Hai, selamat datang di cerita baru. I hope you like this story。◕‿◕。
"Bacot banget lo, An—"
Bugh
"Ngaca, tolol!"
Dug
Kepala yang beradu dengan dinding yang keras menghasilkan bunyi dentuman yang cukup keras serta diiringi pekikan kesakitan oleh sang empu kepala.
Sedangkan sang pelaku tersenyum sinis melihat lawannya meringkuk kesakitan di lantai. Sebenarnya kondisi mereka sama-sama parah, sama-sama memiliki luka di bagian kepala yang sukses mengalirkan darah. Tapi, ia tidak selemah itu untuk langsung tumbang.
Ia melangkah menjauh meski tertatih, tapi sebelum itu, ia berbalik, menatap sang lawan yang masih meringkuk. "Lain kali bawa kawan, mampus kan lo, Junanjing," katanya mengejek. Ia kemudian melanjutkan langkahnya meninggalkan gudang sekolah.
"Awas lo, Juanjing!"
Juan, nama remaja yang kini berjalan tertatih seraya membersihkan seragamnya yang berantakan, tak lupa merapikan rambutnya yang acak-acakan. Pun sesekali mengusap pelipisnya yang berdarah, sialan sekali si Juna! Batinnya.
Jika kalian bertanya nama lengkapnya, maka jawabannya hanya 'Juan'. Ya, namanya hanya terdiri dari empat huruf itu, tidak ada nama belakang ataupun marga. Saat kecil dulu, ia selalu bertanya mengapa ibunya hanya memberinya nama yang terdiri dari empat huruf itu saja? Mengapa tidak ada nama ayah atau ibu yang terselip di namanya? Apakah dulu ibunya terlalu malas memberinya nama hingga hanya empat huruf itu yang terfikir?
Namun, lambat laun si remaja berkulit pucat itu mengerti mengapa namanya hanya terdiri dari empat huruf. Ia tak lagi bertanya-tanya, melainkan bersyukur bahwa setidaknya sang ibu memberinya nama.
Lalu, jika kalian bertanya mengapa Juan dan Juna berkelahi, maka jawabannya adalah Juna. Tanyakan pada Juna mengapa selalu mencari perkara dengan Juan, hingga mau tak mau Juan harus melawan. Juan bukanlah remaja yang akan pasrah saja jika di perlakukan tidak baik, Juan akan membalas sekalipun masalahnya akan bertambah dan ujung-ujungnya ia akan disalahkan.
Sebenarnya bukan sekali dua kali ia dan Juna terlibat perkelahian, melainkan sering. Terhitung semejak kelas sepuluh, ia dan Juna beserta teman-teman Juna sudah sering terlibat perkelahian. Kata lainnya ia dibully atau tepatnya dikeroyok, dan tentulah ia akan selalu jadi pihak yang disalahkan. Memangnya ia punya apa untuk membela diri jika dibandingkan dengan Juna yang memiliki segalanya.
"Ya elah, jadi cowok kok lembek banget. Banci banget lo, ba**."
Juan menghentikan langkahnya ketika mendengar suara yang begitu familiar. Ia tebak bahwa suara itu adalah suara Bima, salah satu teman Juna yang memang sifatnya sebelas dua belas dengan Juna yang sama-sama suka merundung orang lain. Dan sekarang Bima pasti sedang merundung siswa lain lagi.
Juan bersidekap dada melihat tiga cowok sedang merundung cowok yang memang acap kali dijadikan sebagai korban perundungan. Juan kasihan? Tentu saja, tapi ia tidak terlalu peduli, sebab tidak ingin menambah lukanya. Sudah cukup ia dibuat babak belur oleh manusia setan seperti Juna.
Harusnya sih cowok itu bisa melawan, ketimbang membiarkan tubuhnya jadi bulan-bulan keempat setan itu. Tapi, ya, tapi, cowok itu terlalu lemah jika dibandingkan dengan Juan yang pasti akan selalu membalas. Dan karena itulah cowok itu jadi korban perundungan. Lalu, mengapa Juan yang notabenenya bisa menumbangkan Juna ikut dirundung? Nah, kalau itu beda persoalan. Ada hal lain yang membuat remaja itu selalu mendapat kesialan.
Menit selanjutnya, Juan memilih melenggang tanpa memperdulikan cowok itu. Hati mungilnya mungkin sedang tertidur, makanya rasa pedulinya menguap begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Juan [END]
General FictionIni bukan kisah romansa dimana si pangeran sekolah jatuh cinta dengan primadona sekolah, bukan pula kisah si badboy yang jatuh cinta dengan seorang gadis polos, apalagi kisah si tukang bully yang jatuh cinta dengan korbannya. Sekali lagi ku ingatkan...