Triple up karena aku sayang kalian<( ̄︶ ̄)>
Juan tak tahu apa yang dilakukan Juna hingga hari ini ia bisa menemui sang ayah. Ya, hari ini ia akan menemui sang ayah di sebuah kafe yang sedikit jauh dari rumahnya. Juna pagi tadi mengatakan bahwa sang ayah—Rajendra ingin bertemu dengannya.
Juan senang tentu saja. Ia tidak pernah menyangka akan kembali bertemu dengan sosok itu. Juan sebelumnya memang mengatakan sudah tak ingin menemui Rajendra, tapi jika Rajendra sendiri yang meminta, maka Juan dengan senang hati menurut.
Juan hanya tak ingin mengganggu kehidupan tenang sang ayah. Juan tidak ingin merusak kebahagiaan sang ayah.
"Mau kemana?"
Juan menoleh kala suara sang ibu terdengar. Ia tersenyum tipis. Sejak hari itu, ia dan sang ibu sudah jarang bertemu meski masih tinggal di rumah yang sama. Ibu yang sudah mulai sibuk dengan pernikahannya yang akan diadakan sekitar sepuluh hari lagi dan ia sendiri sibuk meratapi nasib di dalam kamar.
"Mau ketemu seseorang."
Di tempatnya Aruna tampak mengernyit heran. Ia penasaran, tapi enggan bertanya lagi. Ia memilih melenggang pergi.
Juan tersenyum kecut melihat kepergian sang ibu. Jujur, ia sangat merindukan ibunya itu. Masih tinggal di rumah yang sama saja ia sudah begitu merindukan ibunya, apalagi nanti saat sang ibu sudah ikut dengan suaminya. Apakah ia sanggup?
"Bukan waktunya untuk galau, Ayah menanti," gumamnya.
Dengan penuh semangat Juan melangkah keluar. Ia sudah tidak sabar bertemu dengan ayah. Senyumnya tak pudar meski sudah mengendarai motornya di jalan.
Lama dalam perjalanan, akhirnya Juan tiba di tempat tujuan. Tidak terlalu ramai meski hari ini hari libur. Dan Juan rasa Juna memang sengaja memilih tempat tersebut.
Juan masuk, belum memesan apapun. Ia akan menunggu sang ayah terlebih dahulu.
Remaja pucat itu sibuk men-scroll ponselnya sambil menunggu Rajendra. Ia benar-benar fokus pada layar benda pipih itu. Hingga tidak menyadari kehadiran beberapa orang.
Plak
Wajah Juan tertoleh ke samping setelah mendapat tamparan tiba-tiba. Remaja itu terlihat begitu terkejut. Ia mendongak menatap siapa gerangan yang menamparnya, kembali terkejut kala tahu siapa orang itu.
Jina, wanita itu yang menamparnya. Di sisi Jina ada seorang wanita berumur yang ikut menatapnya nyalang. Dapat Juan tebak, bahwa kedua wanita itu begitu murka padanya.
Lalu tatapan Juan beralih ke sosok Rajendra yang berdiri tidak jauh dari tempatnya sekarang. Pria paruh baya itu menatapnya sendu, tanpa berniat mendekat.
"Anak haram! Berani-beraninya kamu ingin bertemu dengan suami saya!" murka Jina menarik rambut Juan membuat remaja itu berdiri dari duduknya.
Juan meringis sakit, pun malu karena jadi pusat perhatian, meski pengunjung kafe hanya sedikit.
"Sadar diri, kamu hanya anak yang tidak diharapkan! Tidak usah melunjak, Sialan!" maki Jina menjadi-jadi.
Wanita itu benar-benar marah saat tahu sang suami akan menemui Juan. Ia tidak akan pernah sudi jika ayah dan anak itu kembali bertemu. Ia tidak mau sang suami luluh dan akhirnya mau merawat anak haramnya. Jina tidak akan mau.
"Tante, lepas," pinta Juan. Kepalanya benar-benar sakit.
Bruk
Jina mendorong tubuh remaja itu, membuat Juan jatuh ke lantai.
"Kamu sama menjijikannya dengan wanita sialan itu," cibir wanita tua yang merupakan ibu dari Rajendra. Sama halnya dengan Jina, ia juga sangat tidak menyukai Juan meski Juan adalah cucunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Juan [END]
Fiction généraleIni bukan kisah romansa dimana si pangeran sekolah jatuh cinta dengan primadona sekolah, bukan pula kisah si badboy yang jatuh cinta dengan seorang gadis polos, apalagi kisah si tukang bully yang jatuh cinta dengan korbannya. Sekali lagi ku ingatkan...