BCP_12

46 9 22
                                        

Pagi ini, grup chat Bunga Tekstil mendadak jadi heboh gara-gara foto dan video yang beredar. Tidak hanya pegawai kantor, tetapi pegawai toko juga turut meramaikan komentar. Ada yang menasihati, mengkritik, sampai mengabaikan posting tersebut.

Nella mengulum senyum saat membaca komentar dari teman-teman kerjanya. Dia merasa senang orang yang bersangkutan di video itu tidak ada di dalam grup sehingga bebas membicarakan Naywena. Dia, yang merupakan admin grup, memang sengaja tidak memasukkan Santi dan Naywena ke dalam grup. Karena sering berselisih paham dengan Santi, dia ikut menjauhi Naywena yang berteman dekat dengan Santi.

Jody, yang merasa terganggu dengan bunyi notifikasi grup, terpaksa menghentikan kegiatannya sejenak untuk membuka grup. Matanya memelotot selama menonton video yang berdurasi satu menit itu. Dia pikir, desas-desus yang beredar selama satu tahun ini bahwa Junianto dan Naywena punya hubungan spesial, hanya sebuah rumor belaka karena saat itu belum ada bukti yang konkret. Kini, dia baru memercayainya.

Prama meletakkan selembar kertas laporan pajak ke meja Jody. Secara tidak sengaja, dia melihat video yang menampilkan sepasang kekasih yang sedang ribut dari ponsel Jody. Pasangan itu adalah Naywena dan Junianto. Bukan kali ini saja, melainkan sudah berkali-kali dia melihat Junianto berbicara serius dengan Naywena. Rumor kedekatan yang sempat dia curigai, kini benar-benar terbukti. Dia yakin, Junianto tidak akan bisa mengelak lagi jika bukti video tersebut dan video yang sempat dia rekam tahun lalu tersebar luas, apalagi sampai ke telinga Bagas dan Merlin.

Saat jam istirahat tiba, Santi dan Naywena pergi ke luar kantor untuk makan siang di kafe terdekat. Mereka, yang tidak tahu-menahu, keheranan melihat tatapan sinis para pegawai yang berpapasan dengan mereka.

"Apa ada yang salah dengan penampilan kita, Nay?" tanya Santi dengan suara pelan setelah keluar dari pintu kantor.

"Kayaknya, bukan karena penampilan kita, deh, San," balas Naywena.

"Terus, kenapa mereka lihatin kita sampai segitunya? Pasti ada apa-apa, nih!" Santi mulai mencurigai seseorang yang dianggap penyebab terbesar sikap para pegawai berubah. "Apa jangan-jangan si Mulut Cabe bikin ulah lagi?"

Naywena berdecak pelan. "Omongan kamu nggak ada bukti, San. Itu namanya fitnah."

"Aku bukannya ngefitnah dia, Nay. Dia, kan, sering banget nyari gara-gara ke kita. Dia entah ngomong apa, terus yang lain jadi ikut-ikutan terprovokasi sama mulut pedasnya."

Naywena terdiam, merenungi kata-kata Santi yang terdengar masuk akal. Hatinya mendadak merasa tidak enak. Meski hanya kemungkinan, firasatnya mengatakan ada sesuatu yang buruk sudah terjadi dan sesuatu itu ada kaitan dengannya.

***

"Iya, bentar lagi aku sampai. Kamu tunggu aku di sana," ucap Junianto dengan terburu-buru di ponselnya, lalu memakai sepatu putih di ruang tengah.

Merlin heran melihat penampilan Junianto tampak begitu rapi dengan setelan casual dan jeans. "Kamu mau pergi ke mana malam-malam begini, Jun? Terus yang nelpon kamu tadi itu siapa?"

Junianto mendongak, menatap ibunya. "Oh, tadi teman aku minta tolong jemput dia di Semabung Baru. Mobilnya mogok."

Merlin tampak percaya dan mengangguk. "Pulang jangan terlalu malam. Hati-hati!"

Setelah pamit dengan orang tuanya, Junianto bergegas mengendarai mobilnya menuju rumah Naywena. Dua puluh menit kemudian, dia tiba di sana. Jantungnya berdebar kencang. Baru kali ini dia datang ke rumah kekasihnya setelah enam tahun berpacaran. Berulang kali, dia menarik napas dalam-dalam sebelum keluar dari mobil.

Vina, Salim, dan Niko spontan keluar saat melihat sebuah mobil sedan hitam berhenti di halaman rumah. Mereka penasaran siapa yang datang malam-malam begini.

Belenggu Cinta PalsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang