BCP_15

35 10 12
                                    

Pagi ini, suasana kantor kembali normal seperti biasanya. Naywena bersyukur, gosip kedekatannya dengan Junianto perlahan sudah memudar meski Nella masih bersemangat menambah bumbu gosip agar hubungan antara Naywena dan pegawai lainnya jadi renggang.

Naywena tidak mau ambil pusing atas gosip-gosip itu, lagi pula semua pegawai sudah tahu. Suasana hatinya saat sedang bekerja pun jadi tenang.

Tiba-tiba, telepon berdering. Setelah menjawab telepon itu, Jody beralih menatap Naywena. “Nay, pacar kamu nyuruh ke ruangannya sekarang.”

Naywena tersenyum, merasa lucu dengan sebutan ‘pacar’ dari mulut Jody. Ini yang dia impi sejak pacaran dengan Junianto. Orang-orang mengetahuinya tanpa harus bersembunyi lagi ataupun takut ketahuan.

“Cih, enak banget, ya, yang pacaran sama bos!” ledek Nella. “Bisa berduaan kapan aja, bahkan pada waktu kerja.”

Belum sempat Naywena bersuara, suara Santi menginterupsi lebih cepat. “Iri lihat Nay punya pacar bos? Bilang aja, Nel.”

Nella tersenyum menyeringai. “Ngapain aku iri? Seenggaknya, aku udah punya pacar. Nggak jomlo kayak kamu.”

Percekcokan di antara dua gadis itu masih berlanjut, bahkan tidak ada yang mau mengalah dan saling menyindir.

Naywena bersyukur punya sahabat seperti Santi. Dia bisa terbebas dari mulut Nella. Dia bergegas keluar menuju ruangan Junianto, mengabaikan obrolan Santi dan Nella yang masih belum selesai.

Santi berdecak sambil geleng-geleng. “Pantes aja, doi nggak tahan sama pacarnya sendiri, sampai-sampai nyari temen ngobrol di tempat lain. Soalnya, mulut pacarnya pedes kayak cabe rawit, sih.”

Nella menggebrak mejanya sambil berdiri. “Maksud kamu apa? Jangan sok tahu soal pacar aku, ya!” hardiknya dengan tatapan garang.

Bersamaan itu, Prama masuk dengan ekspresi kaget. “Ada apa ini?” tanyanya sembari menenteng sebuah map dan berjalan ke mejanya.

“Nggak ada apa-apa, Pak. Cuma salah paham,” sahut Santi dengan suara pelan. Dia kembali fokus bekerja.

“Kenapa diam aja, Nella? Selesaikan pekerjaan kamu! Pagi-pagi sudah bikin keributan!” tegur Prama.

Nella merengut masam. Niatnya ingin mengejek Naywena, malah dia yang kena tegur Prama. Tatapannya tertuju pada layar komputer, tetapi dia tidak bisa fokus bekerja karena kata-kata Santi tadi sangat mengganggu pikirannya. Dia masih belum mendapatkan penjelasan yang berhubungan dengan pacarnya.

***

“Jun,” Naywena melangkah masuk, “kamu manggil aku? Ada apa?”

Tatapan Junianto beralih ke Naywena. Dia segera mendekati Naywena. “Ada yang pengen aku omongin serius sama kamu, Nay.” Pemuda itu menuntun Naywena ke sofa, lalu duduk bersebelahan.

Naywena menarik kedua ujung bibirnya hingga membentuk senyum tipis. “Emangnya, apa yang pengen kamu omongin, sampai-sampai muka kamu kelihatan serius gitu?”

Junianto menarik napas panjang. Kali ini, ekspresinya berubah murung. “Orang tua aku udah tahu hubungan kita, Nay.”

Naywena justru menunjukkan ekspresi semringah. “Bagus, dong! Terus, gimana respons mereka?”

"Aku," Junianto menghela napas panjang. Dia tidak yakin, apakah Naywena masih bisa menunjukkan senyum setelah mengetahui kebenarannya, "dijodohin sama Sharin."

Naywena tercengang menatap Junianto. Gadis itu tidak merespons apa pun. Ucapan Junianto itu seperti ujung pedang yang menancap di dadanya, terasa sesak dan sangat menyakitkan.

Belenggu Cinta PalsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang