BAB 11 | Pejamkan Matamu, Cyrilla

94 32 24
                                    

Halo ... terima kasih sudah baca sampai dengan BAB ini. Semoga suka dengan ceritanya ya ....

Sejak hujan yang terus turun hingga larut malam hari itu, Cyrilla benar-benar tidak bisa tidur, dengan jelas terngiang tentang permintaan Yufa yang melibatkan Jayden. Campur aduk rasanya, semua kenangan bersama dengan laki-laki itu bermunculan dengan cepat seperti sebuah cuplikan film. Hampir satu semester berlalu dan dia masih tidak yakin dengan perasaannya, juga tidak tahu kalau hubungan pertemanannya dengan Jayden akan menghadirkan rasa canggung di dalamnya hanya karena Yufa.

Entah kenapa kepalanya terasa berat, tapi sayangnya hari masih saja berjalan dan gadis itu masih harus melalui rangkaian ujian praktik di sekolah. Minggu ini, sekolah sedang sibuk dengan pekan praktik dan disusul dengan ujian semester ganjil.

Selama pekan praktik, siswa diberikan surat pengantar oleh sekolah untuk melakukan kunjungan ke tempat-tempat yang memang menunjang kegiatan prakatik. Surat pengantar itu nantinya akan di tanda tangani oleh petugas atau pihak yang hari itu menerima kunjungan para siswa. Salah satunya adalah praktik Sejarah yang mengaruskan siswa melakukan kunjungan ke museum.

Setiap siswa dibagi menjadi beberapa kelompok beranggotakan empat sampai lima orang. Para siswa diminta untuk datang ke salah satu museum yang ada di Bandung.

"Cyrilla, bisa bicara sebentar," bisik satu-satunya siswa yang mengenakan kerudung di kelas X-2.

Mendapati sosok Yufa yang sudah ada di sebelahnya kontan saja membuat Cyrilla terperanjat. Ia menggigit bibir bawahnya, sekarang apalagi? Gadis itu membatin. "Boleh, mau bicara apa, Yufa?" tanyanya.

Gadis berkerudung putih yang senada dengan seragam yang dikenakannya itu tersipu. Beberapa kali pandangannya ia layangkan ke arah laki-laki dengan postur tubuh tinggi dan tegap, yang sedang berdiskusi dengan Fajar dan Palupi di tempat duduk Cyrilla.

"Yufa?" panggil Cyrilla sekali lagi saat mengetahui tatapan mata Yufa tengah lekat ke arah Jayden. "Kamu mau bicara apa?" ulangnya memastikan, yang ditanya gelagapan.

"A—aku, aku boleh satu kelompok denganmu, Cy?"

Kalau aku bilang nggak boleh, gimana? Dalam hati Cyrilla bermonolog. "Boleh. Tapi aku coba tanya yang lain juga ya." Gadis itu berdusta, dengan malas ia menyeret kakinya menuju tempat duduk. Segera ia mengutarakan permintaan Yufa kepada teman kelompoknya itu.

Keberadaan Yufa menjadi hal baru di dalam kelompok mereka. Biar bagaimanapun mereka selalu kemana-mana berempat. Pembagian tugas dan tanggungjawab kelompok menggunakan sistem bergilir, dengan tujuan agar setiap siswa dapat merasakan tugas dan tanggungjawab yang berbeda mulai dari ketua, sekretaris, dan anggota. Kebetulan saat ini Jayden ditetapkan sebagai ketua kelompok. Tugas kunjungan ke museum dan laporannya diberikan tenggang waktu selama satu Minggu.

"Jadi, kapan kita mau ke museum?" tanya Jayden, meletakkan pulpen miliknya di antara bibir atas dan hidungnya, membiarkan pulpen bertengger di sana. Saat sedang bingung, Jayden memang sering melakukan hal itu.

Jayden mengingat jadwal latihan ekstrakulikuler setiap temannya, dan pilihan yang tepat adalah hari ini, saat semua anggota kelompoknya sedang bebas dari latihan eskul. "Pulang sekolah kalian bisa?" tanyanya memastikan jadwal masing-masing, dan serentak mereka mengiakan.

"Punten, Ja—Jay." Dengan takut-takut Yufa mengangkat tangan kanannya.

"Iya, ada apa?"

"A—aku nggak bisa pakai motor, nanti aku ke museum dengan siapa?"

"Bebas eta mah, Yufa. Aya abdi, Jayden jeung Upi nu mawa motor. Maneh arek jeung saha ka museum na?" Fajar mewakili Jayden berbicara.

Our Story ✔️(TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang