27

10 3 0
                                    

Alice membawa sekantung makanan cepat saji menuju ke apartemennya. Ia menatap sekelilingnya tak ada yang berubah meski satu tahun telah berlalu. Begitu ia masuk, ia langsung terbatuk karena seisi ruangan penuh dengan debu.

Ia meletakkan kantung makanannya, dan menuju ke kamarnya mengambil masker serta alat kebersihan punya mendiang kakaknya. Alice mulai membersihkan seluruh tempat itu sampai ia melupakan makanan yang tadi ia bawa. Butuh waktu lama untuk membuat tempat itu lumayan bersih, dan saat Alice hendak memakan makanannya—itu sudah dingin.

“Ed. Kalau kau sekarang ada di sini, apa kau akan membantuku,” gumam Alice, teringat mendiang kakaknya.

Setelah makan Alice pun mandi, ia membasuh tubuhnya, dan berendam di bathub sambil memikirkan rencananya ke depan. Syndicate memberinya tugas untuk kembali ke negara asalnya, Inggris guna menangkap seorang pengguna kekuatan yang meneror warga kota London.

Awalnya Alice ingin menolak, tapi Will memaksanya dengan alasan ia yang paling cocok untuk tugas ini. Alhasil Alice pun menerimanya walau dengan berat hati, karena harus kembali ke tempat ia kehilangan kakaknya.

Alice berendam cukup lama sampai ia merasa ngantuk, setelah mandi ia membasuh tubuhnya dan mengenakan kemeja milik kakaknya tanpa memakai dalaman, lalu tidur layaknya bayi.

*****

Di sebuah gang sempit seorang pria berambut pirang dengan pakaian kelinci tengah menggali sebuah jalan menggunakan beliung logam di tangannya. Tingkah anehnya itu menarik perhatian para tunawisma yang berkeliaran di sekitar tempat itu, tapi tak ada di antara mereka yang berani untuk mengganggunya.

“Sial! Di sini juga tidak ada,” decih pria berpakaian kelinci, ia menghentikan aktivitasnya dan bergerak pergi mencari tempat untuk digali.

Pria itu terus melakukannya berulang-ulang sampai seisi gang penuh lubang terbuka. Ia baru berhenti melakukan aksinya saat polisi setempat datang karena mendengar laporan warga tentang orang mencurigakan.

“Aaaaaaa! Tidak lagi!” seru pria itu sambil berlari dengan beliung ditangannya.

Dua orang polisi mengejar di belakangnya, tapi stamina pria itu menyelamatkannya dari kejaran mereka. Ia sampai di sebuah gang sempit, dan tersandung oleh sesuatu. Saat ia menoleh sesosok mayat wanita dengan mulut menganga berada tepat di belakangnya.

“Aaaaaaa!” Pria itu berteriak, dan bersamaan dengan itu polisi yang sejak tadi mengejarnya telah tiba.

Dua polisi itu langsung menodongkan senjatanya ke arah pria itu, dan menyuruhnya tiarap. Mereka menuduh pria berpakaian kelinci telah membunuh wanita itu, dan berspekulasi kalau ia adalah pembunuh berantai yang selama ini dicari oleh polisi London.

“Jangan bergerak! Dan menyerahlah!” seru polisi sambil membidik tepat ke arah punggung pria berpakaian kelinci.
Pria berpakaian kelinci itu meludah, ia menyalahkan kesialannya karena selalu membawa situasi buruk untuknya. Ia mengangkat tangannya, dan berbalik manatap dua polisi yang tengah bersiaga itu.

“Jamming: Move!”

Dalam satu kedipan mata posisinya dan dua polisi itu bertukar, memanfaatkan kebingungan polisi—pria berpakaian kelinci berlari kabur. Polisi menembakkan pistolnya tapi, pria itu keburu kabur menggunakan kekuatannya.

Kegaduhan terjadi di seluruh Inggris keesokan paginya, sosok yang diduga pembunuh berantai yang menghabisi nyawa 11 orang telah terungkap. Sketsa penampilan pria itu mirip dengan Talker, pria berpakaian kelinci yang selalu menggali jalanan tiap malam.
Tentu saja hal itu membuat gaduh agensi tempat Talker bekerja, bosnya yang seorang konglomerat menanyainya perihal wajahnya yang tengah viral itu.

“Bu-bukan aku, Tuan. Mereka mengada-ada,” bela Talker.

“Bisa kau jelaskan yang terjadi tadi malam? Biar aku tahu, kenapa semua ini bisa terjadi,” selidik Bell, Bos Talker.

Talker pun menceritakan tentang salah paham yang terjadi karena ia menemukan mayat wanita, Bella hanya mengangguk-angguk memaklumi ketidak beruntungan Talker.

“Ini bisa jadi masalah, kau bisa mencoreng namaku di hadapan Ratu. Segera selesaikan kesalahan pahaman yang terjadi, dan temukan berlian itu!” kata Bell menegaskan.

Talker mengangguk dan mohon undur diri dari hadapan Bell. Saat Talker pergi, Bell kembali melihat koran paginya. Hampir di setiap koran yang ia baca, berita utamanya selalu tentang pembunuh berantai itu.

“Kuharap Ratu melakukan menanggapinya. Ini tak bisa dibiarkan, sebagai seorang Watchdog—aku tak bisa membiarkan hal seperti ini terjadi.”

*****

Alice bertemu dengan agen dari Syndicate di sebuah cafe, agen itu menyerahkan semua laporan penyelidikannya tentang pembunuh berantai. Alice membaca tiap lembar laporan itu, dan menanyakan kesamaan tiap korban.

“Semuanya adalah wanita, sepertinya pembunuh kita ini adalah penggemar Jack The Ripper.” Jelas agen tersebut.

“Siapa pun dia seleranya buruk, semua wanita ini bukanlah perempuan baik-baik. Wanita penghibur, cewe matre, penipu, penggelao dana perusahaan. Apakah ini suatu kebetulan? ”

“Maksud anda?”

“Kau tahu, tak mungkin orang biasa bisa tahu kasus wanita-wanita ini. Mereka tak dibunuh secara acak melainkan dibunuh karena kasus yang mereka hadapi. Pelakunya pasti orang yang tahu tentang kasus mereka, polisi, jaksa, atau penegak hukum lain—bisa jadi?”

Agen itu kembali memerikasa laporannya, dan sadar kalau apa yang dikatakan Alice itu benar.

“Anda benar, Nona. Baiklah, kami akan mencari tahu lebih dalam lagi. Setelah kami menemukannya, akan kami kabari,” ucap agen itu, lalu pergi sambil membayar makanannya serta Alice.

“Hei, kau tak perlu....” protes Alice saat tahu, agen itu membayar makanannya.

“Tak masalah, Nona. Anggap saja ini hadiah karena kau telah membantu kami,” balas agen itu lalu pergi dengan tas penuh kertas.

Alice menatap Parfait di depannya yang mulai mencair, dan mulai melahapnya dengan pelan. Saat ia tengah menikmati Parfaitnya, seorang pria berambut pirang yang disisir rapi duduk di kursi di depannya. Pria itu menyapa Alice dengan meletakkan jam tangan di meja Alice.

“Lama tak bertemu, Alice. Tak kusangka kau akan kembali kemari,” kata pria itu sambil tersenyum.

Alice terkejut melihat Bell yang ada di depannya, dan lebih terkejut lagi saat tahu jam tangan kakaknya yang hilang ada di tangan Bell.

“Bell. Kau. Dari mana kau dapat ini!?” tanya Alice sembari meraih jam tangan di meja.

“Kalau kau ingin tahu, ikutlah denganku. Sudah saatnya kau tahu tentang kakakmu dan juga keluargamu. Aku dengar kekuatanmu bangkit, apa sekarang kau juga seorang pengguna kekuatan hebat seperti kakakmu?”

“Bell. Aku pernah dengar kakakku pernah bekerja untukmu, tapi tak kusangka kau juga tahu kalau Ed adalah seorang pengguna kekuatan.”

“Jangan remehkan kami, Alice. Bukan hanya Ratu Belanda yang menanggap serius tentang pengguna kekuatan, Ratu Inggris juga berpikir sama. Tapi di antara semuanya, kau malah memilih untuk bekerja untuk Ratu Belanda.”

“Diamlah! Kau sendiri sudah tahu alasannya, dasar penjilat.”

Bell tertawa.

“Hahaha, lucu sekali—hanya karena kau tak ingin menikah denganku—kau sampai rela melepas status bangsawanmu. Padahal pamanmu sudah setuju dengan perjodohan kita.”

“Dia hanya satu nama belakang denganku, bukan berarti dia keluargaku. Aku tak pernah tertarik dengan kehidupan dikalangan bangsawan.”

Syndicate [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang