Selama dua puluh tahun lebih, Naywena dibayang-bayangi rasa penasaran yang besar tentang sikap ibunya yang selalu timpang padanya. Sekarang, dia sudah mengetahui penyebabnya karena tidak sengaja mendengar percakapan orang tuanya di dapur semalam.
Pantas saja, ibunya selalu membela Niko dibandingkan dengan dirinya walaupun sudah jelas siapa yang salah. Sekalipun dia berbuat benar, tetap saja dia yang disalahkan.
Naywena langsung teringat masa kecilnya. Saat itu, dia dibelikan sepeda baru oleh ayahnya sebagai hadiah ulang tahun yang ke-8. Dia begitu senang dan mencoba memainkan sepeda itu di halaman rumah.
Niko—yang baru berusia lima tahun—hanya berdiri di pinggir teras sambil memperhatikan kakaknya. Wajahnya merengut masam. Kakaknya mendapat sepeda baru, sedangkan dia tidak. Alhasil, dia mencari cara agar bisa mencoba sepeda itu. Sejenak kemudian, muncul sebuah ide.
“Kak Nay, Mama manggil,” teriaknya.
Naywena seketika berhenti. “Iya,” sahutnya, lantas meninggalkan sepeda itu dan berlari masuk ke rumah.
Niko bergegas mendekati sepeda itu. Karena belum sampai duduk di sadel, dia terjatuh dan sepeda itu menimpa tubuhnya. Dia meraung-raung sambil berteriak memanggil ibunya.
Kedua mata Vina membelalak kala melihat Niko tertimpa sepeda baru Naywena. Dia cepat-cepat mengangkat sepeda itu dan membantu Niko berdiri. “Kenapa kamu bisa jatuh gini, Nik?”
Air mata Niko jatuh berderai di pipi. “Kak Nay bilang mau ngajarin aku naik sepeda, Ma. Pas aku naik, Kak Nay malah ninggalin aku sendiri, makanya aku jatuh,” ujarnya dengan sesegukan.
Naywena baru saja tiba di sana, tetapi sempat mendengar ucapan Niko. “Itu nggak bener, Ma. Niko tadi bilang Mama manggil aku, makanya tadi aku masuk.”
Niko makin tersedu-sedu dan bersembunyi di balik ibunya, seolah-olah dia adalah korban.
Vina memelototi Naywena sembari mengarahkan telunjuknya dan menyergah, “Kamu ini seorang kakak. Seharusnya, kamu bisa jagain Niko dengan baik. Lihat tangan dan lutut adik kamu, luka-luka gini. Kalau kamu mau masuk tadi, Niko dibantu turun dulu. Jangan kamu biarkan dia sendiri di sini.”
Naywena menurunkan tatapannya. “Maaf, Ma.” Dia sudah mengungkapkan kebenaran, tetapi ibunya sama sekali tidak percaya.
“Lain kali, jangan diulangi lagi!” Nada suara Vina masih kasar. Matanya nyalang memandangi Naywena.
“Iya, Ma,” sahut Naywena pelan. Saat ini, dia sangat membutuhkan seseorang untuk membelanya. Dia tidak bersalah, tetapi menjadi orang yang disalahkan.
“Duh, kaki aku sakit, Ma!” Niko mengerang kuat, seakan-akan luka di lututnya sangat parah.
“Tahan bentar. Mama obatin, ya.” Vina menggendong Niko, lalu bergegas ke dalam rumah.
Sementara itu, Naywena hanya bisa menatap punggung Vina sembari merenungi apa kesalahannya. Dia sudah berbicara jujur, tetapi dianggap berbohong.
Niko menjulurkan lidah ke arah Naywena, seakan-akan dia sudah menang karena mendapat pembelaan dari ibunya. Dia tersenyum lebar karena Vina lebih memercayainya daripada Naywena.
Kenangan itu langsung terhenti saat Santi menepuk pundaknya.
“Lagi ngelamunin apaan, sih, Nay?”
Naywena tertawa singkat, menyamarkan kesedihan yang tengah dia rasakan. “Nggak ada, kok.”
“Di depan ada Mas bakso. Kamu mau pesen, nggak? Mumpung cuaca ujan, pas banget, kan? Yang lain juga pada beli.”
“Boleh, deh.” Naywena merogoh isi tasnya. Namun, benda yang dia cari tidak ada. Rasa panik pun muncul seketika.

KAMU SEDANG MEMBACA
Belenggu Cinta Palsu
Romance[JUARA 5 EDITOR CHOICE: AUTHOR GOT TALENT 2022] Junianto terpaksa mengakhiri hubungan rahasianya dengan Naywena-yang sudah terjalin selama enam tahun-demi menerima perjodohan dari orang tuanya. Ketika Naywena mulai dekat dengan pria lain, Junianto b...