi gosip hangat keluarga besarnya.
"Gue duluan Sis." Ucap Elena cuek.
"Lewat sini bu." Tunjuk Frida ke arah lift khusus direksi.
"Jangan panggil bu deh mbak, panggil Elena aja, biar lebih akrab. Lagian kayaknya lebih tuaan mbak kok." Ucap Elena salah tingkah. Grogi kalau harus berdekatan dengan wanita-wanita karir seperti sekertaris Dipta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Nikah! (SELESAI)
عاطفيةElena tidak punya rencana apa pun dengan masa depannya. Termasuk menikah dalam waktu dekat. Tapi apa jadinya jika dia harus menikah dadakan lantaran keadaan. Terpaksa? Jelas dia terpaksa. Senang? Sedikit. No, no, no. Jangan hujat Elena lantaran dia...