🍓 Interview

5K 651 74
                                    

“Ze, bangun subuhan dulu!” Rio mengguncang pelan bahu Zefa. Mencoba membangunan wanita itu dari tidur lelapnya setelah begadang semalam karena tidak bisa tidur.

“Ehmm.” Beberapa detik setelahnya terdengar gumaman pelan dari mulut Zefa sebagai respon atas perkataan Rio, tapi kedua matanya masih tertutup rapat-rapat. Ia bahkan tak bergerak sedikit pun dari posisinya.

“Subuhan dulu ayo.” Rio berlutut di samping tempat tidur. Kali ini dia beralih menepuk-nepuk pipi Zefa, tapi Zefa tak kunjung meresponnya.

“Zefaaaa!” panggil Rio lagi sambil menundukkan kepala. Sekelebat ide jahil terbesit di benaknya. Tanpa ijin dia mengecup pipi Zefa membuat wanita itu seketika membuka mata dan melotot kaget menemukan presensi Rio berada tepat di depan wajahnya.

“Udah bangun?” Rio memasang senyum manis.

“Iya bangun.” Dalam satu kali hentakan, Zefa langsung bangkit begitu Rio menjauhkan kepalanya. Seketika itu pula kepalanya berdenyut akibat gerakan yang tiba-tiba.

Rio masih berdiri di sebelahnya, memperhatikan Zefa dalam diam sementara yang diperhatikan sibuk mengerjap, mengumpulkan nyawanya yang masih tercecer juga kepingan-kepingan memori tentang semua kejadian kemarin dari pagi sampai malam. Dari dia bangun dan bersiap untuk acara pernikahan, kemudian makan malam bersama dan berakhir pulang ke rumah barunya dengan Rio lalu tidur dalam satu ranjang yang sama melewati malam pertama—mengingatnya membuat Zefa mendadak seperti orang kena serangan jantung.

Spontan dia menyibak selimut dan menatap tubuhnya sendiri. Napas lega langsung menguar setelah memastikan  pakaiannya masih dalam keadaan utuh. Syukurlah ingatannya tidak ada yang hilang. Semalam mereka benar-benar hanya mengobrol saja.

“Ngapain kamu?” Rio memandangnya heran. Zefa lupa kalau pria itu masih berada di sana.

“Hah?” Zefa mendongkak. “Oh nggak apa-apa hehe. Mau solat bareng kan? Ayo!” Zefa berdiri dan berjalan melewati Rio dengan tergesa-gesa. Hampir saja ia tersandung selimut yang masih meliliti kakinya.

Melihat hal itu, sudut bibir Rio terangkat naik. Lucu sekali melihat seorang Zefania salah tingkah di hari pertama mereka sebagai suami istri. Ia jadi penasaran akan seperti apa reaksi Zefa kalau tahu tadi dia memandanginya cukup lama. Mungkin Zefa akan menimpuknya dengan bantal atau kembali bersembunyi di dalam selimut.

Rio terkekeh tanpa suara saat membayangkannya.

🍓🍓🍓

Hari sudah terang berderang ketika Zefa dibangunkan Rio untuk kedua kalinya. Usai salat subuh tadi Zefa kembali tidur—sebenarnya awalnya hanya pura-pura tidur untuk menghindari suasana awkward, tapi ujung-ujungnya malah ketiduran beneran. Lalu kali ini Rio membangunkannya untuk sarapan.

Zefa lekas mandi sebelum bergegas ke meja makan dimana di sana sudah terhidang makanan lezat yang dibuat khusus oleh salah satu chef kebanggaan. Zefa patut berbangga diri sebab mulai hari ini ia bisa menikmati masakan Rio setiap saat tanpa perlu mengeluarkan uang sepeser pun.

“Hari ini jadi belanja?” tanya Rio di meja makan. Zefa sedang sibuk menelan makanannya saat itu.

“Aku sih oke-oke aja.” Zefa menjawab beberapa detik setelahnya.

Rio manggut-manggut. Mereka memang perlu berbelanja karena sebagian besar rumahnya masih terasa kosong. Akibat pindah dadakan yang membuat mereka hanya menata rumah dengan perabotan seadanya.

“Mau beli apa dulu?”

“Ehmm ... nanti abis makan aku pikirin. Urusan belanja serahin aja ke aku,” kata Zefa sebagai wanita metropolitan pada umumnya yang gemar sekali berbelanja dan menganggap bahwa kegiatan tersebut adalah self healing-nya

Neapolitan: StrawberryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang