08. Pengkhinatan Paling Menyakitkan
Aku menarik nafas panjang. Sekali lagii meraihkan blouse serta rok span selututku sambil berkaca. Rambut panjangku yang terbiasa diurai kini ku kuncir satu.
Make up done. Baju sudah kece. Jam tangan hadiah dari Gery sudah terpasang.
Tapi sejak 15 menit lalu aku bercermin, semua pantulan bayanganku di kaca seperti ada yang salah.
Ada sesuatu yang sepertinya aku lupakan. Entah apa yang membuatku belum juga memberanikan diri untuk keluar pintu kamar.
"Dek.... ayok makan dulu. Nanti kamu telat loh!" Ketukan dan suara Mamah dari luar pintu membuat lamunanku tersadar.
Aku menarik nafas panjang, sekali lagi memutar tubuh sambil memperhatikan pantulan bayanganku dikaca. Walau gerakan mataku terhenti pada sesuatu. Sebuah box merah muda diatas meja dengan pita ungu disana.
Aku mengigit bibir ragu. Sekali lagi melihat tampilanku dikaca sebelum akhirnya menghela nafas pelan merasa dorongan aneh begitu saja.
Kalimat pengingat dari Ganes yang sempat membuatku merasa tertohok sore lalu. Kalimat dari seorang teman baik yang mengingatkanku untuk memulai awal langkah baru.
Aku menarik nafas, bergerak menarik tali ungu box merah muda tersebut kemudian membukanya dengan ragu.
Namun kain berwarna cantik itu sekali lagi membuat hatiku kembali goyah.
Membuatku kembali mempertanyakan alasan mengapa aku selalu menunda-nunda hal ini.
Apa benar... kali ini memang sudah saatnya?
***
"Oh........ my....... god......."
Kak Julia melongo, begitu juga dengan Nayla, Juan, Ayah, Mamah hingga suami Kak Julia begitu melihatku turun dari tangga langsung menuju ruang makan dengan canggung.
Seluruh anak keluarga Pak Burhim alis ayahku sendiri menganga ditempat begitu aku selesai merapihkan sekali lagi letak hijab abu mudaku yang masih terasa sedikit asing.
Kak Julia beranjak berdiri. Begitu juga dengan Mamah yang menutup mulutnya seakan tak percaya bahwa anak gadisnya ini baru saja turun lewat tangga bukan dari khayangan.
"Masya Allah... anak Mamaaaah!" Histeris Mamah sudah berhambur langsung memelukku dengan air mata menetes.
Kak Julia juga masih dengan tampang tak percaya ikut memeluk diriku berbeda dengan Nayla dan Juan malah tersedak sambil terbatuk-batuk keras.
"Ini gue beneran gak salah lihat kan? Ini beneran Aluma adek gue kan?" Kak Julia menangkup kedua pipiku. Menariknya sesuka hati sudah seperti boneka yang diam saja jika disiksa pemiliknya.
"Mbak Jul mah! Apaan sih?! Biasa aja dong reaksinya gak usah peres." Aku buru-buru mengambil langkah jauh dari Kak Julia.
Namun melihat air mata Mamahku masih mengalir turun lebih banyak dari mendengar kabar bahwa Nayla akan segera dilamar membuatku menghela nafas panjang kemudian melangkah maju memeluk mamahku.
"Mamah nangis gini seneng liat aku pake hijab atau malah sedih sama keputusanku?" Tanyaku membuat Mamah segera menggeleng.
"Mamah seneng liat Mbak pake kerudung." Jawab Mamah mengusap pipiku lembut.
Aku tersenyum tipis. Menatap kedua bola mata Mamah lamat-lamat kemudian mengecup punggung tanganya sekilas. "Kalau aku tau Mamah akan sebahagia ini liat aku pake hijab. Seharusnya memang sejak dari dulu aku pakai." Ucapku benar-benar menyesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Virago ✔ (REVISI)
RomanceAluma bersumpah bahwa kaum lelaki semuanya setara. Setara dengan aligator bermuka dua. Diputuskan seminggu sebelum menikah oleh mantannya membuat Aluma tersadar. Bahwa sejak awal harusnya Aluma tak mempercayai para pria. Yang lebih menjengkelkan, s...