11. Terbang ke Lombok

14.1K 1.5K 63
                                    

11. Terbang ke Lombok




       Aku mempercepat derap langkah kaki. Berusaha mati-matian untuk mengikuti gerak langkah cepat dari Pak Adnan yang pagi ini dengan rajinnya masih mengajakku untuk berkeliling sekolah sambil membahas schdule hariannya.

Gery disampingku juga berjalan dengan langkah kaki yang sama cepatnya. Dua tower pria disisiku ini jelas tidak peka bahwa ada satu kurcaci yang punya kaki kecil dengan langkah 30 cm mengejar ukuran hampir 2 panjang hasta tanganku.

"Jadi menurut kamu pembangunannya akan diundur lebih lama?" Langkah Pak Adnan dan Gery terhenti.

Dua pria titan ini yang sejak tadi membahas mengenai pekerjaan sambil berjalan cepat tanpa diburu nafas akhirnya berhenti.

Aku meraup udara sebanyak mungkin. Mempergunakan kesempatan ini untuk beristirahat.

"Setelah saya turun langsung ke lapangan. Ya, lebih baik ditunda." Gery mengangguk sambil menyodorkan IPad ditangannya.

Dahi Pak Adnan mengernyit. Pria itu kembali melangkah, diikuti Gery disampingnya dan diriku yang harus kembali berkejar-kejaran dengan dua tower berjalan.

"Kalau pembangunan ini ditunda, kemungkinan untuk selesai pada jadwal yang diperkirakan juga akan mundur bukan?" Tanya Pak Adnan masih serius menatap layar IPad disana.

"Kurang lebih begitu." Gery mengangguk sekali lagi.

Adnan menarik nafas panjang. Tarikan nafas panjangnya jelas berbeda denganku yang sudah ngos-ngosan hampir pingsan kalau tak dua pria ini kembali menghentikan langkahnya.

Pak Adnan mengigit kecil bawah bibirnya. Salah satu kebiasaan unik pria itu saat berpikir keras dan bersiap mengambil keputusan.

Pak Adnan menoleh padaku. "Di hari apa kita harusnya akan berangkat ke Lombok?" Tanya pria itu membuatku mengatur nafas mencoba menjawab dengan baik.

"Jumat pekan ini. Bapak bisa berangkat di siang hari setelah selesai penerimaan tamu dari kunjungan Study Banding pagi harinya." Jawabku menjelaskan urutan jadwal hari sibuknya.

Pak Adnan mengusap bawah dagunya. "Itu berarti masih 3 hari lagi, waktunya akan telalu mepet." Katanya dengan nada suara berbicara sendiri.

"Kapan lagi jadwal kosong saya selama satu pekan ini?" Pak Adnan menoleh padaku, tangannya bergerak mengangsurkan IPad ditangannya pada Gery.

Aku mengigit bawah bibir. Berdehem sambil melirik Gery yang merapatkan bibir dalam sambil mengalihkan wajah pura-pura polos.

Pria itu pasti sudah tau jelas bahwa jadwal bosnya untuk minggu ini jelas sudah terisi penuh.

Aku mencoba menarik kedua sudit bibir walau berat. "Hari ini. Rapat bulanan dengan pengurus yayasan akan diundur di esok hari." Jawabku tak pernah sehati-hati ini. Lebih hati-hati daripada saat aku menarik duit di ATM pada tanggal tua.

Pak Adnan mengangguk. "Baik. Kita terbang ke lombok hari ini. Saya harus ikut turun ke lapangan kalau mau pembangunan ini bisa selesai tepat pada waktunya." Katanya jelas mampu membuat kedua mataku melotot dengan sempurna.

Belum sempat aku meluncurkan kalimat protesku. Pria dari suami sahabatku sudah mengangguk sambil membuka jalan mempersilahkan Pak Adnan berjalan lebih dulu.

"Sudah saya atur, mari bisa kita bersiap." Katanya dengan santai tanpa beban.

Aku melongo, menatap Gery dengan wajah penuh ribuan hujatan yang dibalas dengan senyum tipis manis namun jelas mengandung banyak arti.

Salah satunya, 'JELAS LO GAK BISA NOLAK.'




Sial!!!




***




Virago ✔ (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang