44

10 2 0
                                    

Bell berhasil menyusul Isla dan menangkap tangannya, Isla terus berontak membuat Bell terpaksa menggunakan kekuatannya untuk menidurkan Isla. Di belakang mereka Charlotte yang rambutnya berubah memutih akhirnya menyusul mereka, penampilan Charlotte membuat Bell terkejut.

“Apa kau gadis yang tadi? Kenapa kau mengejar kami?” tanya Bell sedikit curiga serta waspada menghadapi Charlotte yang berambut putih.

“Sebelum menjawab pertanyaanmu bolehkah aku bertanya, kekasihmu itu.... Apa yang kau lakukan padanya sampai membuatnya tak sadarkan diri seperti itu?” tanya Charlotte sambil mengamati gerak-gerik mencurigakan Bell.

Bell diam tak bersuara, pelan-pelan menggunakan kekuatannya pada Charlotte.

“Lullaby: Sweet Dream.”

Mata Charlotte menjadi berat, pandangannya memudar, dan saat ia berkedip pandangan di sekitarnya telah berganti menjadi sebuah ruangan luas dengan keramik putih. Isla menghilang menyisakan Bell seorang yang berada di hadapannya.

“Siapa sebenarnya kau? Apa kau seorang pengguna kekuatan?” tanya Bell.

Charlotte menatap sekelilingnya, ujung ruangan tak terlihat—sepertinya ia tengah berada dalam suatu domain tanpa jalan keluar. Charlotte bersiaga, ia mengambil nunchaku dari balik pakaiannya—tapi benda itu tak ada.

“Hilang!? Sejak kapan,” gumam Charlotte yang merasa selalu membawa nunchakunya ke mana pun ia pergi.

Bell menanti jawaban Charlotte tapi ia mengabaikannya, Bell pun sepihak menyimpulkan kalau Charlotte adalah musuh.

“Lullaby: Nightmare!”

Sosok Bell menghilang tertiup angin, dan ruangan berlantai keramik putih pun bergetar. Dari setiap sisi ratusan monster bertanduk muncul dengan senjata-senjata besar. Jumlah mereka ada ribuan, dan semuanya berwujud menyerupai iblis yang ada dalam setiap film fantasi.

“Grrraaaaaa!”

Pasukan iblis berteriak sembari berlari menyerang Charlotte, tak punya pilihan Charlotte pun menghadapi mereka sambil susah payah menghindar dari senjata-senjatanya. Menggunakan tubuh yang telah diperkuat menggunakan Dopping dari Bloody Mary, Charlotte melompat dari satu iblis ke iblis yang lain.

Ia mempertajam matanya mencari keberadaan Bell namun tak ia temukan, aksinya terhenti saat belasan anak panah di tembakkan ke arahnya. Punggung dan kakinya terpanah tapi ia segera mencabutnya, Charlotte memukul salah satu iblis hingga kepalanya penyok, dan mengambil tombaknya.

Kini ia telah dikepung oleh para iblis yang membentuk formasi lingkaran, Charlotte dengan lihai menusuk mereka menggunakan tombaknya, dan terus mengempaskan setiap iblis yang datang mendekatinya.

Semakin lama waktu berjalan iblis-iblis itu semakin beringas, mereka bahkan rela menjadi perisai daging agar teman-temannya bisa melukai Charlotte.

Menghadapi serangan yang tak kunjung reda, Charlotte kembali melompat tapi begitu ia terbang puluhan anak panah melesat menembus tubuhnya.
Ia kembali jatuh dengan belasan panah tertusuk di tubuhnya. Di bawah Charlotte telah menunggu puluhan iblis yang menghujamkan tombaknya tepat ke arah jatuhnya Charlotte.

“Arrrggghhhh!”

Charlotte berteriak keras saat belasan tombak menusuk tubuhnya, darah muncrat dengan derasnya bersama Charlotte yang jatuh. Para iblis tak berhenti sampai di situ, mereka secara bergantian menusuk Charlotte yang tak berdaya, dan membunuhnya dengan cara paling menyakitkan.

*****

Charlotte tersadar saat guru menepuk kepalanya dengan lipatan buku, teman kelasnya menahan tawa dan memalingkan muka. Guru itu memarahinya yang tertidur saat pelajaran, dan menghukumnya untuk berdiri dengan satu kaki di luar ruangan.

Ia hanya seorang diri, berdiri di Koridor dengan satu kaki tanpa seorang pun yang peduli. Charlotte selalu merasa kesepian saat ia kecil, tak ada yang berani untuk berteman dengannya karena statusnya.

Ia selalu sendirian saat teman-temannya membicarakan sesuatu, Charlotte hanya bisa mendengarnya secara diam-diam. Setiap pulang sekolah dua orang berdasi dengan badan berotot selalu menjemputnya.

“Kalau saja aku punya teman,” gumam Charlotte kecil saat bosan bermain rumah-rumahan sendirian bersama boneka miniaturnya.

Charlotte menatap keluar jendela di mana para pelayan mengasuh adik laki-lakinya yang masih kecil. Ia merasa sedikit iri pada adiknya yang selalu diperhatikan oleh para pelayan dan semua orang.

Charlotte kembali ke kamarnya, dan tertidur sambil memimpikan teman khayalannya. Saat itu Charlotte bermimpi bertemu dengan seorang wanita cantik bermata merah ruby, wanita itu bermain dengan Charlotte di dalam mimpinya, dan saat terbangun Charlotte tersadar kalau rambutnya memutih.

‘Selamat pagi Charlotte....’

Sebuah suara seorang laki-laki keluar dari dalam kepalanya, Charlotte yang ketakutan segera memberitahu kedua orang tuanya tapi tak ada yang percaya. Makin hari suara itu semakin sering terdengar di kepala Charlotte, hal itu membuat Charlotte sangat ketakutan setiap hari saat suara itu muncul.

Charlotte mulai sering ngemil, dan tidur untuk menghilangkan rasa takutnya, lama kelamaan semua itu menjadi kebiasaannya sampai saat ini. Rambut Charlotte terus berubah-ubah dari hari ke hari bersamaan dengan suara yang muncul di dalam kepalanya.

Setelah setahun, akhirnya Charlotte terbiasa dengan suara di dalam kepalanya itu dan tak mengindahkannya. Kehidupannya kembali normal, tapi tetap tak punya teman. Hingga suatu ketika saat les piano, guru lesnya membuat Charlotte marah.

Charlotte tak ingat alasan kenapa ia sangat marah pada gurunya itu, tapi tau-tau ketika sadar—seluruh ruangan telah porak-poranda. Hal itu membuat terkejut semua orang, beberapa orang yang tahu akan kejadian sebenarnya menjadi takut pada Charlotte.

Kesendirian semakin menyukai Charlotte, orang-orang bahkan kedua orang tuanya sendiri menjauhinya. Sampai suatu ketika seorang psikolog teman neneknya datang untuk membantunya.

“Perkenalkan, Tuan Putri. Aku Willbert Linthorst, mulai sekarang aku akan jadi pendamping mentalmu,” ucap psikolog itu memperkenalkan diri.

Pada hari itulah kali pertama Charlotte akhirnya mendapatkan seorang teman.

*****

“Aaaaaaaa!”

Charlotte dipaksa bangun oleh seorang pria berambut putih dengan tampilan persis seperti dirinya.

“Lama sekali kau bangun, apa yang kau impikan?” tanya pria itu sambil mengulurkan tangannya untuk membantu Charlotte berdiri.

Charlotte sangat terkejut ketika menyadari pria yang berada di depannya itu adalah White. Bukannya cuma keberadaan White yang membuatnya terkejut, luka yang ada di tubuhnya pun semuanya telah hilang—seperti pertarungan itu tak pernah terjadi.

“White? Kenapa kau bisa ada di sini? Apa yang telah terjadi!?” tanya Charlotte ketika melihat sekelilingnya telah berubah menjadi sebuah taman bunga tulip yang tengah mekar.

“Kenapa? Ya karena semua ini tak benar-benar nyata, baik aku maupun kau—kita semua hanya representasi dari diri kita di dunia nyata,” jawab White.

“Representasi?”

“Benar, tubuh yang kita gunakan saat ini hanya lah tubuh astral. Kita berdua sekarang tengah bermimpi akibat kekuatan pemuda itu.”

“Mimpi!? Jadi karena itu semuanya terasa aneh.”

Charlotte mulai bisa menerima apa yang terjadi padanya, luka di tubuhnya yang menghilang adalah bukti kalau semua yang telah dialaminya tak benar-benar nyata.

“Tunggu, tapi di mana kita?” ucap Alice ketika sadar kalau tak ada tanda-tanda keberadaan Bell di taman itu.

“Ini domain mimpiku, aku menciptakan mimpi baru di dalam domain mimpi miliknya. Ini cukup ampuh, tapi tak akan bertahan lama,” jawab White yang tiba-tiba saja memunculkan sebuah pedang dari udara di sekitarnya. “Kau juga bersiaplah, dan jangan menghambatku.”

Charlotte terdiam, dan tersenyum dengan perasaan bahagia.

“White kau.... Terima kasih karena telah menolongku sekali lagi.”

White memutar lehernya, dan menatap Charlotte.

“Dari pada berterima kasih, lebih baik kah segera bersiap. Karena sebenarnya lagi domain ini akan hancur, cepat ambil nunchakumu!”

“Tapi bagaimana? Ini dunia mimpi, dan aku tak membawa satu pun senjata.”

“Gunakan keinginanmu untuk menciptakan benda. Kau tahu Lucid Dream? Kondisi itu bisa kau manfaat untuk menciptakan nunchaku favoritmu itu.”




Syndicate [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang