02. Untukmu Zhafira

47 4 0
                                    


by. elya

Cerita hanya fiktif belaka. Nama tokoh, tempat dan cerita hanylah kesamaan yang tidak disengaja. Tetap nomor satukan kewajiban. Happy reading.


Sebenarnya alaram peringatan itu telah jelas, sejelas jelasnya hanya saja kita yang masih meragu dan sedikit lalai.
-Untukmu Zhafira -

Alhamdulilah langit hari ini begitu cerah, Azan berkumandang merdu melalui speaker mesjid yang menggema ke seluruh penjuru. Sebelum masuk mesjid Ahza memandang lebih dulu dengan ukiran senyuman manis diwajahnya.

"Kita shalat dulu dimasjid al-mokarramah." kata Haikal yang menghentikan laju mobilnya, memarkirkan pada halaman masjid.

Salwa mengangguk. "Kalian shalat aja gue tunggu dimobil." ucap Salwa sambil membuka layar handphonenya.

"Halangan Wa?" tanya Haikal.

"Engga." jawab Salwa jutek.

"Shalat Wa ingat umur, siapa tau menit berikutnya meninggal." kata Haikal sebelum sebelum keluar dari dalam mobil.

"Ngeri amat ucapan lo kal, ngarahnya ke hal yang meninggal, kaya ga ada yang lain aja." Ucap Zen, sedikit bergedik ngeri.

"Makanya shalat Zen, masa laki ga shalat, gimana mau jadi imam yang baik buat isteri kalau surah al-fatihah aja ga hafal." ceramah Sarah pada Zen.

Zen sedikit kikuk dengan ucapan Sarah, malu dianya diumur segini aja, jarang shalat.

"Ya karena gue ga terlalu agamis." kata Zen membela dirinya.

"Itumah cuman sindrom malas yang selalu lo pelihara Zen." Ucap Sarah penuh penekanan.

Zhafira yang mendengar perdebatan antara teman-teman yang belum selesai turun lebih dulu karena dirinya berada persis didepan pintu. "Aku duluan yah."
kata Zhafira pada teman-temanya.

"Iya Fira." sahut Salwa, yang masih sibuk dengan mensroll handphonenya.

Zhafira melepaskan senekernya dipelataran masjid. "Yang lain mana Fira?" tanya Faiq.

"Masih dalam mobil, berseture antara Zen dan Kayla." jawab Zhafira.

Faiq senyum-senyum. "Kebiasaan mereka berdua."

Zen memalingkan wajahnya kebelakang kemudi menunjuk pada Salwa yang sibuk dengan handphonenya. "Jadi sensi gini sih lo Kay, toh Salwa ga kena ceramah juga malah santai lagi sama handphone." ucap Zen.

Salwa mematikan handponenya setelah itu menyilangkan tangannya didada. "Zen yang terhormat saya lagi halangan makanya ga shalat paham." ucap Salwa,
keluar begitu saja dari mobil menyisakan Kayla dan Haikal.

Sebelum keluar dari mobil Haikal mengucapkan sesuatu pada Zen. "Itu karena Kayla peduli sama lo Zen, udah gue cabut duluan yah."

"Gue duluan juga." ucap Sarah jutek.

Zen termenung dengan ucapan Haikal yang mengatakan kalau Sarah peduli padanya. Tanpa pikir panjang Zen keluar dari mobil untuk mengikuti shalat berjamaah.

----------------------------

Zhafira memakai kembali Snikernya. Merapikan ranselnya dan memasukkan handphone ya kedalam, tanpa ia sadari gantungan kuncinya lepas dari resleting ransel dan pergi begitu saja.

"Kita nunggu Haikal dulu, katanya ketoilet sebentar." ucap Salwa.

"Kita habis ini langsung pulangkan?" tanya Kayla.

"Iya gue malas kalau nongkrong." jawab Salwa yang sekarang sedikit sensi karena faktor hormon, kedatangan tamu bulanan.

Zhafira melepaskan ransel dari bahunya. Membuka resleting ingin mengambil air.
Tapi benda itu tidak ada gantungan kuncinya hilang, Zhafira panik ketika menyangkut benda kesayangannya hilang begitu saja. "Kenapa wajah kamu Zha?" tanya Kayla yang melihat perubahan mimik diwajah Zhafira.

"Gantungan kunciku, jatuh!" ucap.

Zhafira keluar dari dalam mobil. Menuju tempat ia melepaskan sneker tadi.

Ahza duduk, ditempat yang Zhafira duduki tadi. Memakai kaos dan sepatunya setelah selesai tak sengaja dirinya menemukan sebuah gantungan kunci bergambarkan blue mosque. "Indah." decak Ahza sambil mengangkat gantungan kunci itu.

Mata Zhafira melotot pasalnya gantungan bergambarkan blue mosque ada pada laki-laki itu. "Maaf mas.. pak.. itu punya saya jatuh." ucap Zhafira sedikit gagap.

Ahza merasa suara itu tak asing ditelintanya. Dirinya melihat kesamping menampilkan seorang perempuan yang ia pernah temui tadi sehari tiga kali, apa ini yang dikatan dunia itu sempit. Ahza hanya santai menanggapi ucapan Zhafira yang sedikit gugup. Mungkin ia kaget pikir Ahza.

"Oh ini punya Mbak, pasti hadiah dari orang yang spesial!" ucap Ahza, memberikannya pada Zhafira.

"Kakak saya." ucap Zhafira merebutl dengan paksa.

Gantungan ini adalah pemberian dari kakanya Dhirgam 11 tahun yang lalu, padahal kakanya pergi kebogor hanya untuk refresing, tapi ia bersikeras meminta gantungan bergambarkan blue mosque, entahlah dimana kakaknya beli atau mencetak gambarnya sendiri. Naas sepulangnya dari bogor, kereta yang ditumpangi kakaknya mengalami kecelakaan karena salah satu mobil yang melaju cepat melintasi jalan pintas rel kereta api, sehingga terjadi bentruk antara kereta dan mobil, kakaknya sendiri meninggal ditempat karena kepalanya terhantam besi kereta api dengan kuat. Benda ini ia menemukan dalam kotak persegi warna merah ditas kakanya, yang bertuliskan untuk adekku yang gemes. Makanya benda ini toh disayangi banget oleh Zhafira.

Ahza yang melihat Zhafira menangis, dirinya merasa iba tapi ia tidak bisa menenangkan seorang perempuan dewasa menangis, harus dengan cara apa menghentikannya, tidak mungkinkan kalau dia salah ngomong.

Zhafira tersadar bahwa dihadapannya masih ada laki-laki itu, dengan cepat menghapus air matanya, pergi begitu saja tanpa permisi atau terimakasih.
Kenapa juga ia menangis dihadapan orang asing yang tak ia kenal bertemu baru hari ini, tapi dirinya malah menangis dihadapan laki-laki itu, pasti ia dikatakan perempuan cengeng oleh laki-laki itu.

Ahza hanya geleng-geleng sambil tersenyum, menurutnya perempuan tadi unik lebih tepatnya cengeng untuk kategori perempuan seumuran dia.

Jazakumullah Kher, telah baca, vote and komen.

UNTUKMU ZHAFIRA (Selesai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang