20. Untukmu Zhafira

20 2 0
                                    

Ahlan Wasahlan
Happy Reading

Ahza dan Zhafira sedang diperjalanan menuju rumah Ahza. Zhafira berdecak kagum bukankah ini rumah yang pernah ia kagumi dulu disaat mengantarkan surat undangan kakanya, teryata rumah panggung beratap dutch gamble berlantai dua adalah rumah Dokter Ahza.

"Nah kita udah sampai!" kata Ahza sambil melepaskan satlebetnya. Ia sedikit heran dengan tingkah Zhafira yang sedari tadi hanya memandang rumahnya.

Tanpa satu patah kata pun Zhafira keluar dari mobil menyusul Ahza. "Rumahnya besar banget!" decak Zhafira kagum. Tak ada sahutan dari Ahza sedikitpun.

Ahza membuka pintunya dengan kunci, setelah itu masuk kedalam disusul oleh Zhafira. "Mas Ahza tinggal sendiri?" tanya Zhafira.

"Engga." jawab Ahza.

Zhafira memandang kesekeliling tapi hanya terlihat sepi, tidak ada siapa pun. "Masa sih!" kata Zhafira.

Ahza mendudukan dirinya di kursi bar, sambil menuangkan air putih kedalam gelas. "Kan sama kamu tinggalnya." ucap Ahza, tak lupa mengedipkan sebelah matanya. Zhafira yang melihat tingkah Ahza merasa ngeri melihatnya.

________________________________

Zhafira berdecak kagum teryata kamar Ahza begitu rapi dengan cat dinding berwarna putih. Rumah ini semuanya bernuansa putih dengan gaya elegan.

Zhafira merapikan pakaiannya dan buku-buku kuliahnya. Setelah itu dirinya mandi dan berkemas, sedangkan Ahza sudah keluar dari kamar entah kemana perginya. Zhafira menuruni anak tangga menuju dapur yang terletak dilantai satu.  Dapur dengan gaya bar.

Ahza sedang sibuk didapur dengan apron berwarna navy. Zhafira mendekati Ahza yang sedang memasak. "Jago juga Mas masaknya, ku kira cuma jago pegang pisau bedah aja." kata Zhafira, setelah itu duduk melihat interaksi Ahza tanpa membantu dirinya.

"Dulu kan mondok dan tinggal diasrama, jadi udah biasa kalau hal kaya gini." kata Ahza, melepaskan apronnya dan menyendokkan nasi gorengnya kepiring.

Dua piring nasi goreng dengan telur ceplok tersaji diatas meja. "Mandiri ceritanya." ucap Zhafira. Teryata masakan Ahza enak, bahkan lebih enak dari nasi goreng buatannya.

-----------------------------------

"Saya harap kamu bisa terbuka dengan saya dan menerima saya sepenuhnya." kata Ahza pada Zhafira, yang berbaring membelakangi dirinya.

Zhafira membalikkan badanya menghadap Ahza memandang wajahnya dengan lekat. "Mas Ahza masih ragu dengan Zhafira?" tanya Zhafira, dirinya pikir ia hanya main-main dengan pernikahan, tentu ia menerima sepenuhnya diri Ahza, tapi ia juga perlu penyesuaian diri.

Ahza memandang langit-langit kamarnya yang berwarna putih. "Saya hanya tidak mau kamu terpaksa dengan pernikahan ini." jawab Ahza.

"Kalau saya terpaksa untuk apa menikahi Mas Ahza." ucap Zhafira jutek atau justru laki-laki itu yang terpaksa.

Ahza tersenyum sambil memandang langit-langit, syukurlah kalau semuanya tidak ada paksaan. "Alhamdulillah kalau kamu menerima pernikahan ini." senyum Ahza.

Ahza beranjak dari kasur menuju lemari dan mengganti bajunya, semua itu tentu tak terlewatkan oleh Zhafira. Tanpa sengaja Zhafira melihat luka dipunggung Ahza yang membentuk garis memanjang, pasti luka lama tapi bekasnya masih terlihat jelas, ketika Ahza selesai mengganti bajunya Zhafira kembali memejamkan matanya. Ia urungkan untuk bertanya lagi pula ini bukan waktu yang tepat. Karena dirinya paling anti untuk mengenang masalalu.

"Tidak...." teriak Ahza bangun dari tempat tidurnya dengan keringat membanjiri pelipisnya. Zhafira yang terusik dengan teriakan Ahza terbangun dari tidurnya.  Zhafira tentu kaget dengan suara teriakan yang begitu nyaring.

"Mas are you okay?" tanya Zhafira sambil menyudorkan air pada Ahza, yang masih berkeringat dingin.

Ahza menegok air yang diberikan oleh Zhafira. Mimpi buruk itu kembali datang minggu-minggu ini, dirinya udah lama tak mengkonsumsi obat untuk menghilangkan rasa trauma, tapi tramu itu udah berangsur menghilang dan sekarang ia kembali disaat dirinya mempunyai seorang isteri.

Zhafira mengusap peluh dengan telapak tangannya dipelipis Ahza, setelah itu membawa Ahza kedalam pelukannya. Ia tidak tau apa yang dimimpikan oleh Ahza, tapi dirinya yakin itu adalah bukan hanya sekedar mimpi buruk. Ahza merasakan tenang ketika berada dipelukan Zhafira, seperti hipnotis untuk dirinya. Ahza menghentikan pelukanya.

"Mas mau shalat tahajud." kata Ahza, menuju tempat wudhu yang bersebelahan dengan kamar mandi.

Aku tentu ihklas dengan semua apa yang terjadi dalam perjalanan hidupku, hanya saja mimpi itu kadang datang dengan sendirinya, tentang kecelakaan kereta api yang pernah kualami tentang diriku yang melihat jelas orang-orang yang terbujur kaku.

Zhafira menyendarkan tubuhnya, memandang Ahza yang sedang melaksanakan shalat tahajud. Ahza yang penuh misteri menurutnya, sekelam apa hidup Ahza dimasalalu, pikir Zhafira.

UNTUKMU ZHAFIRA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang