Chapter 17

49 4 0
                                    


...

Aysel dan Kale mengunjungi Bu Patriya sekaligus untuk mengemasi semua barang-barangnya di panti. Sementara Aysel mengemas pakaian dan barang-barangnya, Kale berbincang dengan Bu Patriya mengenai keputusannya untuk menikahi Aysel.

"Pak Kale, aku sangat senang mendengar kabar ini darimu. Tapi apakah Pak Kale sudah memikirkan ini baik-baik?" Patriya khawatir bukan tanpa alasan, Aysel sudah ia anggap seperti putrinya sendiri. Melepaskan Aysel bukan hal mudah, namun ia juga tahu Kale adalah pria yang baik dan bertanggungjawab.

"Bu Patriya jangan khawatir, aku pastikan Aysel akan bahagia bersamaku. Dalam hal ini, aku juga sangat membutuhkan restumu, kamu sudah seperti ibu bagi Aysel, dia pasti merasakan hal yang sama."

"Pak Kale adalah pria yang baik, Aysel pasti sangat beruntung. Saya akan memberikan restu sepenuhnya." katanya.

Aysel menyeret koper yang berisi semua pakaiannya, ia lalu duduk di bawah Patriya, memeluk wanita itu erat. "Aysel, kenapa kamu duduk di bawah?" Patriya mengusap rambut Aysel, dan Aysel memejamkan matanya, ia pasti akan merindukan Ibunya ini dan suasana panti yang sudah menemaninya sejak kecil.

"Ibu, aku akan segera menikah. Di dunia ini selain ada seorang pria baik yang menyayangiku, Ibu adalah sosok yang sangat berarti untuk Aysel. Aku tidak punya apapun selain kalian, jika Ibu mengizinkan bolehkah aku memintamu untuk menjadi waliku? Aku ingin Ibu hadir di pernikahanku nanti." terang Aysel, ia menahan sesak di dada, mengingat masa lalunya, saat pertama kali datang ke panti dalam keadaan hancur luar biasa.

Masa kecil yang harusnya menyenangkan adalah neraka bagi Aysel.

"Tentu saja sayang, Ibu akan hadir, Ibu akan menemani kamu. Jangan berpikir lagi kamu sendirian di dunia ini, ya?"

"Aysel ingat kan semua yang Ibu ajarkan?"

Aysel tak menjawab kecuali suara isak tangis yang mulai terdengar. Kali ini ia berhambur memeluk Patriya semakin erat, jika ada seorang wanita yang pantas disebut sosok Ibu maka Patriya adalah orangnya.

Wanita paruh baya yang sederhana dan ikhlas merawat Aysel hingga tumbuh menjadi wanita yang kuat nan baik.

Kale menatap kedua wanita itu penuh haru, tidak diragukan lagi mengapa kini perasaannya untuk Aysel semakin kuat. Kale juga ikut memeluk Aysel dan Bu Patriya, mereka terkekeh bersama, layaknya keluarga kecil yang bahagia.

Selepas berpamitan dengan Patriya, Kale mengajak Aysel untuk fitting gaun pernikahan, begitu juga dengan dirinya. Namu siapa sangka, di sana ternyata ia bertemu dengan Phavela dan seorang lelaki yang diapit oleh wanita itu.

Kale lantas menghampiri Phavela bersama Aysel. "Vela, sedang apa?" tanya Kale. Aysel diam saja di samping Kale, sambil menatap ke segala arah.

"Hanya jalan-jalan." jawab Phavela dengan nada malas.

Lelaki yang disamping Vela menjulurkan tangannya berkenalan dengan Kale. "Halo, aku Randy, panggil saja Ray."

"Kale." sambil tersenyum tipis ke arah Randy

"Jadi, kamu adalah sahabat Vela?" kata Randy sambil menatap Vela dan Kale bergantian.

"Benar, kami sangat dekat. Lalu, kamu?"

"Kekasihku, Kal." jelas Vela menakan kata kekasih itu agar Kale mendengarnya dengan jelas.

Kale tidak bereaksi apapun meski dalam benak ia terkejut, pasalnya Phavela bukan wanita yang mudah mengencani seseorang, apalagi tanpa dikenalkan padanya lebih dulu. "Oh, really Vel? Aku tidak tahu kamu sudah secepat ini punya kekasih. Kamu bahkan tidak mengabari aku." ujarnya, ia sampai lupa kalau Aysel juga sedang berdiri bersamanya.

Losing YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang