14. Juan Anak Kuat (2)

2.1K 237 2
                                    

Happy Reading
Jangan lupa vote dan komen





Langit sore kala itu nampaknya ikut merasakan apa yang remaja pucat itu rasakan. Sedari tadi hujan tak kunjung reda sama halnya dengan perasaan Juan yang tak kunjung membaik. Remaja itu benar-benar dalam mood yang buruk. Sedari tadi wajahnya terlihat suram.

Juan tidak berangkat ke kafe dengan alasan sakit. Karena ia memang sakit, sakit hati.

Juan masih memikirkan permintaan sang ibu yang sukses memporak-porandakan jiwanya. Juan takut sang ibu benar-benar akan membuangnya. Juan tak punya rumah selain ibu. Lalu Juan harus kemana jika ibu benar-benar membuangnya?

Hujan deras tak membuat Juan beranjak meski dingin menyelimutinya. Bahkan remaja itu justru menyamankan posisinya dengan memeluk kedua lututnya dan menenggelamkan wajahnya di sana. Juan sedang menangis asal kalian tahu. Ia menyembunyikan wajahnya karena di sana tak hanya ada dirinya, tapi juga ada dua orang lain yang salah satunya adalah Dito.

Entah bagaimana ceritanya ia dan Dito bisa bertemu di sini.

Ngomong-ngomong ia sedang berada di halte bus yang sama dengan tempat ia dan Aldi bertemu malam itu. Berbicara tentang Aldi, ia belum mendapat kabar dari Chiko.

Dito yang sedari tadi memperhatikan sang teman hanya bisa menatap iba. Rasanya ia ingin merengkuh tubuh kurus itu dan menenangkannya, tapi ia takut Juan akan terganggu.

Dari awal ia menemukan Juan sedang berteduh di sini, belum ada dialog yang terucap. Dito membiarkan Juan untuk lebih tenang karena ia tahu sekarang ini sahabatnya itu sedang lelah, lelah dengan kehidupannya.

Lima menit berlalu, namun Juan masih nyaman dalam posisinya. Dito sendiri sudah tidak tahan dengan keheningan ini, dari itu ia berujar. "Nggak mau cerita, Ju?"

Dilihatnya Juan menggeleng pelan. Dito menghela napas panjang.

"Gue ini sahabat lo, Ju. Kalau ada apa-apa cerita sama gue, jangan kayak gini," ujarnya kembali.

Hening cukup lama, hanya suara hujan yang terdengar.

"Gue capek..."

Akhirnya setelah sekian lama, Juan bersuara meski lirih. Suaranya seperti seseorang yang habis menangis. Dito yang mendengarnya tertegun, sebab jarang sekali Juan mengeluh seperti itu, apalagi sampai menangis.

Sedang seseorang yang sedari tadi menyimak ikut tertegun. Ia tak pernah menduga jika seseorang yang terkenal berandalan dan tidak takut apapun, ternyata serapuh itu. Ia tak tahu jika Juan ternyata memiliki kehidupan yang rumit.

Ia Juna, kakak kelas yang selalu mencari perkara dengan Juan.

Tadi saat Dito akan mencari Juan, Juna kekeuh ingin ikut dengan alasan ingin meminta maaf. Awalnya Dito menolak dengan tegas, tapi karena Juna terus memaksa dan sesekali mengancam akan melaporkannya ke BK karena telah menghajar cowok itu, jadilah Dito mengiyakan saja.

"Gue nggak sanggup lagi, Dit."

Suara Juan kembali terdengar disertai isakan kecil.

"Gue capek banget. Nggak pa-pa, kan, kalau gue nyerah?"

Dito menggeleng meski Juan tidak akan melihatnya karena cowok itu masih menyembunyikan wajahnya di lipatan lututnya.

"Lo nggak boleh nyerah, Ju. Kalau lo capek lo boleh istirahat, tapi jangan nyerah. Masih banyak hal yang belum lo gapai. Menyerah terlalu cepat buat lo," ujar Dito.

Juan menggeleng. "Tapi, gue udah nggak sanggup, Dit. Semesta jahat banget sama gue. Baru aja tadi malam gue rasain pelukan Ibu, tapi tadi pagi Ibu nampar gue lagi. Bahkan Ibu mau nikah, Dit. Ibu mau nikah dan gue disuruh pergi. Ibu minta gue untuk pergi, Ibu nggak mau gue di sana. Ibu ngebuang gue, Dit."

Juan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang