🍓 Beda Persepsi

4.9K 583 62
                                    

Masih dalam suasana yang sedikit canggung, Zefa menggosok-gosokkan kedua tangannya sembari menunggu Rio menyelesaikan panggilan dengan temannya lewat telepon seluler. Pria itu tidak menjauh, ia tetap duduk di posisinya dan membiarkan Zefa mendengar percakapan mereka.

Usai panggilan itu berakhir, barulah atensi Rio kembali pada Zefa yang sedang sibuk menjelajah pandang isi studio kakaknya yang agak sedikit berubah sejak terakhir kali dia berkunjung.

Rio berdehem untuk meminta perhatiannya. "Jadi kamu setuju kan sama ide aku yang kemarin?"

Zefa menoleh dan mengerjap lambat begitu tatapnya bertemu dengan Rio. Ia belum terbiasa dengan kehadiran sosok Rio yang seakrab ini. Zefa masih butuh waktu untuk menyesuaikan dan menerima lelaki itu kembali ke dalam hidupnya. "Iya Setuju."

"Kirain kamu bakal protes," celetuk Rio beberapa detik setelahnya.

Alis Zefa terangkat sebelah. "Kenapa kamu mikir gitu?"

"Feeling aja."

"Selama konsepnya indoor aku mau-mau aja kok," jawab Zefa jujur. Membayangkan dirinya mengambil foto prewedding di bawah teriknya matahari atau udara panas bercampur polusi sudah membuatnya bergidik. Zefa lebih suka berdiam diri di ruangan ber-AC.

"Oh, ya I'm forget, kamu kan nggak suka panas-panasan." Rio seolah baru menyadari fakta tersebut. "Ternyata kamu belum berubah."

"Nggak ada alasan buat aku berubah." Zefa cepat menyela.

Tak lama kemudian Vino datang dengan kamera yang menggantung di lehernya. Seorang perempuan yang usianya lebih muda dari Zefa, mengekor di belakangnya.

"Dah siap kalian?" tanya Vino.

"Udah dari tadi kali!"

"Santai dong Ze kaga usah ngegas." Zefa hanya menutar bola matanya lalu beranjak dari tempatnya.

Perempuan yang tadi mengekor Vino, beralih mengikuti Zefa untuk merapikan gaun dan rambutnya serta memastikan penampilan Zefa terlihat sempurna.

Jadi, agenda mereka hari ini adalah mengambil foto prewedding. Awalnya mereka hanya akan melakukannya satu kali saja di studio Vino, tapi tiba-tiba kemarin Rio mengusulkan ide lain. Dia bilang dia ingin melakukannya dua kali, yakni sesi formal dimana Mereka mengenakan jas dan gaun seperti sekarang, lalu sesi satunya mengangkat tema chef dan patissier yang akan diambil di kitchen restoran Rio sendiri.

Zefa sebenarnya penasaran kenapa orang yang sebelumnya terlihat bodo amat dengan pernikahan dan mau-mau saja dijodohkan orang tuanya, tiba-tiba terlihat lebih antusias dari pada dirinya. Namun Zefa terlalu malas untuk bertanya, jadi dia simpan saja rasa penasarannya sendirian.

"Jangan bengong Ze!" Rio berbisik tepat di samping telinganya membuat Zefa sedikit terperanjat geli. Perempuan itu mendongkak untuk menatap Rio sebal, tetapi lelaki itu malah menggerakan wajah Zefa agar kembali menghadap kamera.

"Senyum Zefa senyum, mau foto masa mukanya kusut gitu? Sayang tuh makeupnya sia-sia." Rio berujar lagi.

"Cerewet lo!"

"Lo?"

"Kamu maksudnya!" ralat Zefa yang masih belum terbiasa aku-kamuan dengan Rio.

"Ze santai Ze, muka lo kaku amat kaya kanebo kering." Vino ikut menyeletuk di balik kameranya. "Ri kepalanya miringin dikit." Vino terus memberikan intruksi kepada sepasang calon pengantin itu. Ia menyuruh Zefa dan Rio berpose sesuai dengan apa yang dia mau.

"Deketan lagi Ze jangan kaya orang musuhan gitu," komentar Vino lagi. Rio tertawa sedangkan Zefa mendengus.

"Sini." Lalu di detik berikutnya Rio sudah mendorong tengkuk Zefa agar mendekat ke arahnya. Sontak kedua mata Zefa melebar. Dia terlalu kaget dengan aksi Rio yang membuat mereka kini hanya berjarak beberapa senti saja.

Neapolitan: StrawberryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang