11. Untukmu Zhafira

16 3 0
                                    


Hari ini adalah hari rabu, hari yang bersejarah untuk Akram dan Zahra. Dekorasi bernuansa pastel menghiasi rumah Keluarga Khaidir.

Balutan kebaya putih dengan aksen manik-manik yang membikai indah, hari ini Zahra menjelma bak seorang bidadari.

Zahra diapit oleh Zhafira dan Umi Haliza yang tak jauh dibelakang Akram, Zahra menggenggam tangannya kuat, dirinya begitu gugup ketika Akram mengucapkan ijab qabul.

Khaidir menjabat tangan Akram dengan erat "Saya nikahkan engkau, dengan anak saya Azzahra dengan mahar seperangkat alat shalat."

"Saya terima nikahnya, Zahra Khaidir Arhab, dengan mahar dibayar tunai." ucap Akram dengan satu kali tarikan nafas.

"Bagaimana para saksi sah." kata penghulu.

"Sah." sahut serempak.

"Alhamdulillah." ucap semua orang.

"Barakallahu likulli wahidimmingkuma fii shahibihi wajam'a bainakuma fii khayrin."

Akram berpaling kebelakang dan meletakkan tangan kirinya
di atas ubun-ubun Zahra dan tangan kanannya mengaminkan doanya.

"Aamiin." ucap Zahra dalam hati.

Akram mencium kening Zahra dengan khidmat setelah itu Zahra mencium punggun tangan Akram dengan Khidmat.

"Alhamdullilah kalian sudah sah menjadi pasangan suami istri." Kata Abi Khaidir dan memeluk erat Zahra, kini Zahra bukan tanggung jawabnya lagi, melainkan tanggung jawab suaminya.

Umi Haliza ikut memeluk Zahra mereka bertiga berpelukan. "Nak Akram kamu gabung juga." ucap Abi Khaidir.
Akram mengangguk dan ikut masuk dalam pelukan.

Zhafira tersenyum sumringsih melihat interaksi mereka berempat. Dari kejauhan Salwa yang kebetulan melihat Zhafira memanggilnya dengan kode.
Zhafira yang mengerti ia perlahan beranjak pergi menghampiri Salwa. Sedangkan kedua orang tuanya dan sepasang kekasih halal baru, masih berpelukan erat.

"Zha temanin makan dong, yang lain pada belum makan." ajak Salwa, setelah meletakkan kado yang tak jauh dari pelaminan.

Zhafira mengangguk kebetulan banget dirinya juga ingin makan sedari tadi.

"Aku juga mau makan Wa, ya udah kita menuju prasmanan."

Zhafira dan Salwa berjalan menuju prasman, berbagai makanan tradisional tersaji di atas presmanan.

"Aku mau rendang aja soalnya udah lama ga pernah makan ini." kata Salwa sambil menyendokkan kedalam piring.

"Mau cicip semua juga boleh Wa." ucap Zhafira, yang berjalan menuju baki gulai kambing.

Seorang laki-laki berambut cepak potongan khas tentara menghampiri Zhafira.

"Assalamualaikum Zhafira." sapa Arhab dengan salam, ya laki-laki itu adalah Arhab laki-laki yang ia sukai dalam diam.

Salwa yang mengerti keadaan ia urungkan untuk mendekati Zhafira dan memilih pergi sendirian menuju meja makan.

Zhafira setengah kaget, kenapa laki-laki ini ada ditempat ini, ya jelas ada disini, karena diundang dan tetangga dekat dulunya.

"Wa'alaikum salam." sahut Zhafira, tersenyum paksa pada Arhab.

"Gimana kabarnya Fir?" tanya Arhab pada Zhafira.

Bolehkah Aku berkata jujur kalau hatiku tidak baik-baik saja. "Alhamdulillah baik." jawab Zhafira.

"Kamu sendiri!" ucap Zhafira, kenapa juga kata itu yang keluar dari mulutnya, ya jelas ia bahagia wong orang mau mirred.

Arhab mengangkat kedua bahunya keatas. "Ya beginilah suasana hati yang sedang berbunga-bunga." ucap Akram sumringsih.

Zhafira tertawa menanggapi ucapan Arhab, padahal dirinya sendiri tidak bisa membohongi dirinya.

"Eh Fir, gue toh sempat kaget gitu, ku Akram nikahnya sama Zahra sih padahal mereka berdua toh kaya tom dan jerry."

"Namanya juga takdir." tanggap Zhafira, seperti dirinya yang tak ditakdirkan bersama Arhab.

"Takdir kisah cinta kita, nih judulnya." canda Arhab.

Zhafira terdiam, benar apa yang dikatakan Arhab, Takdir kisah cinta, tapi bukan tentang kita, tapi tentang diriku yang menyukai dalam diam.

"Ya udah aku mau makan dulu ya Ar." kata Zhafira berlalu dari hadapan Arhab.

Zhafira menghampiri teman-temanya, dan duduk di sebelah Salwa.

"Siapa laki-laki itu Fir, gebetan lo? tanya Salwa.

"Sejak kapan Zhafira Khaidir Arhab, punya gebetan!" ucap Kayla.

Zhafira menggeleng, bukan gebetan, hanya saja tidan berani untuk mengatakan yang sejujurnya, bahwa aku mrncintainya. "Bukan lah, teman masa kecil." jawab Zhafira setelah itu menyendokkan gulai kambing kemulutnya.

"Jujur aja Fir, juga ga papa, ya kan!" ucap Haikal meminta persetujuan dari anak-anak yang lain.

"Iya Fir." kata Zen.

"Bukan siapa-siapa." kata Zhafira tegas.

Ahza berjalan menuju meja Zhafira dan teman-teman. "Assalamualaikum." ucap Ahza.

"Wa'alaikum salam." sahut semuanya.

Ahza masih berdiri dengan piring dan satu gelas air ditangannya masing-masing.

Kayla tersenyum sumringsih. "Boleh-boleh pak." kata Kayla.

"Wah Pak Ahza diundang juga." ucap Haikal.

"Iya." sahut Ahza.

Zhafira sebenarnya tau siapa laki-laki yang berada dihadapannya, tapi dia menyibukkan dirinya dengan makanannya.

"Jadi Pak Ahza ini beliau dosen difakultas kedokteran." jelas Haikal pada teman-temanya.

"Zen Akbar." ucap Zen memperkenalkan diri.

"Faiq Ramadhani."

"Saya Salwa Az-Zahra."

Tinggal Zhafira yang tidak memperkenalkan dirinya. "Aku duluan yah, takut umi cariin aku." kata Zhafira, tanpa menolehkan pandangannya pada Ahza.

Zhafira mengembuskan nafasnya kasar kenapa laki-laki itu ada disini. Batin Zhafira.

"Ya udah mari makan." kata Ahza, agar tak terasa canggung. Dirinya tau kalau perempuan itu menghindar dari dirinya.
Entahlah Ahza sendiri tidak tau apa yang mendominasi perempuan itu.

"Sebenarnya dia toh orang ya asik Pak, yah walaupun rada labil sih." ucap Kayla pada Ahza.

Ahza hanya tersenyum menanggapi ucapan Kalya. Ahza yang pandai menyesuaikan diri jadinya dia bisa ngobrol dengan siapa saja.

UNTUKMU ZHAFIRA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang