Chapter 25

31 2 0
                                        

Happy Reading
Awas typo, mohon koreksinya🙌





Kale tidak menyangka saat ia terbangun, dokter dan perawat datang memeriksa keadaan Phavela, ia segera saja berdoa mengepalkan dua tangannya, berharap ada kabar baik setelah ini.

"Dok, apa Vela sudah siuman?" Kale buru-buru bertanya saat Dokter selesai memeriksa Phavela, dokter itu tersenyum dan menganggukan kepalanya.

"Berkat doa anda Pak, juga kekuatan Nona Vela, dia sudah siuman. Namun, perlu diperhatikan lagi kesehatannya, kepalanya terbentur cukup keras, ia masih harus dipantau sampai benar-benar sehat."

Kale cukup mengerti apa yang sudah disampaikan Dokter, ia mengucap terima kasih berkali-kali, lalu menghampiri Phavela di dalam. Bisa dilihatnya Vela sudah membuka kelopak matanya yang sangat indah itu, bibir pucatnya tersenyum kecil melihat kedatangan pria yang sudah menjadi setengah hidupnya.

"Kamu datang, Kal." ujarnya lirih, Kale makin mendekat dan duduk di samping ranjang Vela, ia tak kuasa menahan air matanya melihat luka di sekujur tangan dan beberapa bagian kepala Vela. Perlahan tangannya mengusap begitu lembut pipi wanita tersebut, lalu mengecup keningnya.

"Kenapa selalu membuatku khawatir, hm?" ucapnya disela Isak tangisnya.

"Kamu tahu Vel, aku khawatir setengah mati saat kamu terbujur kaku di ranjang ini, saat kamu nggak mendengarkam aku. Aku takut sekali Vel, membayangkannya saja, aku tidak bisa..."

"Kamu tahu kan, kalau Vela-mu ini, adalah wanita paling kuat di dunia, jadi aku tidak akan meninggalkan Kaleku." katanya, menenangkan Kale.

Kale tersenyum tipis, ia akhirnya bisa tersenyum lagi saat mendengar suara yang amat dirindukannya. "Kamu mau makan sesuatu? Biar aku ambilkan." tanyanya, sambil menghapus jejak air matanya, di depan Phavela ia sungguh cengeng sekali.

Phavela menggeleng lemah. "Aku mau kamu aja." rengeknya, ia menggenggam tangan Kale seerat mungkin. "

"Aku selalu di sini."

Ponsel Kale berdering kala mereka sedang melepas rindu satu sama lain, diangkatnya panggilan itu, dan suara Niken terdengar di seberang sana. Sontak Kale menepuk dahinya pelan, ia melupakan segalanya, termasuk Aysel.

Panggilan di matikan, pintu kamar VIP itu terbuka, dan di sana Aysel berdiri tepat di belakang Mamanya. Kale menelan ludah gugup, ia tidak tahu apa yang harus dikatakan kepada Aysel, tapi melihat istrinya itu baik-baik saja, Kale bisa bernapas sedikit lebih lega. Kale membantu Phavela untuk menegakkan badannya seraya bersandar pada bantal dibelakang wanita tersebut, ia dengan hati-hati memperlakukan Phavela selayaknya mereka dahulu.

"Sayang, ya ampun.." Niken menghampiri Vela, lantas memeluknya erat, sambil mengelus rambut panjang Phavela. Sementara Aysel masih berdiri kaku di belakang sana, tidak berani mendekat. Saat Kale hendak melangkah untuk berjalan ke arahnya, pergelangannya terlebih dahulu dijegal oleh Vela, wanita itu menggeleng kasar, menitikkan air matanya.

"Jangan tinggalkan aku, aku mohon." finally, Kale tidak bisa berkutik. Ia hanya bisa memandangi Aysel, walaupun jarak mereka terbilang tidak cukup jauh.

Merasa diabaikan, Aysel memilih menunggu saja di luar, ia cukup tahu diri bagaimana Phavela tidak menyukainya, atau bahkan membencinya. Baru beberapa menit ia terduduk lemas di kursi tunggu, keluarga Phavela datang berbondong-bondong, dan terlihat agak tergesa-gesa.

Di tempat duduknya, Aysel tersenyum getir, ingatan tentang keluarga terlintas begitu saja. Ia tidak akan pernah lupa bagaimana ia hampir dilenyapkan oleh ayahnya. Lalu, di sini, dia juga harus mengerti, dan tahu diri. Phavela, adalah wanita yang berharga untuk Kale, Aysel mengerti itu. Di saat seperti ini, dia hanya perlu memahami keadaan suaminya bukan? itu yang selalu diajarkan oleh Bu Patriya.

Losing YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang