27. As A Man

11.6K 1.2K 82
                                    

27. As A Man




      "Guru inklusin minta rapat dengan yayasan Pak."

Laporku begitu Pak Adnan baru saja menandatangani dokumen terakhirnya pagi ini.

Pak Adnan menoleh. "Lagi?" Tanya beliau dengan sebelah alis terangkat.

Aku mengangguk. "Bu Ganes bilang SDM mereka masih terbatas, terutama untuk guru SMP. Kasus terakhir kemarin benar-benar buat guru agak kewalahan. Mereka minta untuk diskusi sama yayasan dan kepala sekolah." Jelasku membuat Pak Adnan menipiskan bibir.

Alis pria itu berkerut, menunjukan tanda keseriusannya di hari pertama ia berkerja setelah hari minggu kemarin tak ada kabar.

"Apakah minggu ini jadwal saya ada yang luang?" Tanya Pak Adnan menatapku.

Aku menarik nafas, sudah tau ini akan terjadi. "Besok siang setelah istirahat makan siang. Sorenya bapak punya tamu dari Dubai." Ucapku sambil menyalakan kembali IPad. Memasukan satu lagi agenda di hari sibuknya.

Pak Adnan mengangguk. Bangkit dari duduknya kemudian meraih jas yang tersampir di bangku kerja dengan terburu-buru.

"Kita bertemu lagi jam 3 sore kan?" Tanya Pak Adnan sambil mengenakan jas biru tuanya.

Aku mengangguk. "Pak Gery bilang hari ini bapak ada agenda di Bandung?" Tanyaku mengingat jadwal harian bossku itu yang minggu lalu baru saja Gery tambahkan secara mendadak setelah acara pewawancaraan dan pemotretan dengan Pak Adimas Rhaendra alias ayah dari Pak Adnan.

"Kira-kira saya bisa kembali pukul 3. Tapi jika nanti saya memang belum datang hingga pukul 5, kamu bisa pulang lebih dulu. Tidak usah menunggu saya." Kata Pak Adnan sambil tersenyum tipis. Senyum yang sama sekali tak kurasa hangat semenjak perpisahan kami sore itu di Bali.

Aku mengulum bibir. Hampir saja membuat lengkungan di bibir karena rasa kecewa tak bisa menemukan dua sudut tarikan sempurna di bibir Pak Adnan yang menguarkan kesan hangat seperti biasanya.

Entah apa ini hanya perasaanku atau Pak Adnan memang hari ini terasa aneh sama seperti minggu sore sebelum ia mengirimku secara mendadak ke Jakarta.

Aku mengangguk dengan lemah. Ingin bertanya lebih lanjut namun melihat Pak Adnan sudah mengemasi beberapa barangnya aku jadi kembali mengurungkan niat.

Aku memeluk IPad di tangan. Melangkah keluar ruangan Pak Adnan setelah pria itu bersiap keluar dari gedung kantor kami.

"Permisi..."

Seorang pria berjaket hijau muncul di depan pintu gerbang kantor. Tepat saat Pak Adnan membuka pintu bersiap keluar.

"Saya mau antar barang, atas nama Aluma?" Tanya pria dengan seragam ojek online yang membawa paper bag dan sebuah buket bunga mawar putih dan merah muda.

Aku melangkah buru-buru menghampiri pria dengan seragam ojek online disana. Menerima sebuah paper bag disana dengan buket bunga kesukaanku. "Beneran Aluma Pak?" Tanyaku mengulang kembali. Khawatir salah alamat atau orang.

"Dikirim atas nama, Arka Ibrahim." Jawab bapak berjaket hijau itu sambil mengangguk. "Mari bu..." katanya begitu sang bapak selesai dan pamit.

Aku tersenyum mengangguk mempersilahkan.

Namun mendadak merasa tak enak saat melirik Pak Adnan yang masih berdiri diam di sisi pintu menatapku di tempat.

"M-maaf pak... saya gak tau kalau Arka mau kirim bunga ke kan--"

"Bunganya cantik." Sela Pak Adnan tiba-tiba mengomentari bunga mawar di pelukanku.

Pak Adnan tersenyum. "Saya kembali lagi nanti." Lanjut Pak Adnan kemudian berbalik membuka pintu kantor melangkah keluar.

Virago ✔ (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang