09. Untukmu Zhafira

16 3 0
                                    


Anita sedang duduk ditaman bersama Ahza. Tidak ada yang memulai percakapan diantara mereka berdua.
Akhirnya Anita memutuskan untuk membuka pembicaraan.

"Za apa benar omonganmu semalam?" tanya Anita, takut-takut ia salah dengar atau Ahza akan menarik kata-katanya kembali.

Fokus mata Ahza tetap lurus kedepan. "Benar aku tak main-main dengan kata-kataku, lagi pula masih banyak laki-laki yang lebih baik dari diriku Anita." jelas Ahza pada Anita.

Anita terdiam sejenak, dirinya merangkai kata-kata yang cocok untuk dikatakan. "Tapi aku pengin kamu Za, kamu yang cocok dihati aku." ucap Anita tegas.

Ahza menghembuskan nafasnya, untuk merilekskan pikiranya. "Cobalah buka hatimu untuk orang lain Anita, masih ada yang berjuang untuk mendapatkan cintamu, aku tidak pantas untuk kau cintai jangan labuhkan hatimu pada orang yang salah, walaupun begitu kita masih bisa berteman Anita, maafkan aku Anita." jelas Ahza pada Anita agar paham dan mengerti bahwa ia tidak cocok untuk dicintai oleh Anita.

Anita sebisa mungkin menampilkan wajahnya seperti biasa-biasa saja, perempuan itu terlalu pandai menyimpan kesedihannya, siapa saja bisa tertipu dengan raut wajanya. "Baiklah kalau itu keputusanmu, berarti kita hanya sebatas teman dan patner kerja." kata Anita tersenyum ramah, setelah itu meninggalkan Ahza seorang diri dikursi.

Ahza tau betul kalau perempuan itu merasa terpukul dengan keputusannya, lagi pula itu hanya kilasan masa lalu yang belum terlalu mengenal cinta yang sebenarnya hanya sebatas kagum, tapi sekarang Ahza merasakan cinta yang sebenarnya, ia patut untuk memperjuangkan cintanya.

Zhafira berjalan melewati taman, lampu-lampu temaran menghiasi taman rumah sakit. Taman terlihat sepi tidak ada orang yang duduk dikursi, hanya seorang Ahza yang masih duduk dikursi.

Zhafira merasa was-was, diarea taman kenapa juga tadi ia berlama-lama dikantin, setelah itu memutuskan untuk lewat taman yang sepi. Lampu temaran yang tak sepenuhnya menerangi sedangkan handphone sedang kehabisan daya.

"Horor banget sih, takut." rengek Zhafira sambil mengusap pergelangan tangannya yang tertutup baju lengan panjang.

Pohon-pohon palem bergoyang-goyang, tiada angin tapi bergoyang-goyang. Pasti ada apa-apa.

Zhafira berjalan perlahan sembari menutup matanya, ia paling takut tentang hal yang ber bau horor.

Pohon itu kembali bergoyang-goyang.
Kini goyangannya semakin cepat. Zhafira berancang-ancang untuk kabur, dirinya menarik nafas perlahan setelah itu menghembuskannya.

Ahza berjalan dengan membawa cup kopi ditangan kanannya. Berjalan dengan arah yang berlawanan dengan Zhafira.

Bruk...

Zhafira tak sengaja menabrak tubuh Ahza, kopi itu tumpah pada kemeja navy Ahza.

"Duh, maaf-maaf mas ga sengaja." kata Zhafira menggit bibir bawahnya, berlari malah nabrak orang.

Ahza sedikit kaget, dengan cepat ia merubah mimik wajahnya dengan santai.
Zhafira melongo melihat Ahza laki-laki itu yang ia temui tempo hari itu. Seketika dirinya menunduk dan menggigit bibir bawahnya dalam, setelah melihat tatapan tajam Ahza.

"Maaf sekali lagi ga sengaja." ucap Zhafira getir.

Ahza menyapu bajunya yang basah dengan telapak tangan. "Iya gapapa, lain kali kalau lari lebih cepat lagi." ucap Ahza sedikit geram, setelah itu pergi begitu saja.

-----------------------------------

"Ahza Abi ingin mengatakan sesuatu hal yang penting!" kata Daffa.

Hal penting apa yang dimaksud, tidak mungkinkan kalau Abinya tiba-tiba ingin bagi warisan.

Daffa menarik nafasnya kembali, ia harus meyakinkan Ahza mau tidak mau ia harus menerima keputusan ini, ia telah meyiapkan mentalnya. "Ahza jangan marah setelah mendengar apa yang dikatakan Abi."

Ahza mengeryitkan dahinya, apa sebenarnya yang ingin dibahas.
Sungguh ia tak paham dan tak mengerti. "Tergantung Bi." kata Ahza.

"Sebenarnya Abi dan Umi telah menjodohkan mu dengan anak sahabat Umi." Kata Daffa dengan jujur.

Ahza kaget dengan apa yang diucapakan oleh Abinya, beginikah Abinya setelah lama pergi meninggalkannya lalu datang kembali dengan mengatur hidupnya.

"Abi tak salah bicara, kenapa tak jodohkan anak-anak Abi saja." kata Ahza tertawa sumbang.

Daffa hanya tenang, ia akan menerima apa saja yang akan Ahza katakan padanya. Mungkin benar ia adalah Abi yang buruk untuk Ahza.

"Kamu juga salah satu anak Abi." kata Daffa.

Ahza mengepalkan tangannya kuat. "Ini mutlak dari umi yang melahirkanmu, bukan umi sambungmu." Jelas Daffa pada Ahza agar tidak salah paham pada dirinya.

Lagi-lagi Ahza tertampar oleh kenyataan, dia telah salah sudah berprasangka buruk, apa pun keinginan dari uminya akan ia laksanakan.

"Abi tidak dusta dengan ucapan Abi, walaupun tidak ada bukti yang tertulis, Abi harap kamu menerima perjodohan ini."

"Assalamualaikum Abi, pamit pulang dulu nanti datanglah kerumah Abi setelah hatimu siap." kata Daffa pamit pada Ahza biarlah anak itu menenangkan dirinya, mungkin ia terlalu syok untuk mendengar kabar ini.

Ahza terdiam sambil mengusap wajahnya kasar, ia butuh waktu untuk menerima semua ini, untuk menenangkan hatinya yang sedang kalut.

Ia berjalan menuju kamarnya setelah itu mengambil kunci mobilnya.

Mpok Sara heran melihat tingkah laku Ahza yang tak seperti biasa, biasanya kalau ada masalahpun tak segitunya.

"Mau kemana Den?" tanya Mpok Sara.

"Mau keluar bentar Mpok ga lama." kata Ahza, tersenyum ramah pada Mpok Sara.

Mpok Sara tau betul kemana anak itu akan pergi. Dirinya dulu pernah mengikuti Ahza beberapa kali takutnya Ahza pergi ketempat yang salah, teryata anak itu pergi kekuburan uminya untuk melepas rindu, dengan buku yasin ditangannya. Setelah tau itu ia tak terlalu khawatir ketika Ahza pergi keluar rumah dengan keadaan yang kalut.





UNTUKMU ZHAFIRA (Selesai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang