Happy Reading ☺️
Jangan lupa senyum。◕‿◕。Sejak tadi Juna tidak bisa tenang, mungkin masih kesal karena sang ayah yang memaksanya pulang. Dan pada akhirnya, ia benar-benar pulang.
Kini, ia dan orang tuanya serta sang kakak sedang menikmati makan malam. Meski ia sama sekali tak dapat menikmati makanannya, walaupun yang tersaji adalah menu favoritnya —ayam kecap.
"Jun, dimakan, jangan diliatin aja," tegur Jina.
Jina bahagia karena akhirnya anak bungsunya itu pulang ke rumah. Beberapa hari sebelumnya ia tidak bisa tenang karena Juna yang tidak ingin pulang.
"Iya, Bun."
Beberapa menit mereka habiskan untuk makan malam. Hingga ketika selesai, Juna langsung beranjak menuju kamarnya.
Juna meraih handphone-nya, tak lupa mengambil charger. Benda pipihnya itu mati.
"Juan udah makan atau belum, ya?" tanyanya entah pada siapa.
Sejak tahu Juan adalah adiknya, sikapnya berubah pada remaja itu. Ia menjadi lebih baik dan perhatian, tak lagi mencari perkara dengan remaja pucat itu. Juna menyayangi sang adik, Juan. Terlepas mereka lahir dari rahim yang berbeda, kasih sayangnya tetaplah tulus.
Beberapa menit berdiam diri, Juna akhirnya meraih handphone-nya. Menyalakan benda itu, menunggu chat masuk. Barang kali ada hal penting di grup kelasnya.
Drrtt
Drrtt
Panggilan masuk dari Dito membuat Juna mengernyit. Tumben sekali pikirnya.
"Ha—"
"Bang, Juan, Bang..."
Suara di seberang sana terdengar bergetar, membuat perasaan Juna jadi tidak tenang. Terlebih ini menyangkut adiknya.
"Juan kenapa, Dit? Adek gue kenapa?"
"Ke Rumah Sakit Pelita, Bang."
Juna segera meraih kunci motornya, berlari turun tanpa menghiraukan sang bunda yang memanggilnya.
Yang terpenting sekarang adalah adiknya, Juan.
.
.
.Juan hanya bisa pasrah kala kedua preman itu menyeretnya ke gang sempit dan mulai mengeroyoknya. Ia sudah melakukan perlawanan, tapi semuanya sia-sia karena tenaganya lebih kecil dari dua preman itu. Ditambah ia masih dalam keadaan kurang sehat.
Bug
Dug
Juan mencoba melindungi area kepalanya dengan kedua tangannya, sehingga perut dan area dadanya lah yang menjadi samsak kedua preman itu.
Sebenarnya bukan sekali dua kali ia berurusan dengan kedua preman itu, melainkan sangat sering. Bahkan ia dan temannya pernah hampir menjebloskan kedua preman itu ke penjara atas tindak kekerasan. Mungkin itulah yang membuat kedua preman itu memiliki dendam kesumat dengannya.
Juan meringis merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Tubuhnya benar-benar lemas, tapi sepertinya preman-preman itu belum puas menyiksanya.
Tubuhnya yang sudah tak berdaya dihempaskan ke dinding berulang kali, hingga kesadarannya benar-benar tipis. Ia hanya bisa meringkuk, berharap ada malaikat penolong yang menolongnya.
"Bangun lu bocah atau bener-bener kita bunuh!"
Salah satu preman itu menarik paksa kerah baju Juan, membuat remaja itu berdiri dengan susah payah. Nyatanya kini wajahnya pun ikut bonyok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Juan [END]
Ficción GeneralIni bukan kisah romansa dimana si pangeran sekolah jatuh cinta dengan primadona sekolah, bukan pula kisah si badboy yang jatuh cinta dengan seorang gadis polos, apalagi kisah si tukang bully yang jatuh cinta dengan korbannya. Sekali lagi ku ingatkan...