46

12 2 0
                                    

Alice, Charlotte, dan Elizabeth III keluar dari kaca etalase sebuah toko secara tiba-tiba. Pasangan yang sedang bermesraan di depan toko berteriak, dan lari—mengira kalau mereka adalah hantu. Elizabeth III melihat sekitar, jalanan sangat sepi dan tak ada kendaraan yang berlalu lalang.

“Yang Mulia, biarkan kami mengantarmu kembali ke kendaraan anda,” tawar Alice, merasa tak bisa membiarkan Elizabeth III berjalan sendirian.

“Dengan senang hati, gadis muda.” ungkap Elizabeth III, lalu menuntun dua gadis itu berjalan bersamanya.

Elizabeth III memarkirkan mobilnya di sebuah hotel yang terletak tak jauh dari stadium. Pemilik hotel adalah kenalan lamanya, dan ia pun dengan senang hati meminjamkan mobilnya untuk Elizabeth III supaya tak menarik perhatian.

Dengan Arthur sebagai supirnya Elizabeth III menggunakan mobil kenalannya itu untuk pergi ke stadium.
Ketika ia sampai di hotel itu suasananya sangat sepi, Alice dan Charlotte kebingungan ketika pertama kali masuk ke dalam hotel. Tak ada seorang pun terlihat menyambut mereka, baik itu resepsionis maupun tamu hotel.

“Alice kau merasa ada yang janggal?” tanya Charlotte sembari melirik Alice.

“Kau juga? Kau benar tempat ini terlalu sepi untuk ukuran sebuah hotel,” balas Alice sembari menyentuh pisau yang ia sembunyikan di balik pakaiannya.

Ketika ketiganya tengah kebingungan, sebuah kepakkan sayap lembut terdengar di belakang mereka. Mereka tak bisa bergerak saat kepakkan sayap itu melewati mereka, dan merangkul Elizabeth III. Pandangan Alice dan Charlotte terbelalak saat mendapati sosok seorang perempuan bertopeng dengan sepasang sayap di pundaknya muncul merangkul Elizabeth III.

“Siapa kau!? Sejak kapan!?” seru Alice dengan panik saat melihat Elizabeth III di bungkus oleh sayap perempuan itu.

Perempuan itu tersenyum dari balik topengnya, dan kembali mengepakkan sayapnya. Ketika dua sayap itu terbuka, sosok Elizabeth III hilang dari pandangan.

“Yang Mulia!!!!!” teriak Alice.

Ia menarik dua pisaunya, dan ingin menyerang perempuan bersayap. Tapi sebuah tendangan horizontal menghempaskan tubuhnya hingga menabrak dinding hotel. Sosok yang menendangnya itu adalah seorang pria paruh baya dengan pakaian compang-camping.

“Beatles: Get Back!”

Pria itu tak lain adalah Tucker yang baru saja berduel melawan Garren beberapa saat lalu. Tucker lalu berbalik menyerang Charlotte yang ingin meraih perempuan bersayap, ia dan Charlotte beradu hantam. Charlotte yang telah menggunakan Marie Antoinette tak dapat mengimbangi Tucker, hingga membuatnya terpental seperti Alice.

“Black Butler, habisi dua orang itu. Aku dan Ratu akan pergi ke tempat itu. Dia akan segera datang, segera habisi mereka dan susul diriku,” kata perempuan bersayap, sembari mengepakkan dua sayapnya untuk terbang.

“Tak akan kubiarkan!” seru Alice sambil melempar pisau di tangannya, tapi ketika pisau itu menabrak sayapnya—pisau itu malah hancur.

Alice dan Charlotte terkejut, melihat kuatnya sayap perempuan itu. Mereka ingin mengejarnya tapi terus dihalangi Tucker, alhasil perempuan itu terbang keluar dari hotel bersama hilangnya Elizabeth III.

“Tidaaakkkk!”

Alice dan Charlotte panik, mereka berdua dengan membabi buta menyerang Tucker yang terus menghalangi mereka. Alice dengan pisaunya sementara Charlotte dengan nunchakunya. Serangan mereka kena telak tapi Tucker tak bergeming, ia membiarkan tubuhnya dilukai dan memukul Alice dan Charlotte dengan tangan kosong.

“Beatles: Hey Jude!”

Tak ingin membuang waktu, Tucker menggunakan perubahan jenglotnya. Tubuhnya mengurus sampai tersisa tulang, dan rambutnya memanjang sampai ke kaki.

Tucker menyerang Alice dan Charlotte dengan brutal, tak peduli mereka perempuan—Tucker menghajar mereka tanpa ampun. Wajah Alice babak belur, beberapa tulang rusuknya patah. Sementara Charlotte bahkan lebih parah, tangan kanannya bengkok karena menahan tendangan Tucker, giginya rontok, dan rambutnya berantakan karena sering menyentuh tanah.

“Hentikan! Hen.... Ti.... Kan....,” ricau Alice yang tengkurap dengan wajah penuh luka ketika melihat Tucker berusaha mencekik Charlotte sampai mati.

Charlotte merintih semakin kencang Tucker mencekiknya, rambutnya yang putih perlahan-lahan kembali menjadi pirang. Alice mencoba merangkak dengan sisa kekuatannya, ia menggigit lidahnya sendiri untuk membuatnya tetap sadar.

“Bloody Mary: Pay Back!”

Alice menyentuh sebuah pecahan kaca bekas bingkai foto di depan meja resepsionis yang pecah karena pertarungannya. Ia menggenggam erat kaca itu hingga melukai tangannya, dan menatap Tucker dengan tatapan mengancam.

Prankkkkk!

Kaca pecah dan serpihannya melukai tangan Alice, ketika kaca itu pecah tiba-tiba Tucker melepaskan cekikannya di leher Charlotte. Ia melihat tangannya yang tiba-tiba sobek, dan menatap Alice yang tengah sekarat.

Tucker berubah pikiran, sekarang ia menargetkan Alice sebagai target pertama yang harus ia bunuh. Ia meninggal Charlotte yang tak berdaya begitu saja, dan berjalan menghampiri Alice dengan wajah tanpa ekspresi.

“Sialan, dasar monster!” maki Alice ketika Tucker telah berada di depannya, dan bersiap menginjak kepalanya.

Alice menutup mata, mengira kalau ini akan menjadi ajalnya. Tapi ketika kaki Tucker hanya berjarak satu centimeter dari  Alice, ia berhenti dan muntah darah berserta mimisan dari hidungnya.

Tucker terhuyung ke belakang, tubuh jenglotnya yang perkasa perlahan kembali seperti semula. Dari tanah Alice melihat mimisan, dan batuk Tucker tak kunjung berhenti hingga membuat tubuhnya pucat.

Tak ingin menyiakan kesempatan di saat tubuh Tucker melemah, Alice bangkit dengan penuh rasa sakit, dan mengambil pisaunya yang telah patah menjadi dua.

“Charlotte, kumohon bertahanlah sedikit lagi,” kata Alice yang berusaha mengikat patahan pisau itu menggunakan sobekan pakaiannya.

Tucker terus terbatuk, dan semakin parah saat darah perlahan mengucur dari balik celah matanya. Akan tetapi, Tucker tetap tak mengucapkan sepatah kata pun, dan ekspresinya tetap datar.

“Beatles: Here Come The Sun!”

Pendarahan Tucker terhenti, tapi tubuhnya tetap pucat. Ketika Tucker kembali mengalihkan pandangannya pada Alice, sebuah pisau menusuk lehernya. Tucker tak berteriak, tapi mulutnya kembali muntah oleh darah.

“Beatles: Get Back!”

Sebuah pukulan dengan kekuatan monster kembali menghantam perut Alice, tubuhnya kembali terlempar dengan mulut memuntahkan darah. Alice kembali mencium lantai dengan rasa sakit luar biasa di bagian perutnya.

Tucker mencabut pisau yang menancap di lehernya, dan menghampiri Alice. Tanpa ampun Tucker menusukkan pisau itu ke tubuh Alice berkali-kali hingga membuat tubuhnya berlumuran darah. Setelah 26 kali tusukan, Tucker merasa Alice sudah mati dan meninggalkannya untuk menghabisi Charlotte.

Tapi bukan Charlotte yang ditemuinya, malah sesosok pria berambut putih dengan senyuman jahat yang menyambutnya. Pria itu terlihat marah dengan apa yang telah dilakukan Tucker, dan dari kekosongan ia menciptakan pedang putih bersinar dari tangan kanannya.

Pria itu melakukan dash ke arah Tucker, dan menebasnya dari bawah. Dada Tucker tertebas, tapi ia tak berteriak atau pun berusaha menghindar. Tucker menangkap pedang pemuda itu ketika mata pedang ingin menebas dagunya. Ia hancurkan pedang itu dalam sekitar genggam, dan ia pukul pria itu hingga terguling guling.

Pria itu bangkit meski tubuhnya penuh dengan luka, senyuman di wajahnya seakan tak pernah pudar—mirip sekali dengan apa yang Tucker lakukan.
“Marie Antoinette: Mausoleum of White.”

Tubuh pria itu bersinar sanga terang, dan sinarnya menerpa seluruh penjuru ruangan dan mengubahnya menjadi putih tanpa noda. Tucker menutup kedua bola matanya, tapi ia terus berjalan ke arah pria berambut putih.
Ketika cahaya putih di tubuhnya pudar, sosok pria itu menjelma menjadi seorang malaikat kematian berjubah putih. Tanpa ekspresi dan emosi, pria yang tak lain adalah White itu menyerang Tucker.

Kekuatan sangat dahsyat, bahkan Here Come the Sun Tucker tak dapat menahan kerusakan yang tercipta karena serangan White. Keadaan berbalik, dan kini Tucker menjadi terbully oleh kehadiran White yang menjelma menjadi malaikat berjubah putih.

Ketika tubuhnya penuh luka, dan semakin pucat dari waktu ke waktu. Tucker tetap nekat menggunakan mode jenglotnya.

“Beatles: Hey Jude!”

Kedua mode terkuat saling beradu, White dan Tucker sama-sama melancarkan serangan mematikan pada lawannya. Mereka terus bertarung sampai membuat seisi hotel menjadi berantakan karena pertarungan mereka yang brutal.

Syndicate [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang