BCP_21

48 10 16
                                        

Ah, makan malam! Apa ini seperti kencan?

Naywena menggeleng-geleng, menepis pikiran itu. Ini bukan kencan! Cuma makan malam biasa karena Prama bilang akan mentraktirnya.

Setelah selesai becermin, dia mendengar suara mobil berhenti di halaman rumahnya. Apa itu mobil Prama? Dia mengintai dari balik gorden jendela untuk memastikannya. Benar saja, Prama sudah datang.

Tatapannya beralih ke jam dinding yang berbentuk bulat, pukul tujuh. Ternyata, Prama memang menepati janjinya dan tepat waktu.

“Kak Nay, ada cowok kemarin datang!” seru Niko dengan suara lantang sembari menghampiri Naywena ke kamar. Tahu-tahu, kakaknya sudah di depan pintu.

“Iya, Kakak udah tahu.” Naywena pamit kepada orang tuanya, lalu keluar menemui Prama.

“Udah siap? Ayo, berangkat sekarang!” Sebelum beranjak pergi, Prama minta izin kepada orang tua Naywena bahwa dia akan mengajak Naywena makan malam, kemudian pamit dan masuk ke mobil.

Meski sudah dua kali berada satu mobil dengan Prama, Naywena masih saja merasa canggung. Begitu juga dengan Prama. Mereka sama-sama diam. Prama fokus menyetir, sedangkan Naywena menatap ke luar jendela.

Saking dekatnya posisi duduk, Naywena bisa menghirup aroma leather dari parfum yang dipakai Prama. Dia langsung mengenali aromanya karena cukup sering dipakai Junianto. Dia juga tahu harga parfum jenis leather lumayan mahal dibanding dengan jenis lainnya. Tidak disangka, selera Prama dan Junianto sama-sama berkelas.

Avanza abu-abu itu terpaksa berhenti di pinggir jalan karena tempat parkir yang disediakan sangat penuh dengan mobil. Naywena yakin di dalam nanti pasti sangat ramai, apalagi Warung Bolak-Balik ini merupakan salah satu kafe paling hit di kota Pangkalpinang.

Ketika sudah berada di dalam, keyakinan Naywena terbukti benar. Suasana kafe terasa sesak. Meja-meja yang tersedia tampak penuh. Naywena ragu, apakah masih ada tempat kosong. Namun, dia terus mengikuti langkah Prama.

Makin ke dalam, Naywena tidak menemukan satu pun meja kosong, sementara Prama masih terus berjalan. Dia cepat-cepat memegang lengan Prama, kemudian berkata, “Pak, mending kita cari tempat yang lain aja, deh. Di sini penuh. Kita mau duduk di mana?”

Langkah Prama seketika berhenti. “Aku udah bilang, kan, panggil nama aja. Nggak usah embel-embel ‘Pak’.”

“Iya, maaf, Pak. Eh, Prama. Soalnya, nggak terbiasa.” Naywena tersenyum kikuk.

“Kamu tenang aja. Sebelum datang ke sini, aku udah pesen satu meja untuk kita berdua.” Prama melanjutkan langkah, lalu berbelok ke ujung kafe. Memang benar, ada satu meja kosong di sana.

 Setelah mereka duduk, seorang pelayan wanita datang dan memberikan dua buah buku menu. “Silakan dilihat menunya, Bapak, Ibu! Mau pesan apa?”

Prama cuma melihat buku itu sekilas. “Spaghetti bolognise satu. Minumnya, aku pesen lychee tea.”

Si pelayan wanita mencatat pesanan Prama kemudian bertanya lagi, “Ada yang mau ditambahkan, Pak? Dessert atau yang lain?"

Prama menatap Naywena yang masih fokus mencari menu yang mau dipesan. “Kamu mau pesan apa, Nay?”

“Kwetiau goreng ayam dan lychee green tea yang no cream,” ucap Naywena kepada si pelayan.

Sebelum beranjak pergi, si pelayan membaca ulang pesanan mereka dan bertanya lagi, “Apa masih ada tambahan?”

“Itu aja dulu, Mbak,” sahut Prama.

“Baik, mohon menunggu, Pak, Ibu.” Pelayan itu berbalik pergi.

Belenggu Cinta PalsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang