BAB 14 | Saat Hati dan Mulut Berbeda Kata

61 25 11
                                    

Kamu mungkin bisa jadi guru yang hebat, tetapi kamu gagal sebagai seorang teman.

_Palupi_

🌱

Subuh? Batin Cyrilla membuka mata. Dia bangkit dan terseok menyebrangi ruangan menuju kamar mandi. 

"Siapa di dalam?" tanyanya sembari mengucek-ngucek mata, Sesy menyahut dari arah kamar mandi. Cyrilla duduk di bangku yang berada tidak jauh dari kamar mandi. Ia mengecek ponsel dan membaca isi pesan dari Palupi.

Palupi: Jangan lupa bawa baju olahraga dan baju renang.

Temannya yang satu itu selalu menjadi pengingat dirinya yang pelupa. Sebuah tepukan ringan ia daratkan sengaja di jidatnya, tanda kalau dia belum memasukkan baju olahraga ke dalam tasnya. "Kak, masih lama?" serunya.

"Sudah, kok," sahut Sesy sembari membuka pintu kamar mandi. "Sana mandi, sudah berapa hari kamu nggak mandi pagi?" sindir Sesy.

"Iya, iya, bawel. Padahal teman-teman sekolahku juga nggak ada yang protes tuh, berarti kan selama ini bau badanku aman walau nggak mandi," cerocosnya seraya melenggang melewati Sesy ke kamar mandi.

"Yeh ... dasar maneh mah, jorok teh meuni kabina-bina teuing, Cyrilla!" 1)*  Sesy menggoyangkan kepala ke kiri kanan. 

Suara tawa Cyrilla terdengar dari dalam kamar mandi. Sesy menggedor pintu kamar mandi lalu berkata, "Mandi, Cyrilla, awas saja kalau sampai nggak mandi lagi, aku buat pengumuman pakai pengeras suara di musala," ancam Sesy kesal dengan kelakuan adiknya yang jorok.

"Iya Kak, iya," jawab Cyrilla menyudahi tawanya.

Buru-buru gadis itu mandi, menyiapkan diri dengan seragam putih abu-abunya, tidak lupa dia membawa serta baju olahraga dan baju renang ke dalam tas ranselnya. Selesai sarapan ia segera berpamitan dengan kedua orang tuanya, lalu naik di atas jok motor yang dikendarai Sesy.

"Jangan lupa, saat jam renang nanti, kamu bilang ke gurunya, Dik." Sesy mengingatkan Cyrilla setelah gadis itu mencium punggung tangannya, dia mengiakan dengan anggukan lalu pamit pada Sesy.

Harinya olahraga, kegiatan praktik terakhir. Setelah hampir setengah hari beraktivitas di lapangan, mulai dari lari, senam poco-poco, sampai dengan permainan bola. Pak Budi mengajak seluruh siswa kelas X-2 ke kolam renang yang biasa digunakan untuk praktik olahraga sekolah.

Seluruh siswa sudah berkumpul di pinggir kolam renang menunggu giliran dipanggil untuk praktik renang. Renang adalah salah satu hal yang paling Cyrilla benci, gadis itu pernah tenggelam saat ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar.

Perasaan sesak begitu tubuh masuk ke dalam air tanpa pertanda, seluruh tubuh terserang panik dan takut secara bersamaan, tangan menggapai-gapai berusaha mencapai sesuatu, sekuat tenaga bergerak untuk dapat mencapai permukaan air selagi berusaha untuk tetap bernapas.

Perasaan itu kembali menyelimuti Cyrilla. Kedua tangannya terkepal hingga memutih, bukan karena marah, tetapi karena perasaan cemas yang tiba-tiba menyerangnya saat melihat kolam renang yang permukaan airnya begitu tenang, namun, seolah siap menjerat tubuh gadis itu masuk lebih dalam.

Membayangkan hal itu tubuhnya secara spontan memberikan reaksi, keringat dingin meluncur dengan cepat, wajahnya bahkan terlihat memucat. Pak Budi sudah selesai memberikan instruksi, beliau bersiap memanggil siswa yang berada pada urutan pertama buku absensi siswa.

"Cyrilla, kamu kenapa?" bisik Palupi saat mendapati tubuh temannya gemetaran.

"Upi ... aku sakit," lirih gadis itu, sesuatu dalam perutnya bergejolak, mual.

Our Story ✔️(TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang