“Gue balik duluaan ya, mau nemenin Zefa kontrol,” pamit Rio pada Argio sembari mencuci bersih kedua tangannya di wastafel.
“Oke.”
“Kalau sempet nanti gue balik lagi.”
“Nggak apa-apa santai aja, lagian hari ini emang jatah lo libur kan?”
“Tapi nanti malem kan ada acara Pak Ardan.”
“Nggak masalah, gue bisa hendel.”
“Oke deh, thanks ya. Gue cabut duluan.” Rio menepuk bahu Argio pelan sebelum berlalu dari restorannya dan bergegas menjemput Zefa. Pagi tadi Zefa mengikuti kelas yoga untuk ibu hamil seperti biasanya. Seharusnya kelas tersebut sudah selesai, tapi Zefa bilang dia ikut kumpul bersama teman-temannya dalam rangka pengakraban diri.
Rio sempat terkejut mendengarnya karena selama ini Zefa tak pernah ikut kumpul-kumpul bersama mereka. Katanya nggak asik, mending di rumah aja nunggu Legina pulang buat diajak ghibah.
“Udah nunggu lama?” tanya Rio ketika sudah sampai di lokasi dan Zefa langsung masuk ke dalam mobilnya.
“Nggak, yang lain masih ngobrol di dalem. Aku sengaja pulang duluan karena bilang mau kontrol.” Sembari menjawab pertanyaan Rio, Zefa melempar totebag yang tadi dibawanya ke kursi belakang lalu sibuk merapikan rambut.
“Gimana?”
“Apanya?”
“Kumpul-kumpulnya.”
“Oh iya, hampir lupa. Kamu tau nggak Ri kalau instruktur yogaku ternyata sepupunya Kak Stefa?” ujar Zefa menggebu-gebu sambil memandang Rio yang sudah kembali fokus menyetir.
“Masa iya?”
“Iya tau. Gila banget nggak tuh? Masa kemana pun aku pergi selalu ada bayang-bayang Kak Stefa sih resek banget.” Rio tertawa menanggapi celotehan Zefa. Meski sudah lewat berapa bulan sejak pertemuan kembali Zefa dengan istri imam masjid komplek mereka itu, Zefa masih saja sering julid dan tak pernah mau menerima kebaikan Stefa seutuhnya. Padahal Legina saja sudah berubah dan sudah sedikit akrab dengan Stefa.
“Takdir Ze, mungkin Tuhan pengen mengakrabkan kalian.”
“Dih, ogah.” Rio kembali tertawa. Wajah Zefa sudah julid maksimal.
“Hari ini mau makan apa?” Merasa percakapan mereka tidak akan berujung baik bila hanya berputar tentang Stefa, Rio mencoba membelokan topik pembicaraan.
“Ehm apa ya? Liat nanti deh tergantung mood habis ketemu dokter.”
“Yaudah.” Rio sudah sangat memaklumi sifat Zefa yang super moody. “Btw, mama kamu tadi nelpon aku katanya lusa kita disuruh mampir buat ngerayain ulang tahun Bibil. Bang Vino juga ngechat tadi pagi.”
“Hah apaan, kok mereka bilang kamu bukannya bilang aku duluan?”
“Nggak tau, kamu udah dilupain kali,” canda Rio yang langsung dapat dengusan dari Zefa.
“Tahun depan kita juga gitu dong ya, ngerayain ulang tahun anak kita.”
“Masih lama Rio.”
“Bentar lagi Ze, tinggal berapa bulan lagi kamu lahiran.”
“Ih udah nggak usah bahas lahiran, perutku suka tiba-tiba sakit. Serem banget bayanginnya.”
“Loh kamu bukannya dapat kelas prakelahiran juga? Harusnya udah terbiasa dong.”
“Iya, tapi aduh Rio aku tuh parno kalau udah mikirin lahiran. Gimana kalau terjadi apa-apa sana aku? Gimana kalau aku nggak kuat terus meninggal terus kamu jadi duda sadboy kaya di film-film.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Neapolitan: Strawberry
RomanceMelihat mantan menikah itu sudah biasa, tapi bagaimana jika kamu disuruh menikah dengan mantan? Tunggu testimoni dari Zefania untuk jawabannya. [Special collaboration] Romance | Marriage Life ✍ 02 Januari - 14 September 2022 ©Dkatriana