BAB 13 | Palung yang Lebih Dalam Dan Sebuah Ciuman

79 28 11
                                    

Cyrilla sengaja datang terlambat. Untungnya di sudut sekolah, tempat anak-anak yang datang kesiangan, dia berhasil masuk lagi lewat pagar dibantu memanjat oleh Arga siswa kelas XI IPA 3. Setelah mengucapkan terima kasih kepada Arga, Cyrilla segera berlari menyusuri dinding belakang deretan ruang kelas X. Dia hanya butuh melewati satu kelas yang berada sebelum ruang kelasnya di X-2.

Anda: Jar, di kelas ada gurunya?

Fajar: Ada, tapi sedang ke kantor ambil buku nilai yang ketinggalan.

Fajar: Cepat masuk.

Cyrilla berdiri tepat di bagian ujung ruang kelasnya, melihat jendela yang masih tertutup. Segera dia meminta Fajar untuk membukakan jendela agar tasnya dapat diselundupkan ke dalam kelas.

Anda: Jendela ujung, tolong masukkan tasku, Jar.

Tidak lama jendela dibuka, tangan Fajar menjuntai dari balik jendela. Cyrilla memberikan tas miliknya. Setelah itu dia baru melenggang memutari dinding di samping kelas sebelum menuju pintu depan ruang kelas. Senyumnya terbit, dia segera mengucapkan salam dan dijawab serentak oleh teman sekelasnya.

"Sudah ke toiletnya, Cy?" Suara Bu Lila mengejutkannya.

"Sudah, Bu. Maaf ya, Bu. Cyrilla mules banget, jadi tadi pagi-pagi langsung ke toilet," ucap gadis itu berdusta. Cyrilla mengecup punggung tangan guru bahasanya itu dengan penuh hormat.

Bu Lila mengangguk. "Tadi Palupi sudah memberi tahu Ibu, kalau kamu sakit perut," ujar beliau. "Silakan langsung duduk saja, Nak," tambahnya.

Tanpa diminta dua kali, Cyrilla duduk di bangku kosong sebelah Palupi. Bu Lila kembali melanjutkan instruksi penugasan terkait dengan ujian praktik Bahasa Indonesia yang berkolaborasi dengan beberapa mata pelajaran lain seperti Bahasa Inggris, dan juga Seni Budaya, pementasan drama.

"Nah, silakan kalian bergabung bersama dengan teman kelompok masing-masing, lalu buat naskah untuk pementasan drama Minggu depan." Bu Lila menyelesaikan instruksinya.

Tangan kanan Cyrilla terangkat. "Bu, maaf, saya belum mendapatkan kelompok," katanya saat melihat teman-temannya mulai berkumpul membentuk kelompok diskusi.

"Oh iya, Ibu lupa. Tadi terakhir kalian berhitung sampai dengan nomor berapa ya, Nak?" tanya Bu Lila yang segera dijawab oleh siswanya.

"Nomor tiga, Bu."

"Oh, kalau begitu kamu bisa masuk ke kelompok nomor empat, Cyrilla." Bu Lila meminta Cyrilla segera bergabung dengan anggota kelompok empat.

"Kelompok empat, di mana ya?" Gadis itu bertanya seraya memerhatikan teman sekelasnya yang mengangkat tangan dan memintanya ikut serta.

Mata Cyrilla membelalak, saat dia melihat sosok yang ingin sekali ia hindari, Jayden.

Ya Tuhan ... dari sekian kelompok yang dibuat secara random kenapa harus bareng lagi dengan dia, sih? Cyrilla menyeret kakinya dengan malas, dengan senyum yang dipaksakan dia bergabung bersama kelompoknya.

Berdasarkan hasil diskusi kelompok empat, drama yang akan mereka mainkan adalah kisah Si Cantik dan Si Buruk Rupa. Sesuai dengan hasil hompimpa untuk menentukan para pemain sesuai dengan isi dan perannya yang ada di dalam drama, peran Si Cantik jatuh kepada Cyrilla dan Si Buruk Rupa kepada Aris. Hari itu naskah drama harus sudah dikumpulkan.

"Kapan kita mulai latihan?" tanya Aris sebagai ketua kelompok, yang lain memberikan saran untuk mulai latihan drama, setelah pembuatan laporan kunjungan museum hasil tugas praktik mata pelajaran Sejarah sudah selesai.

Jayden: Hari ini jangan lupa kerja kelompok di rumahku.

Cyrilla membaca sekilas pesan masuk di ponselnya dan memilih untuk mengabaikannya.

Our Story ✔️(TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang