Brakk
Jessy kembali menutup pintu saat yang berada di balik pintu rumahnya itu ternyata Jack suaminya.
"Jessy!! Kenapa kamu malah tutup pintunya lagi?" Teriak Jack sambil mengetuk ngetuk pintu rumah Jessy.
"Ngapain sih kamu kesini Jack?" Jessy mencoba menahan pintu agar tidak terbuka dan tidak mengizinkan Jack untuk masuk ke dalam rumahnya.
"Buka dulu pintunya Jessy—izinin aku ngomong sebentar sama kamu!!!" Pinta Jack dengan penuh penyesalan.
Jessy yang baru saja beberapa jam berhasil tidak menangis, kini malah menangis lagi. Seakan akan terhipnotis oleh ucapan Jack tadi, Jessy tiba tiba membuka pintu menatap Jack dengan mata yang penuh dengan genangan air mata.
Saat pintu di buka oleh Jessy, ternyata Jack sama sama menangis. Laki laki itu langsung memeluk Jessy, sampai sampai Jessy merasa kewalahan sendiri saat menerima pelukan itu.
"Yakin kamu mau pisah sama aku?" Tanya Jack dengan isakan kecil di sela sela pelukannya, Jessy tidak menjawab ia hanya terisak dalam diam.
"Kenapa pas aku udah mau bener bener serius sama kamu, kamu malah mau cerai sama aku?"
"Bukannya itu kemauan kamu dari dulu kan? Harusnya kamu seneng Jack!"
"Itu emang kemauan aku waktu dulu, tapi sekarang aku udah gak mau itu terjadi. Aku udah bener bener sayang sama kamu,"
"Sepenting itu sekarang aku di hidup kamu? Sampe sampe kamu belain datang dan susul aku kesini?"
"Iya, kamu liat sendiri kan? Aku itu peduli sama kamu. Aku jauh jauh kesini karena aku sayang sama kamu dan aku gak mau perceraian itu terjadi!"
"Harusnya kamu gini itu dari dulu Jack, kenapa kamu baru sekarang ngerasa kalau aku penting di hidup kamu? Kenapa kamu baru ngerasa sekarang pas aku udah bener bener pengen pisah dari kamu?"
"Iya, aku tau aku salah dan aku minta maaf Jessy."
Jessy tersenyum pedih.
"Ini—"
"Ini—"
"Ini—"
Jessy menunjuk semua lebam yang masih membekas di sekitar tubuhnya, entah lengan atau kaki Jessy menunjukan semua lebamnya pada Jack.
"Kata maaf aja gak cukup Jack, kamu pikir lebam yang membekas ini bisa sembuh cuma dengan kata maaf?"
Jack diam.
"Enggak Jack," Jessy sedikit merintih kesakitan, Jack hanya menyeka air mata yang terus menetes dan membasahi pipi Jessy.
"Aku tau, aku minta maaf Jess."
"Aku sadar kalau aku gak sebaik itu, aku bakal belajar buat gak main tangan lagi, aku bakal belajar buat lebih baik lagi. Aku bakal belajar buat sayang sama kamu, aku mau kita bangun rumah tangga kita dari awal lagi,"
"Tapi aku udah capek Jack, keputusan aku ya keputusan aku! Kalau aku bilang aku mau pisah ya mau gak mau kamu harus terima itu."
"Please Jessy, apa kamu gak kasian sama mama? Mama itu udah sayang banget sama kamu, mama pasti sedih banget Jessy. Aku mohon batalin semua rencana kamu itu," Jack berlutut di depan Jessy, dia memeluk kaki Jessy.
Jessy menangis, baru kali ini dia melihat Jack memohon seperti ini padanya. Baru kali ini dia melihat Jack menghargai kehadirannya, baru kali ini dia merasakan semua hal yang dari dulu dia impikan. Baru kali ini juga dia merasakan Jack benar benar sayang padanya.
"Berdiri Jack!"
Jessy membantu Jack agar berdiri dari posisinya dan berhenti berlutut di depannya.
"Masih banyak perempuan yang jauh lebih baik dan sempurna dari pada aku, masih banyak perempuan yang lebih pantes di cintai sama kamu, di luaran sana itu masih banyak perempuan. Di dunia ini perempuan itu gak cuma aku aja,"
"Kamu gak bisa paksa aku buat ikutin kehendak kamu, karena aku juga gak pernah paksa kamu buat ikutin kehendak aku terus."
"Selama kita berumah tangga, baru kali ini aku minta sesuatu sama kamu. Aku cuma minta kita pisah aja, kenapa kamu gak mau nurutin permintaan aku? Padahal kamu selalu minta ini itu sama aku dan aku selalu turutin semua kemauan kamu kan? Tapi kenapa pas aku minta satu permintaan aja sama kamu, kamu malah gak mau turutin permintaan aku? Bukannya itu gak adil?" Semakin kesini suara Jessy semakin serak.
Jessy mengambil sebuah lampiran, ia menyodorkan lampiran itu pada Jack.
"Aku udah aduin semua ini ke pengadilan," Jack menerima lembaran yang di berikan oleh Jessy.
"Aku cuma minta kamu tanda tangani lembaran itu, biar proses perceraian kita bisa di urus di pengadilan lusa nanti,"
"Aku cuma minta tanda tangan kamu, gak lebih dari itu."