Duduk berdua di dalam mobil dengan Dipta membuat Elena nampak kikuk. Apa lagi mengingat kejadian pagi tadi seperti membuat urat malunya benar-benar putus. Bagaimana mungkin Elena bisa bersikap memalukan seperti itu."Apa mama Isa tau kalau hari ini kita akan berkunjung?" Tanya Elena memecahkan keheningan di mobil. Bibirnya benar-benar terasa gatal karna tidak ada obrolan yg keluar sedari tadi. Suami nya ini benar-benar, gak bisa apa dia sebagai laki-laki peka sedikit. Diajak ngobrol kek, becanda kek. Bukan malah diam-diaman kayak orang marahan.
"Hm." Gumma Dipta cuek.
Apa bibirnya sariawan sampe bilang iya aja susah? Lama-lama gue karungi juga ni orang. Batin Elena kesal.
"Apa ini masih jauh?"
Dipta melirik Elena sebentar. "Lumayan."
Elena mendengus pelan. Jawaban suaminya benar-benar menguji kesabaranya.
"Kenapa?" Dipta bertanya saat mobil berhenti dilampu merah.
"Lo lagi sariawan?" Tanya Elena gemas.
"Apa itu pertanyaan yang perlu saya jawab?"
"TER-SE-RAH." Elena menjawab dengan menekan setiap kata.
Duduk menghadap ke arah Dipta. " Kenapa diam?" Tanya Elena.
"Bukannya tadi kamu bilang terserah, mau saya jawab apa?"
Akhirnya Elena hanya mendesah panjang.
*****
Rumah dengan pagar hitam tinggi di depan Elena benar-benar seperti istana, bukan hanya itu pancuran besar di depan rumah saja sudah membuat dia menggelengkan kepala tak hapis pikir. Berapa banyak uang yang habis digunakan untuk membangun rumah sebesar ini?
Elena menggaruk pipinya yg tidak gatal saat melihat mertuanya nampak heboh dengan ke datangan mereka.
Perasaan kemarin mertua gue kalem, kemana pergi sikap kalemnya. Heran Elena.
Sepertinya sekarang dia tahu mirip siapa sifat bar-bar Hanum. Dari mama Isa, mama mertua Elena.
Waktu pertama kali dia turun dari mobil Dipta, Elena sudah dikejutkan dengan teriakan heboh mama mertuanya dari teras. Sangking hebohnya sampai membuat Dipta berdecak kesal pada mamanya.
"Ya ampun ... Ya ampun. Menantu mama, sini-sini sayang kita masuk." Ajak Isa masuk ke dalam rumah. Setelah memeluk Elena lebih dulu dan menciumnya. Sebagai sambutan selamat datang. Bahkan mengabaikan tangan Dipta yang menggantung ingin mencium tanganya.
Elena yang diajak Isa masuk langsung melongo melihat ruang tamu super besar milik mertuanya. Dengan nuansa putih dan golf dengan ubin coklat bermotif ruang tamu ini terlihat sangat luas dan mewah. Dilengkapi sofa putih panjang menyerong yang mewah dengan bantal sofa berwarna merah. Meja untuk sofa dipilih berbentuk lingkaran yang bening berbahan kaca, sangat sesuai dengan model sofa dan ruangan. Jika baru masuk akan langsung disuguhkan foto besar keluarga yang langsung menghadap pintu masuk.
Dan sebagai kombinasi indahnya ruangan banyak jendela-jendela kaca yang menyuguhkan pemandangan luar ruangan.
Bener-bener tajir mertua gue. Pikir Elena takjub.
Isa terus menuntun Elena masuk lebih dalam, mengabikan tatapan takjub menantunya yang baru pertama kali masuk ke dalam rumah super mewahnya.
Elena hanya berkedip-kedip memperhatiakan rumah mewah mertuanya, akhirnya Isa berhenti disebuah ruangan bernuansa putih bercampur ke'emasan. Ruang keluarga di rumah ini. Hampir semua dinding berwarna putih dengan sofa di tengah ruangan berwarna coklat tua, ada juga beberapa kursi singel yang warnanya senada dengan sofa.
Di depan sofa, terdapat tv super besar dengan dinding belakangnya berwarna emas bermotif, tidak lupa juga ada lemari panjang di sisi kiri kanan tv dengan warna senada dengan sofa dan karpet mahal yang berada di bawah sofa. Foto-foto kecil bejejer rapi di atas dinding dan ada pohon bonsai besar di sisi pojok kiri ruangan.
Lampu hias besar juga menghiasi ruangan ini, benar-benar mewah dan berkelas. Khas rumah konglomerat masa kini.
"Elena udah sarapan, sayang?" Tanya Isa basa-basi. Dia nampak begitu semangat menyambut kedatangan menantu barunya.
Elena mengangguk sopan. "Udah ma."
"Gimana keluarga di rumah, sehat?" Tanya Isa basa-basi.
"Alhamdulillah sehat." Jawab Elena tak bisa menghilangkan nada gugup sedikit pun. Takut-takut jika dia akan dicap menjadi menantu buruk jika salah bicara.
"Woy, Elena,." Teriak Hanum dari arah dalam. "Adek ipar gue, akhirnya lo datang juga." Sambung Hanum sambil berlari memeluk Elena setelah itu duduk di sisi kiri adik iparnya sedang Isa di sisi kanan.
"Lo di sini juga mbak?" Tanya Elena heran.
Mendapat pertanyaan bodoh dari adik iparnya langsung membuat Hanum tertawa lucu. "Ya iyalah, udah dari kemaren gue nginep di sini." Jawab Hanum yg dibalas dengan anggukan kepala mengerti.
"Gimana Len, Dipta memperlakukan kamu dengan baik kan?" Tanya Isa mengalihkan perhatian dua perempuan di depannya.
"Iya. Baik, ma."
"Kalau dia macem-macem sama kamu bilang mama, ya?" Ucap Isa kembali membuat Elena kembali mengangguk setuju.
"Lo nginep di sini?" Tanya Hanum.
"Gue sih terserah ama Dipta mbak."
"Cie yang udah nikah, romanya pasrah-pasrah aja nih. Tapi menurut gue ya, Len, lo jangan pasrah-pasrah aja ma laki lo, kan entar gak ada tantanganya." Ucap Hanum jail.
Elena langsung mengalihkan pandangannya ke arah Isa mama mertuanya. Terlalu malas meladeni kakak iparnya yang sedikit kurang waras.
"Mama udah sarapan?" Tanya Elena tanpa menjawab Hanum.
"Kampret gue dikacangin." Gerutu Hanum kesal.
"Udah, mama tadi lagi bikin kue. Kamu juga hobi buat kue kata Hanum."
"Sedikit, ma. Mama buat kue apa?"
"Banana Bun."
"WAHHH." Teriak Elena tanpa sadar. Begitu sadar dia langsung mengatupkan bibirnya. Membuat Isa maupun Hanum tertawa geli.
Elena memang menyukai pisang. Apa lagi semua makanan yang pisang salah satu bahan dasarnya membuat dia sangat menggilainya.
"Mama buatkan spesial buat kamu, kata Hanum kamu suka pisang soalnya." Jelas Isa.
"Iya ma suka banget." Jawab Elena semangat dengan mata berbinar bahagia.
"Ayuk kita ke dapur." Ajak Isa. Setelah tertawa renyah melihat respon menantunya.
Hanum hanya mengekor di belakang, mengikuti ke mana Isa membawa Elena.
Kalau Dipta jangan tanya, suami Elena itu langsung pergi begitu Elena bersama mamanya. Paling juga semedi di dalam kamar, apa lagi kalau sudah masuk kamar, bisa-bisa besok pagi dia baru keluar.
"Enak gak, Len?" Tanya Hanum begitu Elena duduk dan menyantap Banana bun buatan mama mertuanya.
Dengan mulut penuh Elena mengacungkan dua jempolnya sekaligus.
"Enakan mana sama punya Dipta?" Tanya Hanum dengan mengedipkan sebelah matanya.
Yang langsung membuat Elena tersedak, dan batuk-batuk. Tawa Hanum pecah melihat Elena berusaha meredakan batuknya sampai wajahnya memerah.
Melihat Hanum yang berhasil menjaili menantunya, Isa langsung mengomeli Hanum dengan mata melotot galak. Mendapat omelan dari Isa mamanya Hanum langsung diam, dan melihat Isa yang terlihat memberi air pada menantunya dan menepuk-nepuk pelan pundak Elena. Dan melihat Elena tidak berhenti batuk membuat Hanum sedikit merasa bersalah.
Mbak Hanum kamprettt. Gara-gara dia gue keselek pisang. Batinnya kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Nikah! (SELESAI)
RomansaElena tidak punya rencana apa pun dengan masa depannya. Termasuk menikah dalam waktu dekat. Tapi apa jadinya jika dia harus menikah dadakan lantaran keadaan. Terpaksa? Jelas dia terpaksa. Senang? Sedikit. No, no, no. Jangan hujat Elena lantaran dia...