7

22 2 0
                                    

Bayu berusaha kabur dari cengkraman Jessica dengan cara menggigitnya, ia terus mencakar Jessica hingga membuatnya melempar tubuh kecilnya ke lantai. Bayu memuntahkan darah dari moncongnya saat sebuah tendangan kasar menghantam perutnya.

"Dasar kucing tak tahu diri, aku akan memberimu hukuman," kata Jessica sembari mengangkat kucing Bayu di tengkuknya.

Bayu kesulitan bergerak, sekarang ia tahu kalau melakukan itu pada tubuh kucing sangat tidak nyaman. Bayu mengeram sambil mencakar-cakar ketika Jessica meraih ekornya, dan membantingnya ke atas dan bawah.
Bayu mengeong kesakitan, rusuknya retak saking kerasnya hantaman dengan lantai.

Bayu sekarat, Jessica yang sudah bosan lalu membuangnya ke tempat sampah. Bayu berjuang melawan maut dengan organ yang porak poranda. Ia mencoba menggunakan Aquamarine dengan sisa energinya, dan berhasil—meski lebih kecil ketimbang saat berwujud manusia.

Rasa sakit yang ia alami membuatnya teringat tentang keputusasaan dirinya saat terombang-ambing oleh ombak laut. Saat itu seluruh tubuh Bayu luruh menjadi air, dan tubuhnya kembali utuh saat terseret ke tepi pantai—mungkin saja kalau ia  bisa melakukannya—tubuhnya akan kembali seperti semula.

'Bagaimana...' batin Bayu yang lupa cara untuk melarutkan tubuhnya sendiri.

Yang Bayu ingat hanyalah sensasi tenang dalam air beriak-riak. Ia pun terpikir sesuatu, segera ia hempaskan badannya hingga membuat tong sampah terjatuh, dan bergerak dengan empat kaki barunya yang rapuh mencari sumber air.

Jessica sudah pergi, tak ada seorang pun di tempat itu kecuali dirinya yang sekarat. Ia berharap seorang akan menolongnya, dan membawanya ke tempat sumber air.

"Meong! Meong?! Meong!"

Bayu mengeong meminta bantuan, tak berapa lama seorang wanita gemuk bercelemek datang menolongnya. Perempuan itu mendekap Bayu seperti anaknya sendiri, dan memanggil teman-temannya untuk meminta pertolongan.

"Astaga! Orang jahat mana yang melakukan hal kejam ini padanya!"

"Sialan! Beraninya menyiksa binatang, kalau ketemu akan kupukul kepalanya."

"Ia masih hidup, lebih baik kita basuh lukanya. Kasian banget Meong-Meong cup-cup-cup."

Bayu cukup bersyukur dirinya berubah menjadi kucing, kalau saja dirinya berubah menjadi makhluk lain mungkin perlakuannya tak akan seperti ini.

Negara ini terlalu mencintai kucing, tak perduli apa pun yang dilakukannya mereka akan tetap menyayanginya seperti anaknya sendiri.

Bayu berhasil mendapatkan air, orang-orang ini sangat terlatih dalam membasuh lukanya. Sejenak Bayu merasakan tubuhnya menjadi aneh saat bertubrukan dengan air yang mengalir deras. Ia melihat genangan air cuci piring yang belum terbuang di sampingnya, dan menatap sekelilingnya.

'Ini sebuah pertaruhan, tapi kalau tidak kulakukan sekarang, aku tak yakin kesempatan ini akan datang lagi.' batin Bayu, lalu nekat terjun ke dalam genangan air cucian.

'AQUAMARINE!'

Secara ajaib air itu melarutkan tubuhnya menjadi cairan biru, tentu saja hal itu membuat para penolongnya berteriak kaget. Bayu memanfaatkan kepanikan mereka untuk membuka penyumbat saluran air, dan melarikan diri dalam bentuk cairan.

Bayu tak bisa mengendalikan dirinya yang terseret oleh arus, dan berakhir masuk ke kali di dekat restoran. Bayu berkonsentrasi untuk mengumpulkan bagian tubuhnya yang mencair, dan memadatkannya kembali ke wujud manusianya.

"Berhasil! Aku berhasil!" serunya saat berhasil kembali menjadi manusia.
Orang-orang sekitar yang melihatnya keluar dari kali mereka jijik padanya, apalagi Bayu keluar dengan telanjang di malam yang sibuk itu. Bayu yang sadar ada yang salah dengan udara dingin di tempat itu, segera menutup auratnya dengan tangan.

"Sial! Kenapa pakaianku tak berubah!? Aaaaa!"

Bayu berlari mencari tempat persembunyian saat orang-orang menertawakannya.

*****

Perlahan Nico membuka pintu ruang kerja Reza, saat sebuah hantaman kursi lipat telah menunggunya. Nico sedikit terkejut tapi bisa menahannya dengan cairan hitam keras yang keluar dari tubuhnya.

Reza terkejut, dan mundur beberapa langkah kebelakang. Ia berusaha mengenali pria gempal di depannya ini, dan teringat pada kelompok tak sopan yang terus memaksanya untuk menyewakan kapal pada mereka.

"Apa maumu!? Susah kubilang pada Bosmu, kalau aku tak mau memberi satu pun kapal ku yang berharga padannya," kata Reza sambil bergerak perlahan mendekati meja kerjanya.

"Dewata tak mengenal penolakan, jika kau menolak tawaran kami sama artinya kau menyangkal keberadaan kami. Andai saja kau menerima tawaran kami lebih cepat, kau pasti tak akan berakhir di tanganku," kata Nico sembari mengeluarkan  cairan hitam dari ujung jarinya.

Reza yang telah lebih dulu mencapai mejanya, mengambil kesempatan untuk mengambil sebuah pistol yang ia selipkan di bawah mejanya. Tanpa ragu, Reza menembak Nico sebanyak 5 kaki, namun semua peluru dimentalkan oleh cairan hitam yang melindunginya.

"Signature; The Hand!"

Kertas-kertas berterbangan saat sebuah tangan raksasa yang muncul entah dari mana mengcengram tubuh Reza ke dinding. Reza mengenali dengan jelas bau yang keluar dari benda itu, dan berusaha menembakinya dengan pistol di tangan kanannya.

"Melawan pun percuma, kau hanya akan membuat kematianmu semakin menyakitkan," kata Nico seraya menggerakkan tangan raksasa itu untuk melemparkan Reza keluar dari ruangannya.

Reza jatuh tepat di atas meja kaca di samping putrinya yang di sekap, ia terkejut sekaligus marah menyadari kondisi putrinya. Ia berusaha berdiri meski serpihan beling tertancap rapi di punggungnya.

"Lepaskan putriku!? Dasar pengecut!" seru Reza sambil mengarahkan senjata ke arah Nico yang berjalan santai keluar dari ruangannya.

"Ayahhhh.... Kumohon.... Hentikan....." pinta Ayu pada Reza yang memaksakan diri untuk terlihat kuat di depannya.

Nico tertawa, "Hahahahha. Kau cukup tangguh Pak Juragan, sepertinya akan menyenangkan menyiksamu di depan putrimu."

"Kau tak akan bis---"

Belum sempat Reza menyelesaikan ucapannya, tubuhnya terseruduk oleh sebuah tangan hitam raksasa yang tadi melemparnya. Nico datang bersama tangan itu, dan menendang wajahnya hingga membuat senjata di tangan Reza terjatuh.

Pemandangan mengerikan terjadi di depan mata Ayu, Nico dengan beringas menghajar Reza hingga babak belur. Anak mana yang tak akan sakit hati jika melihat orangtuanya di sakiti sampai seperti itu di depannya. Ayu hanya bisa menangis dengan  mulut di bekap benda hitam. Ia mengutuk kelemahan dirinya yang tak bisa berbuat apa-apa untuk menolong Reza.

Merasa cukup dengan Reza, Nico lalu menyeret tubuh penuh darah, dan lukanya ke hadapan putrinya. Ayu tak bisa menahan tangis melihat kondisi ayahnya yang parah. Kalau ia bisa bersuara, ia akan memohon pada Nico untuk melepaskan ayahnya dengan semua yang ia punya.

"Ay-Ayuu. Tersenyum lah... Ayah akan baik-baik saja," kata Reza menguatkan mental Ayu yang melemah karenanya.
Seakan tak peduli dengan kasih tulus ayah dan anak itu, Nico mengambil pistol yang di jatuhkan Reza. Ia terpikir sebuah rencana jahat menggunakan pistol itu. Ia pun mendekati Reza, dan menodongkan pistol itu ke kepalanya.

Ayu berteriak, meronta, menjerit, dan memaki saat Nico mengetuk kepala ayahnya dengan pistolnya.

"Hei, aku punya quiz untukmu. Jika kau benar aku akan melepaskan ayahmu, tapi jika kau salah aku akan membunuhnya tepat di depan mukamu," kata Nico sembari melepaskan bekapan mulut Ayu dengan satu jarinya.

Ayu memaki, dan berteriak padanya saat mulutnya terlepas  dari bekapannya. Nico tak menanggapinya, dan lansung memberikan pertanyaan padanya.

"Apa yang ada di ujung langit?" tanya Nico sembari bersiap menarik pelatuknya.

Ayu begitu panik, ia tak sempat berpikir lagi, dan menjawab dengan penuh air mata.

"Su-surga....."

Reza terseyum sedih, memikirkan Ayu di masa depan. Ia ingin melihat Ayu tumbuh lebih lama lagi, sebagai orang tua kebahagiaan terbesar adalah melihat anaknya tumbuh.

"Hahahhaha! Kau benar, Ayahmu akan segera pergi ke sana. Sayang sekali jawabanmu salah," kata Nico sambil menarik pelatuk di pistolnya dengan santai.

Doooorrr!

Syndicate [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang