Duarrr!!!
Suara petir terdengar begitu menggelegar di telinga. Rumah 3 lantai itu masih terlihat aktivitas di dalam nya. Seorang wanita tampak sedang menarik sesuatu ke luar rumah dengan raut wajah penuh emosi dan Amarah.
" Diem disini sampai mama suruh masuk! " Ucap Wanita itu memaksa seorang anak kecil berusia 5 tahun untuk berada diluar padahal Hujan sedang turun dengan deras disertai petir dan Angin kencang. Anak kecil laki-laki itu sudah menangis kencang, tapi tangisannya tak mampu meluluhkan hati nya dan meruntuhkan dinding amarah nya.
" Mamah jangan gila! Ini anak kamu ! " Tegas Raharja memarahi Marissa yang sudah berbuat tak manusiawi kepada anak berusia 5 tahun yang jelas-jelas itu adalah anak kandung nya, darah daging nya sendiri.
" Aldebaran sudah nakal! Dia nggak bisa jaga Ardikta dengan baik! Masa nemenin saudara kembar nya aja nggak bisa malah ikutan tidur! Anak gak bisa diandalkan! " Amuk Marissa.
Raharja menggelengkan kepalanya heran dengan sikap Marissa yang seperti itu kepada Aldebaran. Wajar saja Al tidur karena hari sudah malam, kenapa bukan Marissa saja yang menemani Ardikta, dia malah sibuk dengan pekerjaannya sendiri.
" Jangan belain Aldebaran terus! Besar kepala nanti dia! Awas ya papah bawa dia masuk, kalau sampai papa bawa Al masuk! Kita pisah aja! " Ancam Marissa sambil berjalan meninggalkan Aldebaran dan Juga Raharja.
Raharja menatap Aldebaran yang masih menangis Histeris. Ingin sekali rasanya membela Aldebaran dan Msmbawa Al masuk kedalam rumah, tapi apa daya. Ia takut dengan Marissa. Raharja tidak siap jika harus berpisah dengan Marissa, Istri yang amat sangat Ia Cintai itu.
Akhirnya Raharja pun juga ikut meninggalkan Aldebaran begitu Saja di depan pintu rumah, tanpa memperdulikan tangisan Aldebaran. " Papa! Mama! Al takutttt!...Hiksss " tangis Aldebaran semakin menjadi kala sebuah petir menggeleggar begitu kuat. " Aaaa! " Teriak Aldebaran kaget sekaligus ketakutan.
Ia duduk di depan pintu sambil terus mengetuknya, berharap Orangtuanya masih mau berbaik hati dan membukakan dirinya Pintu. " Mamah! Bukain pintu nyaaaa! Al janji nggak nakal lagi! Al takut disini!.. Hiksssss "
Seakan tak perduli, Marissa justru Asik membacakan buku dongeng untuk Ardikta. Padahal anak nya yang lain sedang menangis ketakutan di luar rumah.
Duarrr!!!
" Aaa!!! " Teriak Aldebaran.
°°°
Aldebaran bangun dari tidurnya, ia baru saja bermimpi buruk. Kejadian itu masih terasa nyata bagi Aldebaran. Al menutup telinganya. Petir terus menggeleggar dengan kuat sampai membuat kaca jendela di kamar nya bergetar. Rasanya ia seperti kembali di masa itu.
" Arghhh! Please jangan gini lagi! " Aldebaran terus menutup telinganya. Hujan di malam ini juga disertai angin kencang, sama persis dengan kejadian saat itu. Saat dimana Al dihukum oleh Marissa.
" Gw benci! Gw benci! Gw benci! Kayak gini! "
Situasi ini membuat Al sangat tidak nyaman. Ia berjalan keluar kamar nya menuju kamar Kakek dan Juga nenek nya. Diketuk nya pintu kamar mereka. " Al, baru aja akung mau samperin ke kamar kamu ? Suttt tenang, sini mau tidur di Kamar akung ? " tanya Pardi. Aldebaran mengangguk. " Iya sini tidur disini ya, pelan-pelan uti sudah tidur " Ucap Pardi seraya menyelimuti tubuh Aldebaran setengah badan.
Diusap nya punggung Al agar ia merasa jauh lebih tenang. Tak lama Al Kembali terlelap dalam tidur nya. " Kalau Al mulai seperti ini lagi, apa itu artinya Mental Al kembali seperti dulu ? " - Batin Pardi -.
KAMU SEDANG MEMBACA
1200 Detik [ End ] ✅
FanfictionApakah boleh Bagiku untuk merasakan Kehangatan Keluarga dan Pelukan dari mereka 1200 detik saja dalam hidup ku ? - Aldebaran Dewangga -