Scotch, kamar Joanne Hale
"That was great."
Peter tersenyum, netra bronze-nya bertemu dengan netra bronze gadis yang kini sedang dia dekap. Andai saja mereka berdua manusia biasa, mungkin kini keadaan keduanya penuh dengan peluh keringat akibat kegiatan panas yang baru saja mereka lakukan.
Tak henti-hentinya Peter menghujani wajah Joanne dengan kecupan lembut. Sekalipun tidak pernah dia bayangkan dikehidupan barunya, dia bertemu dengan sosok gadis mungil menggemaskan ini. Joanne kembali menenggelamkan wajahnya pada dada polos sang kekasih.
Peter mempererat pelukannya, memberikan kecupan yang cukup lama di kening gadisnya.
"I love you, Joanne Hale."
Dapat Peter rasakan, bibir Joanne mengulas senyum. Gadis itu mendongak sembari tersenyum miring. "Mau lagi?"
"Jo, kalau kita masih manusia biasa, aku yakin kamu sudah tidak bisa jalan." tolak Peter yang sebenarnya tidak menolak juga. Namun dia rasa kurang pantas saja jika terus menerus melakukan itu.
"Untungnya kita bukan manusia lagi." balas Joanne seraya memainkan jari-jarinya pada dada bidang Peter.
Sayangnya, Joanne cuma mendapatkan ekspresi datar dari Peter, dia merubah posisinya menjadi terbaring menatap langit-langit kamarnya dan masih dengan lengan Peter sebagai bantalnya.
"Pantas saja Cath sampai hamil, ternyata seperti itu rasanya." celetuk Joanne.
Peter sendiri masih gampang kaget dengan celetukan Joanne yang sering tanpa filter itu.
"Seperti apa?" balas Peter.
"Ya...itu. Rasanya...itu..."
"Apa?"
Joanne cemberut lalu memukul pelan dada Peter yang balas menggodanya. "Kamu kan habis ngerasain juga, kenapa tanya?"
Menggemaskan. Reaksi Joanne saat digoda Peter selalu menggemaskan. Untung saja pikiran Peter masih waras. Kalau tidak, dia tidak mungkin bisa berhenti melakukan pergulatan sensual bersama kekasihnya itu.
"Oh ya babe, sekarang Steve sudah tidak ada berarti kamu tidak bisa mendengar isi pikiran siapapun?" tanya Joanne memulai topik lain.
Peter menggeleng. "Memang sepertinya cuma berfungsi pada Steve. Sekarang aku tidak ada kekuatan apapun."
"Kata siapa? Kamu kuat kok."
"Konteksnya apa ya, Nona Hale?"
Joanne menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Jangan salahkan Peter kalau dia mulai memakan gadis itu lagi.
***
Scotch, pondok kecil halaman belakang rumah Jaeden
"Babe, mau rasa apa? Selai coklat atau kacang?" tanya Jaeden dengan suara nyaring melengking, padahal lawan bicaranya tidak jauh darinya.
"Aku sudah kenyang, Jaeden. Lihatlah roti-roti yang kamu bikin belum habis." jawab Aimee dengan nada malas. Posisinya sudah nyaman, berbaring di sofa dengan kaki selonjoran pada pegangan sofa.
"Kamu harus makan yang banyak, sayang. Kalau kamu kurus, nanti Peter menggantungku hidup-hidup." balas Jaeden seraya mengolesi roti dengan selai kacang.
"Kalau aku terlalu gendut, aku sendiri yang akan menggantungmu."
Jaeden shock. Kemana perginya Aimee yang lemah lembut. Kenapa sekarang dia berani mengucapkan kata-kata itu? Jaeden melepaskan apron, lalu duduk di lantai menghadap Aimee.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hales [Haechan x Ryujin]
VampireSiapa bilang di dunia ini cuma ada manusia?