45. Foto Masa Kecil

10.1K 1.2K 59
                                    

45. Foto Masa Kecil




       "Kenapa hal sepenting ini aku bisa sampai gak tau?"

Ceisya melipat kedua tangannya di depan dada. Menatapku dengan alis berkerut saat kami melewati lorong rumah milik kediaman keluarga Pak Adnan.

"Kak Aluma sudah kerja bareng Kak Adnan hampir 4 bulan tapi aku gak tau? Pinter banget nyembunyiin ceweknya." Komentarnya entah kenapa kelihatan begitu dendam.

Aku menepuk lengan Ceisya pelan. "Wush. Sembarangan aja. Sekretaris. Lagipula saya hanya berkerja sebagai pengganti sementara Pak Gery Sya." Kataku cepat-cepat meralat. Entah kenapa rasanya lebih mudah untuk merasa dekat dengan Ceisya ketimbang Kakaknya sendiri alias Pak Adnan. Ceisya nyatanya punya sisi friendly yang juga meledak-leda, kontras sekali dengan garis wajah gadis itu. Bahkan cara gadis ini bicara selalu mengingatkan pada Ganes dan diriku sendiri saat kami bersemangat.

Ceisya menghentikan langkahnya. Menatapku dengan sebelah alisnya yang terangkat tinggi. "Terus? Kak Aluma percaya?" Tanya gadis itu sassy.

Aku mengulum bibir. Mengangguk-anggukan kepala membuat Ceisya melengos panjang.

"Kak Aluma harus tau gimana Kak Adnan." Kata wanita itu kemudian menarik tanganku menuju ruangan satu-satunya yang disekat dengan pintu kaca.

Ceisya membawaku duduk disalah satu sofa paling besar diruangan itu. Wanita itu kemudian membuka salah satu lemari besar dan mengambil beberapa album foto yang ditulis dengan nama lengkap atasanku sendiri.

Ceisya mendudukan diri disebelahku. "Dari dulu, aku pengen banget buat aib foto Kak Adnan." Katanya kemudian terkekeh ringan. "Tapi sepanjang aku kenal Kak Adnan, dia gak pernah ngenalin perempuan ke keluarga Rhaendra. Dia cowok paling sok sibuk, sok paling susah dihubungin, dan sok paling gak bisa diem di satu tempat biarpun cuma 1 minggu." Kata adiknya terdengar setengah mengomel dan setengah lagi protes.

Ceisya tersenyum. Membuka salah satu album foto Pak Adnan saat pria itu masih sangat kecil. Kira-kira berumur 6 tahun.

Anak laki-laki imut dengan jaket denim yang tersenyum sambil menggedong seekor kelinci putih di lengannya.

"Kata Mamah, Kak Adnan dulu suka pelihara binatang. Kucing, kelinci, anak ayam, sampai pernah saat kami liburan ke Australia. Kak Adnan nangis minta koala yang di kebun bintang untuk dibawa ke rumah sangking senengnya hewan berbulu." Kata Ceisya membuatku tertawa geli. Terlihat dari banyaknya foto pria itu, hampir kebanyakan Pak Adnan sedang menggendong hewan-hewan lucu di pangkuannya.

"Kelincinya yang ini, kabur karena Kak Adnan lupa kunci pintu saat kasih makan. Paginya, Kak Adnan gak mau sekolah dan pergi nyari kelincinya sampai mamah diam-diam beliin kelinci baru yang sama persis sama kelincinya yang kabur. Tapi ujung-ujungnya ketahuan. Kak Adnan selama seminggu gak semangat berangkat sekolah." Kata Ceisya menunjuk pada seekor kelinci abu-abu yang pasrah di peluk erat oleh Pak Adnan masih dengan baju seragam kebesaran.

"Kalau yang ini, waktu Kak Adnan SMP dan masuk juara berenang. Yang ini saat dia karate, yang ini climbing, yang ini berkuda dan yang terakhir ini basket. Kata Mamah sejak kecil Kak Adnan alergi duduk di rumah. Pantatnya gak bisa diem. Badannya gatal-gatal kalau kelaman kena udara rumah. Bahkan sebelum akhirnya Mamah mutusin sekolahin Kak Adnan diluar, Mamah bilang Mamah udah terbiasa gak ada Kak Adnan di rumah. Kak Adnan dirumah cuma numpang makan, tidur sama sakit. Sisanya kegiatan dia selalu diluar." Jelas Ceisya menceritakan asal muasal serta latar belakang mengapa pria itu sepertinya sangat alergi berkerja di dalam ruangan.

Aku tertawa. Saat tak sengaja menemukan salah satu foto Pak Adnan yang sudah kelihatan remaja itu sedang duduk diatas tempat tidur rumah sakit sambil tersenyum lebar dan mengacungkan jempolnya yang tersambung dengan infusan.

Virago ✔ (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang