🍓 Keluarga Kecil yang Bahagia

3.4K 432 48
                                    

Kembali ke kantor setelah cuti lumayan lama, agaknya membuat Zefa malas-malasan. Suasana kantor entah kenapa terlihat lebih membosankan dari sebelumnya. Deretan komputer serta dokumen-dokumen yang tertata rapi di atas meja menjadi pemandangan yang tak ingin Zefa lihat.

Terbesit di pikirannya untuk resign, tapi langsung dia tepis. Zefa tidak mau jadi pengangguran. Setidaknya kalau dia benar mau berhenti, dia harus mencari pekerjaan baru dulu. Akhirnya mau tidak mau dia kembali menekuni pekerjaannya walau dengan muka terlihat masam.

“Aduh, pengantin baru kok cemberut.” Seseorang berujar membuat atensi Zefa teralih padanya. Namun saat sadar siapa yang mengajaknya bicara, Zefa lantas merotasikan matanya. Harusnya barusan dia pura-pura tidak dengar saja.

“Ze, denger-denger laki lo tajir ya?” Orang itu menarik kursi dari meja sebelah dan duduk menghadap Zefa seakan terlalu bodoh untuk menyadari bahwa lawan bicaranya enggan meladeni.

“Beruntung juga ya lo dapet laki kaya dia padahal lo hampir jadi perawan tua. Kenal dia dimana btw?” Saat ini Zefa mati-matian sedang menahan diri untuk tidak menyiramkan kopi di mejanya ke arah orang itu. Demi apapun dari sekian banyak hal yang bisa dia lakukan, kenapa dia harus mengusik Zefa sih?

“Ze?”

“Kalau lo berharap dapet cowok kaya suami gue, sampai kapanpun lo nggak akan dapet karena cowok kaya gitu biasanya seleranya tinggi.” Zefa membalas tanpa menoleh. Ia berhasil mengeluarkan suara setenang mungkin meski dadanya bergemuruh ingin memaki.

What, Maksud lo gue nggak level buat mereka? Are you serious Ze, gue Agnesta hello!” Dia berujar nyaring sambil mengibaskan rambut panjangnya. Berkat seruannya itu pula beberapa orang jadi menoleh ke arah mereka. Zefa makin kesal.

“Nggak ada yang bilang lo Zefania hello!” Zefa menoleh dan menirukan suara wanita itu. “Minggir lo, ganggu orang aja. Nggak liat apa gue lagi kerja?”

“Sensi banget lo.”

“Orang kaya lo yang bikin orang lain jadi sensi. Daripada lo ngerecokin gue, mending sana ngerengek ke nyokap lo minta ganti suami!” Kesabaran Zefa hilang sudah. Percuma tadi dia menahan segala makiannya dan bersikap sok anggun di depan rubah betina licik yang satu ini. Harusnya tadi dia siram saja wajahnya biar puas.

Eh, tapi sayang deh. Kopinya baru diminum beberapa teguk.

“Baru ketemu langsung ribut kebiasaan banget.” Seorang laki-laki yang lebih tua dari mereka tiba-tiba sudah berdiri diantara keduanya. “Nes, lo dipanggil Pak Dias,” sambungnya sambil menunjuk ruang atasannya dengan dagu.

Agnesta langsung berdecak dan pergi setelah menghentakkan kakinya sambil menatap Zefa sebal. Zefa balas menatapnya datar sebelum memutar kursi ke arah laki-laki yang mengintrupsi percakapan mereka.

Should I say thanks to you karena udah ngusir dia?” Lekaki itu tertawa.

“Nggak usah, gue ke sini emang mau manggil Agnesta kok. Kebetulan aja kalian lagi ribut.”

“Dia duluan yang mulai!”

“Selalu.” Mereka berdua kompak tertawa.

“Omong-omong Ze, selamat ya atas pernikahan lo. Sori gue nggak bisa dateng, tiba-tiba ditugasin dinas keluar kota sama si botak.”

Tawa Zefa semakin keras. “Nggak papa Dre santai aja.”

“Padahal gue pengen liat mukanya Rio setelah sekian lama lho.”

“Lah, ngapain?”

“Penasaran aja.”

“Tinggal buka instagramnya.”

Neapolitan: StrawberryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang