Jam sudah menunjukkan pukul setengah satu malam, Namun Zea masih belum bisa tertidur. Malam semakin larut, namun hal itu tidak membuat mata Zea mengantuk sedikit pun, Malah Zea sekarang tak bisa berhenti menangis.
Perempuan itu menangis tanpa suara, sebenarnya Zea dari awal sudah ingin menangis apalagi jika dia harus mengingat reaksi Kaili tadi, hati Zea sesak dan terasa sangat perih. Namun Zea berusaha sekuat mungkin untuk tidak menangis dan menahan tangisannya di depan orang orang bahkan hampir tiga jam Zea menahan tangisannya itu.
Dan sekarang disaat orang orang sudah terlelap dalam tidurnya, Zea menangis sendirian. Menahan semua rasa sesak dan mengontrol isakannya secara diam diam agar orang orang tidak tahu jika dirinya menangis.
Kedatangan Arin membuat dirinya benar benar lebih terpukul sekarang. Apalagi jika Zea harus mengingat apa yang di ucapkan Arin tadi di dapur.
"Gue itu mamanya, dan Lo bukan siapa siapanya. Jadi Lo gak usah berharap banyak."
Bisikan Arin sewaktu di dapur tadi terus terngiang ngiang di kepala Zea. Rasa sakit yang menjalar di bagian kepalanya membuat Zea semakin terasa pening dan melemas bahkan menghirup nafas pun rasanya terasa begitu berat.
"Kenapa bisa bisanya gue terima semua hal ini?"
"Gue udah tau kalau kejadiannya bakal kayak gini, tapi kenapa gue gak pernah bisa nolak dan malah dengan begonya gue terima semua ini gitu aja." Gerutu Zea dengan suara kecil.
"Gue udah tau ini semua bakal kerasa sakit. Padahal dari rumah gue udah nyiapin mental biar gue gak nangis kayak gini, tapi kenapa gue tetep aja nangis? Padahal dari rumah gue udah berusaha nguatin diri gue sendiri." Zea menyeka air matanya, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan melanjutkan tangisannya lagi.
"Gue terlalu lemah buat dapetin semua masalah ini,"
Zea menidurkan kepalanya di meja, menjadikan tangannya sebagai bantal untuk kepalanya yang sekarang di baringkan di meja.
"Harusnya gue gak usah ngotot buat lanjutin hubungan ini, harusnya kemarin gue nyerah dan jauhin Xiaojun."
Lagi lagi Zea terus menggerutu pada dirinya sendiri, matanya yang penuh dengan genangan air mata melirik ke arah ponselnya yang tengah menghubungi Jaehyun.
Entah sudah berapa kali Zea menghubunginya namun Jaehyun tak menjawab panggilannya sama sekali. Zea memaklumi hal itu, dia berpikir mungkin Jaehyun sudah sama sama terlelap dalam tidurnya, makannya dia tidak mengangkat panggilan darinya.
Namun tetap saja, disaat yang seperti ini Zea membutuhkan seseorang untuk jadi sandarannya. Biasanya jika tidak ada Jaehyun, Zea bisa mengandalkan Jungwoo untuk menjadi sandaran. Namun untuk sekarang sepertinya Zea tidak bisa melakukan hal itu, karena Jungwoo pasti akan mengadu pada mama jika dia tahu kalau sebenarnya Zea pergi dan tinggal di rumah Xiaojun bukan pergi liburan bersama teman temannya.
"Padahal dia online, tapi gue gak bisa hubungin dia." Zea menatap roomchat Jungwoo di ponselnya.
Laki laki itu sedang aktif, tapi sepertinya Jungwoo memang menghabiskan waktu malamnya dengan sibuk bermain game, bukan untuk mendengarkan cerita Zea. Jadi Zea lebih baik diam dan lebih memilih untuk tidak menghubungi kakak angkatnya itu.
"Zee kok belum tidur?"
Suara Xiaojun tiba tiba saja terdengar dari arah belakang, lebih tepatnya sepertinya Xiaojun memang sedang berada di ambang pintu kamarnya sendiri.
Dengan langkah cepat Zea menyeka air matanya dan menghentikan isakannya secara terpaksa. Dia tidak mau Xiaojun mengetahui dirinya jika tadi dia menangis.
"Kok berhenti nangisnya?"
"Siapa yang nangis sih?" Sial, sekarang Zea sangat ingin mengutuk dirinya sendiri. Bisa bisanya suaranya masih terdengar parau dan serak.
"Kalau gak nangis kenapa bisa mata Lo sembab separah itu? Masa iya di pipisin kecoa bisa sembab separah itu?" Xiaojun merangkul Zea dan membawa gadis itu kedalam pelukannya.
Zea terkekeh kecil kala Xiaojun mengetahui dirinya yang berbohong, Xiaojun memeluk Zea hangat.
"Udah lanjutin aja nangisnya, kalau masih sesek keluarin semuanya biar nanti lega." Tutur Xiaojun lembut.
Tanpa mereka ketahui, ada Arin yang mengintip mereka berdua di ambang pintu. Arin melihat interaksi mereka dengan tatapan tak suka.
Tangannya mengepal keras, ada sedikit dendam di hati Arin kala melihat Xiaojun dan Zea sehangat itu. Dia menjadi teringat hubungannya dengan Dino yang sempat rusak beberapa minggu yang lalu.
"Gue gak bakal rebut Kaili doang Zee, tapi gue juga bakal rebut lagi Xiaojun dari Lo juga—"