Jessy hanya terdiam, menidurkan kepalanya di meja dan menatap ke arah lain dengan tatapan kosong, telinganya terus mendengar ucapan Jack namun dirinya tak punya niatan sedikit pun untuk merespon atau menjawab ucapan suaminya itu.
"Jessy, aku kan udah minta maaf—masa kamu beneran nekat mau urus semua perceraian kita ke pengadilan? Kamu tau kan kalau hal itu harus di setujui kedua pihak, dan aku gak setuju sama keputusan kamu soal hal ini."
Jessy hanya terdiam.
"Pokoknya aku mau kamu batalin semua rencana kamu, kalau misalnya kita berdua beneran cerai aku harus bilang apa sama mama? Mama pasti sedih liat kita kayak gini. Kamu harus mikir ke situ Jess—"
"Tapi aku udah cape Jack, selama ini aku gak ngebantah atau ngelawan kamu yang marahin aku terus itu bukan karena aku sok kuat atau gimana, tapi aku mencoba ngehindarin fakta sebenernya yang selama ini aku umpetin soal kamu."
"Aku udah capek kalau harus nahan semua beban dan kesakitan itu sendirian, aku terlanjur sakit hati sama semua omongan kamu Jack!"
"Tapi kan aku udah minta maaf Jess, aku akui aku salah. Maaf karena aku selama ini marahin kamu, maaf karena aku kira disini yang bermasalah itu kamu— bukan aku."
"Lagian kenapa kamu gak pernah bilang hal ini dari awal? Kalau kamu bilang soal hal ini dari awal mungkin aku gak akan marah marah terus sama kamu dan lebih introspeksi diri. Gak seharusnya kamu sembunyiin semua fakta ini dari aku."
"Aku kayak gini karena aku sayang kamu, tapi kamu apa? Udahlah aku udah capek kalau harus bahas topik masalah yang sama terus, mungkin takdir kita berdua cuma sampe sini."
"Aku capek kalau harus jalanin semuanya, jujur aku udah capek."
"Tapi Jess—"
"Tapi apa lagi sih? Bukannya kamu sendiri yang dulu minta pisah dari aku karena aku gak punya anak terus? Bukannya kamu itu pengen perjuangin Angel kan?"
"Jess, gak usah bahas bahas yang dulu lagi. Aku sama angel itu udah gak punya hubungan apa apa lagi, dan sekarang aku lebih pilih kamu."
"Aku rela kok kalau kamu balikan sama Angel, buat apa kita lanjutin hubungan yang nggak harmonis? Impian aku nikah sama kamu itu kan biar aku bisa punya keluarga yang harmonis, bukan buat debat terus."
"Nyatanya, aku sama kamu itu selalu beda tujuan dan pikiran. Kita berdua gak bakal pernah bisa nyatu dengan hati dan pikiran yang sama. Kamu sendiri kan yang bilang kalau kamu lebih sepemahaman sama Angel di banding sama aku."
"Senekat itu kamu pengen pisah dari aku? Apa jangan jangan kamu udah punya pengganti aku makannya kamu nekat pengen pisah sama aku?"
Jessy menghela nafasnya.
"Selain aku capek karena harus nanggung kebohongan terus, aku juga capek ngadepin sikap kamu yang kayak gini Jack."
"Aku pisah sama kamu karena aku capek kalau harus berumah tangga kayak gini terus, dan sekarang kamu malah pikir aku punya pengganti kamu?"
Jessy tertawa perih.
"Kamu bisa gak sih sekali aja positif thingking sama aku? Seburuk itu aku di pikiran kamu?"
"Kalaupun aku udah pisah sama kamu, mungkin aku gak akan langsung berumah tangga lagi sama orang. Aku pisah biar aku bisa sembuhin luka batin aku, bukan buat bangun rumah tangga sama orang."
"Kamu pikir nyembuhin luka batin bisa secepat itu? Kamu pikir luka batin aku bisa sembuh dengan cara orang lain menggantikan posisi kamu sebagai suami aku? Nggak gitu Jack—" jelas Jessy lagi.
"Luka batin itu luka yang paling sulit buat disembuhkan, dan yang bisa sembuhin itu ya diri aku sendiri bukan orang lain."
"Gak ada yang bisa nyembuhin luka ini, termasuk kamu Jack."
Jessy mematikan daya ponselnya, kembali merenung dan meneteskan air mata di sela sela isakannya.
Brakkk
"Tante!!!!"
Jessy melirik ke arah Arin yang datang dengan wajah antusias, Arin menghampirinya dengan senyuman yang terus mengembang.
"Arin berhasil Tante," Arin memeluk Jessy dengan erat.
"Berhasil buat apa?"
"Xiaojun setuju sama rencana Arin soal Arin yang mau bersaing sama Zea buat dapetin hati Kaili."
"Arin yakin Arin pasti menang dan Tante bisa dapetin Kaili secepatnya." Arin menggenggam tangan wanita yang tengah putus asa itu.
"Tante harus pertahanin rumah tangga Tante,"