19. Untukmu Zhafira

16 2 0
                                    

Embun-embun sisa air hujan masih menyisakan pada kaca jendela yang ditempati Zhafira dan Ahza. Ahza memandang keluar lewat jendela.

"Kamu tau kisah kelam hidup saya?" tanya Ahza pada Zhafira tanpa mengalihkan
pandangannya pada jendela.

Zhafira yang berdiri dibelakang enggan untuk mendekati Ahza, dirinya memilih kembali duduk dipinggiran ranjang.

"Tidak tau karena sebelumnya kita tak kenal." jawab Zhafira, emang benar dia tidak tau sisi terkelam apa yang pernah dialami oleh laki-laki itu.

Ahza menghembuskan nafasnya kasar, seharusnya ia tidak menanyakan hal itu.

Setelah mendengar hembusan nafas kasar dari Ahza, Zhafira mengangkat bicara karena sedari tadi tidak ada tanggapan dari jawabanya.

"Kalau mas Ahza mau cerita, cerita aja." ucap Zhafira hati-hati.

"Lupakan hal yang tadi." jawab Ahza lugas. Setelah mengatakan itu dirinya
pergi meninggalkan Zhafira yang masih terdiam diri dikasur ranjang.

________________________________

Ahza sedang menemani Daffa, duduk disisi ranjang menghadap pemandangan langit melalui jendela. Akhirnya hal yang dinantikan Daffa terwujud, ia bisa mengobrol leluasa dengan Ahza.

"Apa kamu benci Abi?" tanya Daffa, ia siap menerima jawabanya sekaligus itu menyakitkan.

Ahza menarik nafasnya dalam, memang ia dulu benci tapi medendam juga tidak ada gunanya.

"Dulunya Ahza sempat membenci Abi, tapi ketika Ahza semakin besar dan dewasa, Ahza menerima semuanya tidak ada gunanya untuk memendam." kata Ahza lirih, dulu bukan untuk dikenang hanya hal-hal tersulit dan tersuram dalam hidupnya, ia hanya berharap semoga anak-anak dan cucu-cucunya kelak tidak merasakan apa yang pernah ia rasakan.

Tak terasa air mata menetes dimata Daffa, sungguh ia bukan ayah yang baik buat Ahza. "Maafkan Abi nak, tidak ada di hal tersulit Ahza maupun hari bahagia Ahza." ucap Daffa sambil mengusap-ngusap punggung Ahza.

"Ahza memaafkan Abi, begitupun Ahza juga minta maaf karena pernah membenci Abi." Kata Ahza lirih, sisi terlemah Ahza akan muncul disaat dengan orang tersayang dan tercinta, yaitu keluarga.

Daffa kembali memandang langit melalui jendela, kini hatinya terasa damai tidak ada himpitan batu besar lagi yang mengganjal didadanya karena ia merasa tenang untuk pergi.

"Abi selalu memaafkan anak-anak Abi, kamu masih ingat ketika kamu berumur 6 tahun, meminta ayah untuk pergi kepelabuhan untuk melihat kapal besar."

"Kamu sangat suka ketika melihat kapal-kapal besar dipelabuhan, bahkan kamu juga bilang ingin jadi TNI AL seperti Abi." ucap Daffa tersenyum sumringsih.

Ahza hanya menangis, memang ia pernah bercita-cita seperti Abinya, tapi ketika Abinya pergi meninggalkannya ia gelap mata tentang semua hal dengan Abinya.
Tidak ada hal lagi yang menyangkut paut
dengan Abinya, satu hal yang baru ia ketahui ketika masih kuliah kedokteran teryata Abinyalah yang selalu mentransfer uang tiap 3 bulan sekali.

"Abi bangga dengan profesimu sekarang, seorang dokter." kata Daffa sambil mengusap punggung Ahza.

Aku tentu menyayangi Abi, hanya saja aku terlalu digelapkan oleh kebencian dan kekecewaan, tidak seharusnya seorang anak sepertiku membenci seseorang yang sangat berarti dihidupnya, seorang ayah adalah kekuataan untuk keluarganya sedangkan seorang ibu adalah kedamaian untuk anaknya, mereka berdua mempunyai peran yang sangat penting dalam ruang lingkup keluarganya.

"Boleh Abi memelukmu!" ijin Daffa.

Ahza mengusap air matanya setelah itu mengangguk. Daffa merentangkan tanganya diiringi dengan senyuman, Ahza masuk begitu saja kepelukan Daffa.

Azza yang melihat dari luar, masuk begitu saja dan ikut bergabung dalam pelukan Abi Daffa. Begitupun dengan
Sabil dan Sabiq bergabung kedalam pelukan Abi mereka.

Pelukan Abinya kian melemah, nafasnya tak lagi keluar, habislah sudah waktunya didunia.

wafat adalah seseorang yang sudah dikehendaki oleh Allah Swt. Kita sebagai manusia tidak dapat menghindari yang namanya azal atau kematian. Kematian itu misteri, bisa datang kapanpun, dimanapun, dan kepada siapapun. Di setiap detiknya azal selalu mengikuti maka dari itu kita tidak bisa lari kemana-kemana untuk menghindari dari azal atau kematian.

Tangisan pecah di kamar itu, bukan tangis bahagia maupun gembira melainkan tangisan kesedihan. Orang yang dicintai dan disayangi pergi meninggalkan mereka, untuk menuju akhir yang sesungguhnya.

Ahza ikhlas dengan kepergian Abinya walaupun dada ini sesak untuk melepaskan, tapi ia tenang dan damai ketika melihat wajah abinya tersenyum diakhir hayat, semua orang pasti sangat merasa kehilangan terutama bundanya, kakanya dan adik-adiknya. Tapi mereka-mereka selalu menghabiskan waktu luang bersama abinya sedangkan ia baru pagi ini teryata itu adalah perpisahan akhir yang begitu indah.

----------------------------------

"Mas mandi dulu." ucap Zhafira, mendekati Ahza yang masih menggunakan bayu koko putih serta sarung, dirinya terlihat acak-acakan dengan mata yang memerah.

Ahza berusaha tersenyum manis pada Zhafira. "Aku akan mandi sekarang." kata Ahza beranjak dari tempat duduknya melepas peci, setelah itu masuk kekamar mandi dengan handuk ditangan.

Tak lama Ahza keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih fres, dengan baju kaos lengan panjang serta celana trening panjang.

"Ekhem..." deham Ahza.

Zhafira yang menyadari suara Ahza, menyudahi berbalas chat dengan teman-temanya. Ahza duduk disebelah Zhafira mengikis jarak diantara mereka berdua.

Berakhir dengan Ahza, yang berbaring dipangkuan Zhafira. Zhafira mengelus rambut Ahza, menatap wajah Ahza dengan damai. Laki-laki kuat dan tegar yang pernah ia kenal.

UNTUKMU ZHAFIRA (Selesai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang