Kedua mata Zefa membelalak lalu mengerjap lambat saat lidahnya mengecap sebuah oyster segar yang dibeli Rio beberapa saat lalu. Ekspresinya mengatakan betapa dia menyukai makanan itu. Rio yang melihatnya sontak terkekeh.
“Enak?”
“Banget Ri, sumpah ini oyster terenak yang pernah aku makan. Top gak ada lawan.” Zefa geleng-geleng sambil mengacungkan kedua jempolnya. “Best of the best.”
Rio tertawa lagi. “Oyster di sini emang enak banget. Sebelum pulang nanti kita ke sini lagi.”
Zefa mengangguk setuju. Destinasi pertama yang mereka kunjungi setelah semalam beristirahat dengan cukup adalah Sydney fish market. Kata Rio tempat itu terkenal dengan sea food-nya yang enak dengan kualitas terbaik. Karena Rio adalah seorang chef dan pernah tinggal di Australia sebelumnya, maka Zefa seratus persen percaya padanya.
“Aku pernah liat tempat ini di vlognya Rhea sih, tapi nggak nyangka oysternya emang seenak ini. I would highly recommend it to anyone,” ujar Zefa menggebu-gebu. Tangan kirinya memegang cangkang oyster kuat-kuat, sementara tangan kanannya sibuk memeras lemon dan menuangkannya ke atas oyster itu. Sebelum dia menyuapkannya ke dalam mulut, ia hirup dulu aromanya. “Bener-bener the best oyster in my entire life.”
Zefa bukan tukang makan seperti Rhea, jadi ketika dia bilang suatu makanan sangat enak, berarti memang seenak itu. Karena bisa dihitung jari berapa makanan yang menurut Zefa benar-benar enak atau bernilai 10/10.
Dalam diam, Rio tersenyum melihat antusias Zefa. Padahal sebelumnya dia sangat khawatir ketika melihat Zefa tepar kemarin akibat mabuk perjalanan. Namun syukurlah Zefa bisa pulih dengan cepat dan semangat untuk menghabiskan liburan mereka di sana.
“Bentar, aku mau pamer dulu sama Gina ah.” Dalam hitungan detik, Zefa sudah mengambil sebuah foto dan mengirimkannya pada Legina. Ingat prinsip Zefa, pamer itu perlu. Apalagi pamer ke bestie.
Namun sayangnya dia cuma bisa pamer ke Legina, soalnya kalau pamer sama Rhea—si tukang makan—nggak akan ngaruh. Sebagai seorang food vlogger, sepertinya lebih dari setengah makanan yang ada di dunia sudah dia cicipi.
“Calamarinya juga dicobain Ze.” Rio menyeletuk setelah mengusir seekor burung yang sejak tadi menatap tajam ke arah meja mereka seakan siap untuk memangsa.
Keduanya saat ini berada di luar Sydney fish market. Berada di salah satu meja yang ada di sana, sambil menikmati makan siang ditemani embusan angin laut yang menerpa wajah. Sekelompok burung—yang entah apa jenisnya—tersebar dimana-mana. Mereka biasanya memburu makanan sisa di atas meja, atau terkadang mencurinya saat orang-orang lengah dan tak sadar akan keberadaan mereka. Tips dari Rio kalau mau makan di sini adalah hati-hati sama burung.
“Bentar Ri satu-satu. Aku mau nyobain salmonnya dulu.” Zefa menjawab dengan mulut penuh. Meski matahari bersinar teramat terang di atas sana, Zefa sama sekali tidak terganggu. Padahal biasanya dia paling sering mengeluh soal cuaca. Panas ya ngeluh, hujan apalagi.
“Emm ... ini juga enak.” Mata Zefa berbinar-binar bersamaan dengan tubuhnya yang bergerak-gerak kegirangan. Sesekali punggung tangannya dia pakai untuk menyingkarkan anak rambut yang berterbangan di sekitar wajahnya karena tersapu angin. Namun rambut-rambut itu tak mau diam. Setiap angin berembus, mereka kembali berterbangan. Kadang menempel di mulut Zefa.
“Kamu bawa iket rambut nggak Ze?” tanya Rio tiba-tiba.
“Bawa, kenapa?”
“Mana?”
“Tuh!” Zefa menunjuk jepit rambut berwarna hitam yang dia cantolkan di tali tasnya.
Dia tidak tahu apa yang akan Rio lakukan dengan jepit rambutnya, dia hanya melihat Rio membersihkan tangan dengan hand sanitizer lalu bangkit dari kursinya dan berjalan memutar ke belakang bangku Zefa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Neapolitan: Strawberry
RomansaMelihat mantan menikah itu sudah biasa, tapi bagaimana jika kamu disuruh menikah dengan mantan? Tunggu testimoni dari Zefania untuk jawabannya. [Special collaboration] Romance | Marriage Life ✍ 02 Januari - 14 September 2022 ©Dkatriana