Cerita ini hanyalah fiktif belaka
kalau ada kesamaan nama dan tempat itu hanya kebetulan semata.Zhafira sekarang sedang berada di belakang rumah bersama dengan Tari karena ada tugas dari dosen.
"Fir jatuh cinta boleh, tapi lo ga usah segitunya juga." ucap disebelah Zhafira.
"Iya, udah terlanjur." sahut Zhafira.
"Lo harus bisa move on laki-laki ga cuma hanya dia aja Fir, ubah sikap bodoh lo." nasehat tari.
Apa ia dia terlihat bodoh selama ini, bodoh dalam urusan cinta. "Pedas banget sih kalau ngomong." sindir Zhafira.
"Ya lah gue ga sebaik cover kali." kata Tari.
"Makanya itu move on."
Zhafira mengangguk. "Lagi berusaha move on dari laki-laki yang pernah aku sukai." ucap Zhafira.
Tari orangnya suka ngomong blak-blakan tapi tergantung tempat dan situasi keadaan sih.
"Nah gitu dong Fir, Arhab yang udah mau mirred aja lo masih naruh cinta ama dia, emang mau jadi isteri kedua?" tanya Tari.
Ya tentu enggalah, keinginan untuk merebut suami orang aja dia ga ada niatan, apalagi menjadi isteri kedua
"Ya engga lah, ga ada niatan sama sekali." kata Zhafira spontan.
Tari berjalan menyusuri tanaman-tanaman Zhafira yang kebanyakan kaktus.
"Baru tau gue kalau lo pencinta tanaman juga, gue kira cuma suka sama bunga kering doang!"
"Ya dua-duannya lah, Aku suka." ucap Zhafira tersenyum sumringsih sambil memandang tanamannya padahal baru bulan-bulan ini ia mengkoleksi.
Zhafira mengkoleksi berbagai tanaman sekulen, karena perawatannya yang mudah, pasalnya jenis tanaman hias ini mampu menyimpan air pada batangnya sehingga volume air yang disimpan cukup besar dapat membantu tumbuhan hidup ditempat gersang.
Zoya masih menjadi pendengar yang baik, karena diantara mereka bertiga, Zoya lah yang paling dewasa dan anggun.
"Udah lebih baik kita kerjakan tugasnya tentang analisis data." ucap Zoya.
"Oke Bu." kata Tari.
-----------------------------------
Hari ini Ahza sedang mengajar difakultas kedokteran. Dengan kemeja cokelat dan celana katun hitam. Dosen yang ramah ketika diluar dan tegas saat didalam kelas."Assalamualaikum." ucap Ahza
"Wa'alaikum salam." sahut sebagian.
"Baik disini saya akan memberi pertanyaan dan siapa yang saya tunjuk dia harus menjawab, ini adalah tentang materi minggu lalu."
"Sebenarnya saya tak suka pengulangan,
tapi kalau tak diulang biasanya akan lupa." kata Ahza tegas."Saya akan kasih pertanyaan sesuai abjad absen."
"Airen kumala."
"Iya pak." kata Airen mengangkat tangannya.
"Sebutkan gejala apendincitis kronis?"
Airen berdiri dan menatap sekeliling setelah itu menjawab pertanyaan dari Ahza.
"Apendisitis kronis biasanya memiliki gejala yang ringan dibanding apendisitis akut, serangan selama 24-48 jam." jawab Airen.
Ahza menyandarkan punggunya pada meja, sambil menyimak jawaban dari Airen. "Ada tambahan." ucap Ahza.
"Tidak ada pak." kata Airen setelah itu duduk kembali.
Ahza, melipat kedua tanganya didada. "oke."
"Ada yang bisa menambahkan jawaban dari Airen."
"Saya pak." kata Dayu, sambil mengangkat tangannya.
"Silahkan." ucap Ahza.
"gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag di mana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut. Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada letak usus buntu itu sendiri terhadap usus besar. Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih dan mungkin ada gangguan berkemih. Sementara bila posisi usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak begitu spesifik." jelas Dayu.
Dayu adalah masiswi yang pintar dan cepat tanggap jadi wajar kalau dia bisa menjelaskan dengan santai tanpa terbata-bata.
Sesekali Ahza membenarkan ketika ada yang keliru. Dirinya bersyukur bisa membagi ilmu yang ia dapat.
-----------------------------------
Ahza telah memutuskan pergi kerumah abi Daffa untuk membicarakan tentang masalah perjodohan.
Ahza menekan bel rumah Abi Daffa, rumah minimalis dengan dua lantai. Didalamnya terdengar canda tawa dan kebahagiaan.
Pintu terbuka menampakkan perempuan paruh baya yang sedang menggendong seorang anak laki-laki berumur tiga tahun.
"Assalamualaikum." ucap Ahza.
"Wa'alaikum salam." sahut Fara.
Fara tentu senang Ahza datang kerumahnya. Walaupun bukan anaknya tapi ia juga ibunya.
"Siapa Bun." kata seorang perempuan berhijab merah muda mendekati Fara dan Ahza.
"Adikmu, Ahza." jelas Fara.
Tentu Fara tak mengenalinya, selama 20 tahun mereka berpisah, tidak ada kabar satu sama lain. Adik kaka yang terpisah selama itu, membuat jarak yang jauh diantara mereka berdua. Kadang Ahza selalu iri dengan kehidupan orang lain, mempunyai keluarga yang besar dan harmonis.
Ahza perlahan mendekati Ahza, dirinya memandang lekat Ahza, adiknya yang lebih tinggi dari dirinya, memang benar kalau ia dan Ahza terpisahkan oleh jarak.
Ahza begitu saja menubruk tubuh Ahza. Ahza yang tak siap hampir oleng kebelakang dirinya hanya diam, tanpa membalas pelukan Ahza, tak lama kemudian ia membalas pelukan Ahza.
Ahza ingin sekali marah kemana mereka pergi disaat dirinya butuh sandaran sekarang semuanya telah berubah, harapan-harapan itu hilang ditelan waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTUKMU ZHAFIRA (Selesai
RomantizmApa yang ditakdirkan untuk kita pasti terjadi dan apa yang tidak ditakdirkan untuk kita tidak akan terjadi, tetapi kita sebagai hambanya tentu berusaha untuk menggapai surganya. Ahza Aqila Paranaya, dia pernah jatuh cinta pada orang yang dia sukai...