06. Untukmu Zhafira

17 2 0
                                    

Ahlan Wasahlan, selamat datang kembali diceritaku.

Memang perkara hati tidak bisa untuk dipaksakan.
-Untukmu Zhafira -

Hari ini cukup menguras tenaga bagi Zhafira. Zhafira memaksakan terlihat baik-baik saja, agar umi dan abinya tidak curiga, tentu ia tidak mau umi dan abinya khawatir apalagi ini tentang masalah hatinya tak sepatutnya umi dan abi tau.

"Zahra, ga mau dijodohin Abi, biarkan Zahra mencari pasangan sendiri." Mohon Zahra pada Khaidir.

Haliza mencoba menenangkan Zahra dengan merangkulnya erat. "Ini adalah sebuah perjanjian Umi dan Abi dengan almarhum sahabat kami." isak haliza, dia dan suaminya dulu pernah mengadakan perjanjian kalau anak meraka perempuan ataupun laki-laki akan dijodohkan.

Zahra tetap keras dengan pendiriannya, sekarang bukannya zaman perjodohan untuk apa membuat sebuah perjanjian, biarkan anak menentukan pilihanya sendiri bukankah dia yang menjalani.

"Seharusnya Abi dan Umi tidak usah membuat sebuah perjanjian kalau anak
yang akan menjadi korban perjodohan." Ucap Zahra naik pitam, dirinya menolak keras perjodohan.

Khaidir mengelus dadanya naik turun, dirinya berusaha mengatur agar amarahnya tak keluar. "Kenapa harus Zahra." kata Zahra tegas.

"Karena kamu anak tertua dikeluarga ini." Ucap Khaidir yang kini bersuara tegas.

Zahra terlunjak kaget ketika mendengar Abinya yang bersuara nyaring dan tegas. Khaidir sekarang berada diujung tanduk amarah.

"Karena kamu anak tertua Zahra dan kamu sudah mapan untuk menikah." tegas Khaidir.

Zhafira yang mendengar perseteruan diruang tengah, mengurungkan niatnya untuk pergi kekamar, karena pergi kekamar harus melewati ruang tengah dan naik tangga, dirinya berada didinding sebelah kiri, sambil mendengarkan perseteruan yang panas.

ahra yang tegas tetap teguh pada pendiriannya. "Yang tua ga harus selalu mengalah Abi, biarkan Zahra egois untuk perkara ini, Zahra tetap tidak bisa menerima keputusan ini." ucap Zahra, bagaimanapun ia tidak akan menerima perjodohan ini, keputusannya telah bulat.

"Nak perasaan cinta itu bisa datang dengan seiring waktu." nasehat Haliza pada Zahra.

ahra menggenggam tangan Haliza erat."Umi masalah hati tak bisa dipaksakan, tolong mengertilah dengan Zahra." Ucap Zahra lembut.

"Zahra bagaimanapun Abi dan Umi harus menepati janji ini, kamu harus menerima perjodohan ini." kata Khaidir lantang, seharusnya Zahra bisa memahami situasi ini, tapi ia tak bisa sepenuhnya menyalahkan Zahra, sikap keras kepalanya juga turunan darinya.

"Kenapa ga Zhafira aja yang dijodohin kenapa harus Zahra yang selalu mengalah." kini air mata yang selama ini ditahan-tahan akhirnya luruh juga, Zahra berlari menuju kamarnya dengan cepat.

Khaidir ingin beranjak dari tempat duduknya untuk menghampiri Zahra tapi ditahan oleh Haliza. "Mas biarkan dia menenangkan pikirannya saat ini." ucap Haliza lembut sembari mengusap punggung Khaidir.

Khaidir menganggukan kepalanya. "Mas ga akan paksa Zahra kalau itu keputusannya."

"Kita tentu harus menepati janji, lagi pula sahabat kita tidak menuntut untuk menjodohkan putri pertama kita untuk menjadi pasangan anaknya, sekiranya Zhafira bersedia menerima perjodohan ini." kata Khaidir setelah itu beranjak dari tempat duduknya dan pergi kedalam kamar.

Haliza menatap punggung suaminya dengan sendu, benar apa yang dikatakan suaminya, Zhafiralah harapan terakhirnya.

Zhafira menutup mulutnya, agar suara tangisnya tak kedengaran, padahal tadi ia sudah merasa baik-baik saja pasalnya bukan dirinya yang dijodohkan tapi kini sebaliknya bahwa yang ia ketimpa batunya, belum lagi kisah cintanya yang bertepuk sebelah tangan bahkan belum bisa move begitu saja.

Zhafira berjalan keluar rumah menuju gajebo yang berada disamping teras rumah yang terhalang oleh pohon mangga.

"Zhafira kamu harus semangat jangan patahkan semangatmu." ucap Zhafira seorang diri untuk menyemangati dirinya.

Zhafira mengetikan sesuatu pada story instagramnya.

Daun-daun yang sudah kering rela menggugurkan dirinya satu per satu demi mempertahankan kandungan air
yang tersisa di dalam pohon.

Pohon mampu bertahan lebih lama dengan cadangan air yang tersisa.

Kita juga harus rela berkorban untuk kelangsungan hidup orang lain.

Tapi dirinya sedang tidak berkorban, kalaupun perjodohan itu akan berlangsung ia juga harus mempertimbangkannya.

Dm Instagram
FromTari:
Kata-katanya itu loh menyentuh banget,
atau jangan-jangan lo mengorbankan sesuatu Fir.

Zhafira membalas pesan dari Tari. Dirinya sekarang ga berkorban, tapi kenapa juga ia membicarakan sesuatu tentang daun kering tiba-tiba pikirannya teringat tentang laki-laki itu, so super hero itu panggilan yang diberikan Zhafira pada laki-laki itu karena selalu datang diwaktu yang tepat.

To Zhafira:
Ga toh, gimana berbakatkan aku jadi anak sastra.

From Tari:
Jadi curiga jangan-jangan dekat ama anak sastra.

To Zhafira:
Dekat dong kan sebagian teman aku anak sastra Ri.

WhatsApp
From Arhab:
Fira nanti sore aku sama calon isteri aku mampir kerumah kamu, tadi lupa kasih undangan.

Zhafira hanya membaca pesan dari Arhab
tanpa membalasnya, setelah itu berjalan
menuju rumah untuk mengistirahatkan dirinya yang terasa penat.

Jazakumullah Kher, terimakasih telah baca, vote and komen.

UNTUKMU ZHAFIRA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang