17. Lembur dan Balas Dendam
Badai pasti berlalu.
Begitu yang kurasakan tepat setelah detik angka jam 5 terlewat hari ini. Aku dengan cepat mengemasi barang, bersiap pulang sambil komat-kamit berdoa karena merasa bersyukur Pak Adnan diberikan kesibukan luar biasa hari ini hingga tidak keluar dari dalam ruangan kantornya.
Beberapa kali kutengok untuk memberikannya dokumen, Pak Adnan masih sibuk berkutat dengan laptop dan tidak jauh dari telefon genggamnya. Hari ini saja, aku bahkan sudah mengalihkan empat panggilan yang masuk ke telfon kantor. Belum lagi, ketidak hadiran Gery jadi semakin terasa karena pekerjaanku yang kini ku handle sendirian.
Beruntungnya, kami jadi sama-sama sibuk hingga tidak dapat berbasa-basi untuk mengobrol. Aku jadi tidak perlu merasa canggung dengan situasi.
"Aluma?"
Suara berat Pak Adnan membuat aktivitas mengemasi barangku langsung terhenti.
Aku mendongak, melangkah menghampirinya yang kali ini masih terlihat sedang berbicara seseorang di telfon.
"Apa setelah ini kamu ada acara?" Tanya Pak Adnan sebelum aku membuka mulut bertanya.
Mataku mengerjap-ngerjap. Mencoba mengingat jadwal harianku setelah berkerja. "Tidak ada Pak, hanya mengambil beberapa dokumen yang tersisa di rumah Pak Gery." Jawabku menggeleng. Firasatku mendadak tidak enak. Sepertinya aku harus mendengar kabar yang kurang baik berkaitan dengan kepulanganku.
Pak Adnan terdiam sesaat. Seakan menimbang sesuatu. "Can you accompany me?"
Binggo!
Benar saja.
Sepertinya aku mulai ketularan bakat cenayang Vera.
"Sekarang, Pak?" Tanyaku mencoba tetap mempertahankan ekspresi tenang.
Pak Adnan mengangguk. "Ya. Saya akan menghitung waktu ini sebagai lembur." Katanya terlihat sedikit gusar.
Aku melirik jam dinding. Kemudian meneliti kembali ekspresi wajah Pak Adnan yang kali ini terlihat sedikit berbeda dari biasanya. Sampai entah dorongan dari mana, kepalaku tiba-tiba mengangguk dengan sendirinya.
Senyum di wajah Pak Adnan langsung terbit. "Kamu bisa tunggu duluan di depan. Saya sudah menghubungi Pak Edi untuk minta tolong menyiapkan mobil." Kata Pak Adnan kemudian membuatku lagi-lagi seperti kerbau dicocok hidungnya. Menurut tanpa banyak tanya.
"And Aluma!" Cegah Pak Adnan lagi sebelum aku berbalik badan.
Pak Adnan tersenyum. Senyum yang belakangan ini banyak membuat jantungku kecentilan tanpa kejelasan.
"Terima kasih karena sudah mau menemani saya." Katanya dengan cengiran anak kecil yang kali kedua ia tunjukkan padaku.
Kepalaku bergerak naik turun sebagai balasan dari tanggapan. Tak banyak berekspresi sampai kakiku melangkah keluar ruangan gedung kantor milik Pak Adnan.
Sepertinya aku mulai benar-benar mulai menyesali keputusanku berkerja dengan boss seperti Pak Adnan.
Pak Adnan benar-benar menjadi sumber masalah alasan mengapa aku mulai berdebar tanpa alasan.
Pria itu.... HARUS TANGGUNG JAWAB!!!
***
Mulutku terperangah. Otakku masih mencoba untuk tetap memproses saat melihat ada begitu banyak orang dengan pakaian formal yang hadir dalam acara dadakan yang tidak ada dalam jadwal harian Pak Adnan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Virago ✔ (REVISI)
RomanceAluma bersumpah bahwa kaum lelaki semuanya setara. Setara dengan aligator bermuka dua. Diputuskan seminggu sebelum menikah oleh mantannya membuat Aluma tersadar. Bahwa sejak awal harusnya Aluma tak mempercayai para pria. Yang lebih menjengkelkan, s...