06. Bahagia Bukan Milikmu, Juan

2K 229 1
                                    


*Juan vs Argantara (2)

Selamat membaca lembar kehidupan Juan. I hope you like and keep support this story.






Pagi ini Juan sudah berada di dalam kelasnya. Pagi-pagi sekali remaja itu sudah berangkat ke sekolah tak lupa menjemput Dito.

Juan dan Dito kini duduk di pojokan kelas. Juan bernyanyi lagu random dan Dito yang bermain game online. Kelas sudah lumayan ramai, para penghuninya sebagian sudah ada di dalam.

"Pada hari Minggu ku turut Ayah ke kota.. mengendarai delman is-."

Nyanyian Juan terhenti membuat Dito yang mulai menikmati suara merdu cowok itu menatapnya bingung. Alisnya terangkat seolah bertanya 'kenapa nggak dilanjut?'. Meski hanya lagu anak-anak, tapi karena suara Juan yang cukup merdu membuat Dito menikmatinya.

"Lupa, deng, gue kan nggak ada ayah," katanya disertai tawa.

Gelap:(

Dito menjatuhkan rahangnya, ia lupa jika sahabatnya itu adalah Juan.

"Gelap banget," ujar Dito.

"Biasa aja kali, Dit. Lo kan juga nggak ada ayah," kata Juan dengan wajah lempengnya.

Mulut Juan minta dicabein!

"Sembarang lo, Juanjing!"

Dito menggeplak kepala temannya itu. Hei, ia ini punya ayah! Walaupun hanya ayah angkat, tapi setidaknya kan ia punya.

"Dito anak pungut," ejek Juan yang tentunya hanya bercanda.

"Juan anak ha-"

Dito membungkam mulutnya, hampir saja ia kecoplosan. Begini-begini ia masih tetap menjaga perasaan temannya itu.

"Ram."

Juan menampakkan cengirannya setelah menyambung kalimat Dito yang tergantung. Ia tidak akan sakit hati jika Dito yang mengatakan itu, sungguh.

"Juan!"

Lagi-lagi tangan Dito mendarat di kepala Juan membuat sang empu meringis. Tidak lupakah sohibnya itu jika kepalanya sakit, tepatnya bagian pelipis?

*Jangan ditiru ygy. Mental orang beda-beda*

Ngomong-ngomong ia telah menceritakan kepada Dito tentang penyiksaan yang ia alami. Dito memang selalu menjadi tempat ceritanya, sebab Dito adalah pendengar yang baik.

Respon Dito pun seperti biasa, ia marah tentu saja. Marah pada nenek Juan yang selalu memperlakukan Juan dengan tidak baik. Padahal jika dipikir hadirnya Juan bukanlah salah remaja itu, sebab ia tak pernah minta dilahirkan. Harusnya yang disalahkan adalah ayah Juan yang tidak mau bertanggung jawab.

"Juan, lo dipanggil kepsek," seru sang ketua kelas menghentikan dark jokes dua remaja itu.

Ini yang Juan tunggu-tunggu dari tadi, sidang pendisiplinan. Bukan, ia bukan minta dihakimi, tapi ia hanya ingin menyelesaikan masalahnya segera.

"Gue pergi dulu, Dit. Bye-bye."

"Hati-hati, Ju."

"Lo kira gue mau kemana disuruh hati-hati?"

"Kali aja ada bahaya di depan."

"Serah lo aja!"

.
.
.

Juan adalah salah satu dari banyaknya orang yang keadilan seolah enggan berpihak padanya. Juan akui ia memang tak berpunya, pun ia tak pernah diharapkan. Lantas apakah mereka juga pantas tak memberinya keadilan?

Juan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang