BAB 9 | Saat Oranye

78 32 23
                                    

(Gambar merupakan milik penulis pribadi)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Gambar merupakan milik penulis pribadi)

🍀

"Cyrilla, ini gambarmu?" Fajar dengan pandangan terkesima membolak-balik halaman sketchbook bertuliskan nama Meera Wijaya.

Cyrilla melirik buku miliknya sambil lalu sebelum ia kembali mengerjakan tugas esai mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) berkenaan dengan kompetensi dasar kelas X Jilid 1 salah satu materinya tentang "Peranan Manusia Dalam Lingkungan" dari Pak Indra yang harus ia selesai dan kumpulkan hari ini. "Iya, kenapa?"

Rahang Fajar terbuka lebar, matanya memancarkan binar takjub. "Serius? Sumpah, demi apa?"

"Alah, lebay banget sih Jar, sampai sumpah-sumpah segala! Iya, aku serius, dua rius malah. Kenapa memangnya, kamu nggak percaya aku bisa gambar?"

Fajar mengiakan dengan anggukan mantap. "Coba gambar Naruto kalau gitu!" tantangnya, tiba-tiba teringat serial anime yang tayang di salah satu stasiun televisi yang diputar setiap sore.

Helaan napas terdengar, Cyrilla memandang wajah teman sekelas sekaligus tetangganya yang lima langkah dari rumah bisa langsung ketuk pintu itu dengan tatapan tidak percaya. "Nih orang benra-benar ya, nggak bisa lihat sikon," omelnya seraya menunjuk buku tugas PLH miliknya, melihat buku tugas Cyrilla masih belum penuh, Fajar mengangguk mengerti.

"Sorry, Cy," ucap Fajar saat Cyrilla memperlihatkan Shinigami mode on. "Silakan dilanjutkan, kalau sudah selesai aku nggak mau tahu kamu harus gambarkan Naruto untukku, ya. Langsung di depanku," titahnya dengan ekspresi wajah penuh penantian yang sangat kekanakan.

Cyrilla tertawa dibuatnya. Ada-ada saja nih bocah, ucapnya dalam hati. Segera dia kembali mengerjakan esai miliknya, sekaligus artikel persuasi dengan tema "Satu Hijau untuk Indah Negeriku" yang harus muncul pada salah satu koran sekolah yang akan terbit di Minggu depan. Tugas pertamanya sebagai salah satu anggota baru di tim jurnalistik sekolahnya.

Palupi asik bernyanyi sambil diiringi permainan gitar oleh Fajar. Berdua mereka terdengar harmoni baik suara maupun petikan gitarnya. Tentu saja bukan mau mengganggu temannya yang sedang mengerjakan tugas. Tetapi justru itu adalah permintaan Cyrilla yang katanya, otaknya tidak dapat berjalan dengan baik kalau tidak ada musik.

Seringai Cyrilla terbit saat ia sudah selesai dengan dua tugas miliknya. Jemarinya terasa perlu mendapatkan pijatan kecil mengingat lembar buah pemikirannya untuk esay pada lembar demi lembar polio bergaris yang sudah disediakan Pak Indra telah selesai.

"You are really serious, Honey."

Mata Cyrilla membelalak saat kedua indera pendengarannya yang masih normal mendengar kata Honey dengan penuh penekanan dari suara husky yang sangat familier. "Honey, Honey ... sembarangan kalau ngomong!" ocehnya saat mendapati sosok laki-laki tampan lengkap dengan senyum jahilnya.

Our Story ✔️(TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang