51. Permohonan Restu
Aku tidak ingat bagaimana awal mulanya hingga kami bisa berakhir duduk bersimpuh di depan Nyonya Anita dan Pak Adimas. Tapi yang pasti, situasi kami berdua sama-sama terdesak. Duduk di salah satu ruang tamu suite room hotel sambil menahan gugup yang rasanya siap meledak. Aku rasa foundation atau bahkan setting powder mahal milik Ganes tidak mampu menahan keringat yang terus mengucur di pori-pori wajahku.
"Adnan!"
Tubuhku terlonjak. Hampir saja latah kalau tak segera menguasai diri dengan kilat.
Alam bawah sadarku sepertinya sudah memahami bahwa situasi yang sedang ku alami kini hampir awas. Kondisi paling memungkinkan terjadinya meletus gunung berapi.
"Explain this." Bu Anita melipat kedua tangannya di dada. Sedangkan Pak Adimas yang menghela nafas pelan disamping istrinya.
"I'm in love with her."
Bu Anita melotot. Tidak hanya beliau, aku dan Pak adimas bahkan kompak tersedak saat mendengarkan pernyataan mendadak dari atasanku itu. "But it' s just me. Adnan yang suka sama Aluma." Lanjut pria itu membuatku makin merasa ingin tenggelam ke dalam dasar bumi.
Sepertinya aku benar-benar harus mencari cangkul sangking malunya.
"Tunggu-tunggu!" Tahan Bu Anita sampai menunjuk Pak Adnan dengan kipas lipat di tangannya. "Mamah gak lagi nanya perasaan kamu!" Kata Bu Anita kelihatan mulai frustasi.
"Eh?" Mata Pak Adnan mengerjap-ngerjap. "Terus?" Tanya anak pewaris sulung keluarga Rhaendra itu dengan polos.
Bu Anita menepuk jidatnya. Aku sendiri diam-diam menghela nafas melihat boss ku itu kali ini kelihatan tak sama sekali memiliki petunjuk.
Aku menarik nafas panjang. Mengepalkan tangan sambil berusaha menguatkan diri untuk bersuara.
Ini saatnya anak putri kebanggaan Pak Burhim menunjukan taringnya.
"Saya Aluma, Bu Anita." Putusku menahan rasa gemetar. Aku membasahi bibir sebelum membalas tatapan mata ibunda Pak Adnan.
"Selama hampir 4 bulan ini, saya menjadi pengganti sekretaris Pak Adnan selama Pak Gery cuti menemani istrinya melahirkan anak pertamanya. Dan kebetulan, hari ini adalah hari terakhir saya berkerja menemani Pak Adnan. Kontrak saya akan berakhir tepat setelah acara peresmian jabatan Bu Ceisya. Saya minta maaf karena baru bisa menyapa Bu Anita dengan situasi seperti ini." Jawabku dengan lancar. Walau hampir tercekat, aku berusaha semaksimal mungkin agar tak kelihatan tegang dan tetap terkendali.
Bu Anita menghela nafas pelan. Kemudian menoleh pada Pak Adnan.
"Benar begitu?" Tanya Bu Anita menatap Pak Adnan tajam.
Pak Adnan berdehem kecil. "Hampir betul."
"Hampir?" Tanya Bu Anita. Aku sendiri melirik karena merasa ambigu dengan jawabannya.
Pak Adnan terdiam sesaat tak langsung menjawab.
"Aluma juga datang kesini karena Adnan minta jawaban lamaran Adnan tempo hari lalu." Lanjut atasanku itu dengan enteng tanpa beban.
"Lamaran?!" Bu Anita dan Pak Adimas reflek maju dan membelakkan mata kompak.
Aku sendiri sudah tersedak sampai terbatuk-batuk untuk kedua kalinya.
Aku menggeleng buru-buru meralat. "E-enggak Pak, Bu. Saya kesini memang berniat untuk--"
"Untuk kasih jawaban pernyataan perasaan saya kan Aluma? Kamu udah terlalu lama gantungin saya semenjak saya kembali dari Bali." Balasnya memotongku cepat tak memberiku kesempatan untuk menjelaskan kepada kedua orang tua Pak Adnan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Virago ✔ (REVISI)
RomanceAluma bersumpah bahwa kaum lelaki semuanya setara. Setara dengan aligator bermuka dua. Diputuskan seminggu sebelum menikah oleh mantannya membuat Aluma tersadar. Bahwa sejak awal harusnya Aluma tak mempercayai para pria. Yang lebih menjengkelkan, s...